Tiba di kampung terakhir, kami membeli udang hidup terlebih dahulu. Kalau gak salah waktu itu dua puluh ribu sekilo.
Ternyata umpan mujaer tambak beda dengan mujaer kolam biasa. Tambah ilmu lagi nih.
Tiba di pinggir laut saya senang. Namun hanya sebentar. Motor tidak berhenti-henti juga.
“Pak, kok tidak berhenti di sini,” tanya saya ketika sudah melewati laut dan mulai memasuki jalan yang melewati tambak. “Nanti di sana mancingnya,” jawab dia. Sayapun diem dengan berpikiran, nanti ada laut lagi.
Tak lama kami melewati kampung dan mulai masuk ke areal tambak. Sejauh mata memandang hanya kolam-kolam dan sungai-sungai buatan untuk mengalirkan air laut ke kolam.
Lumayan ngeri juga, tanahnya berpasir dan becek serta tinggi dari batas air. Kalau motor terpeleset, pasti basah kuyup, pikir saya.
Tiba di tengah-tengah tambak dekat satu saung kami berhenti. Ternyata yang dimaksud pinggir laut itu di sini.
Memang sih dekat laut, tapi jarak dari tempat berhenti ke laut ada satu kiloan. Sompret, gerutu saya.
Memang sih kagak bohong si tukang ojek itu namun hanya saja tidak sesuai dugaan apa yang dia ceritakan dengan apa yang saya harapkan. Yo wislah.
Baca juga: Cara Menangkap Udang Secara Tradisional
Acara mancing dimulai. Di sini kita bebas mo mancing di manapun dan gratis. Namun kalau ada pemilik tambak, kita mesti berbaik hati memberikan rokok.