Kalau dipikir-pikir yah, Pemerintah kita ini kadang bikin geleng-geleng kepala terkait cara kelola birokratnya. Urusan pengembangan kompetensi birokrat, seringnya pilih paket minimalis daripada paket premium. Contoh gampangnya saat pelatihan dasar CPNS. Ada dua pilihan:
- Paket minimalis: full online, tinggal klik-klik layar.
- Paket premium: blended learning, ada sesi tatap muka, ada interaksi langsung, tapi ya anggarannya sedikit lebih mahal.
Nah, apa yang sering dipilih? Seringnya yang minimalis, yang penting si CPNS bisa ikut pelatihan dasar CPNS, terus bisa diangkat jadi PNS. Padahal, pelatihan dasar CPNS itu ibarat sekolah dasarnya para birokrat. Kalau isinya cuma tatap layar tanpa tatap muka, karakter birokratnya mau dibentuk dari mana? Kayak ngajarin anak berenang cuma lewat video YouTube, bisa sih ngerti teori, tapi pas nyebur ke kolam malah panik.
Modal atau Beban? Yuk Kita Tambah Ceritanya
Oke, bayangkan SDM ASN itu seperti benih jagung. Kalau ditanam cuma sekadarnya, ya nanti jadi punya tandan kecil doang. Kalau disiram pupuk berkualitas dan dirawat baik, tumbuh tinggi, bijinya banyak. Analogi sederhana, untuk memahami mana yang dianggap modal dan mana yang dianggap beban.
Jadi, mana modal mana beban ini dapat dibahas melalui teori terkait Human Capital Management (HCM). Jadi, menurut Chatzkel (2004), HCM itu upaya terintegrasi untuk mengatur dan mengembangkan kompetensi manusia agar kinerja makin berkualitas. Jadi bukan sekadar prosedur administratif doang, tapi cara menyulap manusia jadi modal berharga. Istilahnya itu modal insani.
Teori HCM modern menyebutkan kalau pegawai bukan beban, tapi modal, atau capital, yang bisa menghasilkan nilai dan bertumbuh nilainya jika diberi pelatihan, peluang berkembang, dan lingkungan kerja yang suportif. Ini mirip seperti menabung, tapi bukan duit. Kita seperti nabung kemampuan dan pengalaman, supaya nanti panennya gemuk.
Kita lanjutkan pembahasannya, lalu antara modal vs aset, itu apa bedanya? Biar lebih gampang, kita bayangin saja aset itu adalah aset fisik seperti gedung atau mobil. Aset gedung atau mobil itu memang penting, tapi nilainya akan mengalami depresiasi, semakin tua makin butuh perbaikan dan tentunya butuh anggaran. Selain itu, nilai asetnya juga terus berkurang, bahkan sampai nol. Tentunya, ga mau dong kalau "nilai" SDM itu nol? Sementara human capital itu nilainya bisa bertambah nilainya lewat pelatihan, pengalaman, dan kesehatan yang dijaga.
Sederhananya, kalau ASN diurus dengan baik, kompetensinya makin naik. Tapi kalau dianggap aset saja, atau dianggap beban dan diabaikan, yang terjadi justru kebalikannya. Sudah punya bayangkan? Terus, mau menganggap ASN itu aset atau modal?
Kita lanjutkan diskusinya jika sudah paham. Kita diskusi tentang kompetensi ASN yah, yang dalam hal ini kita anggap sebagai intellectual capital. Menurut Investopedia, intellectual capital itu nilai gabungan dari pengetahuan, skill, relasi, dan inovasi yang dimiliki organisasi. Dan SDM itu adalah pondasi dari itu semua. Kalau ASN diperlakukan sebagai modal intelektual, atau intellectual capital, mereka jadi lokomotif inovasi dan pelayanan publik. Kalau dianggap beban, ya jadinya kaku, pasif, dan gak berkembang.
Selanjutnya kita bawa diskusi kita dalm konteks pemerintah yah. Pemerintah sudah punya rencana besar melalui arsitektur human capital yang penyusunannya dikoordinir oleh Kementerian PAN dan RB. Tujuannya untuk percepatan transformasi ASN agar lebih bersih, kompeten, dan pelayanan prima. Sampai sini sudah pahamkan yah, kalau ASN itu dianggap modal, atau human capital. Bahkan Kepala BKN menekankan bahwa BKN sebagai pusat manajemen SDM berbasis human capital, bukan sekadar administrasi, tapi pendamping strategis ASN se-Indonesia. Keren ga tuh? Eits, tapi tunggu dulu, kita lanjutkan lagi yah diskusinya.
Kalau beneran dianggap modal, kan harusnya dikembangkan yah. Ibarat kita punya sawah, modal dalam bentuk benih jagung ya harus dirawat, dipupuk, dibersihkan dari hama, supaya hasil panennya bagus. Bukan malah dibiarkan sampai kering kerontang.