[caption id="attachment_142234" align="aligncenter" width="500" caption="shutterstock"][/caption] Tulisan pembuka atau paragraf pertama (lead) sebuah tulisan feature -- baiknya sebut saja ficer -- tidaklah sama dengan lead berita yang sifatnya hard news, mengingat ficer masuk pada jenis soft news. Dengan demikian, kewajiban menulis "5W" (who, what, where, when dan why) tidak harus dijejalkan atau dipaksakan pada alinea pertama pembuka tulisan. Sebagai gantinya, saat menulis lead ficer Anda bisa menggunakan deskripsi mengenai suasana tempat terjadinya peristiwa, anekdot yang sopan dan tidak menyakiti sebagian golongan, gambaran sosok orang, atau kutipan-kutipan pendapat dari buku-buku ternama. Selain itu, lead ficer tidak mutlak tunggal, artinya deskripsi dijejalkan dan dimampatkan begitu saja pada paragraf pertama tulisan. Anda bisa lebih leluasa menulis sampai paragraf kedua (double lead), bahkan sampai paragraf ketiga! Sebagai gambaran bagaimana lead ficer ditulis yang tidak harus menjejalkan "5W", simak penggalan ficer sebagai laporan Ekspedisi Cincin Api yang ditulis wartawan Kompas Ahmad Arif dan Prasetyo Eko P, dimuat di halaman 1 Harian Kompas, Rabu 18 April 2012, hari ini: -- Orang Sumatera, antara Mitos dan Kenyataan Hujan mengguyur malam itu. Jalan lintas tengah Sumatera senyap. Nyaris tak ada kendaraan lain melintas. Seorang lelaki di warung makan menyarankan agar tak meneruskan perjalanan. ”Sering terjadi penghadangan,” katanya. Karyawan di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum memberi saran serupa. ”Sudah banyak mobil dirampok. Selain sempit, jalannya juga menanjak,” katanya. Setelah seharian menyetir dari Jakarta, akhirnya malam itu kami memilih menginap di Kotabumi, Lampung. Pengalaman malam itu menjadi menu hari pertama dari rencana 30 hari menyusuri jantung Sumatera di sepanjang Bukit Barisan, mulai dari Teluk Semangko, Liwa, Kerinci, hingga Aceh. Sepanjang lebih dari 6.500 kilometer perjalanan darat, cerita soal bajing loncat, perampokan, bahkan pembunuhan kerap kami dengar, termasuk imbauan agar jangan menerima minuman dan makanan dari orang tak dikenal. ”Kalau diberi minum orang desa di sana jangan mau. Nanti diracun. Tak ada obatnya,” kata Niar (35), warga Natal, Sumatera Utara, ketika tahu kami hendak ke Tabuyung. Namun, lebih dari sebulan melintasi Sumatera, pengalaman terburuk yang menimpa adalah dipalak saat melintas di jalan antara Gunungdoh Suoh dan Tanggamus di Lampung Barat. ”Ongkos ’tol’-nya Rp 250.000,” kata seorang warga, menghadang di pinggir jalan berlumpur, siang itu. ”Siapa saja yang lewat sini harus bayar, kami yang merawat jalan ini. Bisa dicicil Rp 25.000 dulu,” lelaki itu berkeras, lalu temannya mulai datang. Selain pemalakan itu, selebihnya keramahan Sumatera-lah yang terasa. Misalnya, selama dua malam kami ditampung warga pedalaman Desa Renah Kemumu, Jambi, yang tak satu pun kami kenal sebelumnya. Mereka begitu ramah membuka pintu rumah saat malam kami muncul setelah 10 jam berjalan kaki menembus kelebatan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat. Saat di Suoh, beberapa pemuda membantu membebaskan mobil gardan ganda kami yang terperosok di lumpur. Setelah gagal menarik ramai-ramai sejak sore hingga malam, seorang warga mencari mobil hardtop untuk menarik mobil kami. Tiga orang lalu mengiringi dengan sepeda motor dan memastikan kami tiba di perkampungan. Seorang di antara mereka, Rofiq Mahmudi (39), menawarkan tempat menginap. -- Ini contoh ficer yang baik. Tetapi coba simak, Anda tidak menemukan "5W" di awal-awal paragraf, bahkan sampai sembilan paragraf berikutnya, bukan? Yang Anda temukan dari penggalan ficer itu adalah deskripsi mengenai keadaan di tempat kejadian peristiwa, sekaligus dengan satu unsur "W"-nya, yakni "Where" (dimana)... Hujan mengguyur malam itu. Jalan lintas tengah Sumatera senyap. Nyaris tak ada kendaraan lain melintas... Ficer itu dilanjutkan dengan upaya membetot perhatian pembaca, mengusik pertanyaan paling hakiki calon pembaca: "memangnya kenapa?" atau "ada apa sebenarnya?" Coba simak lanjutan lead itu.... Seorang lelaki di warung makan menyarankan agar tak meneruskan perjalanan. ”Sering terjadi penghadangan,” katanya. Kutipan yang sangat kuat. Pendek, ringkas, namun jelas. ... "Sering terjadi penghadangan," katanya. Lalu kalau Anda perhatikan lebih jauh, pada sembilan paragraf ficer itu sudah disajikan "konflik" sebagai unsur penting sebuah tulisan. Anda bisa menunjukkan apa konflik di dalam tulisan itu? Tentu saja perang kenyataan mengenai karakter masyarakat Sumatera, kenyataan antara "si jahat" (pemalakan) dan si baik (penolong). Saya yakin, sekarang Anda sudah punya gambaran bagaimana tulisan ficer dibangun dan lead sebagai paragraf pertama sebuah tulisan dibuat. Bagi saya, judul adalah pertarungan 3 detik, sedangkan lead pertarungan 30 detik. Ketika judul sudah tidak menarik dan lead tidak punya "daya hantam" yang kuat alias tidak nonjok, maka... jangan harap tulisan Anda menarik perhatian calon pembaca! Kejam memang... ***