Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kekuatan Bahasa

26 Juli 2022   07:47 Diperbarui: 26 Juli 2022   11:51 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Created by the poor stolen by the rich mulanya tertulis dalam banner yang dikibarkan pecinta sepakbola (PHOTO: FETHI BELAID FOR L'AFP via Vice.com)

"Created by the poor, stolen by the rich"

Niscaya, kalimat yang jika disepakati harus dibunyikan dalam bahasa Inggris ini bakal membuat telinga Baim Wong dan Paula berdengung, setidak-tidaknya menjadi panas di saat pagi masih berselimut embun. Ada apa dengan mereka?

Demikianlah, manusia memang makhluk super kreatif. Ia bukan hanya mampu menciptakan kata baru seperti "slebew" yang hanya berupa susunan huruf tanpa makna (menyilakan liyan memberi makna), tetapi juga menciptakan susunan kata menjadi kalimat.

Setelah menjadi kalimat, terserah orang lain menilai apakah itu peribahasa atau sekadar jargon baru belaka, termasuk slogan baru "created by the poor, stolen by the rich".

Dalam khasanah filosofi bahasa, penciptaan jargon atau peribahasa baru ini menjadi urusan makrolinguistik, terkait psikolinguistik atau bahkan sosiolinguistik, dalam hal ini peribahasa atau istilah baru yang lahir karena latar belakang sosial. Bukan sekadar urusan mikrolinguistik seperti asal-usul kata, analisis wacana atau morfologi belaka.

Psikologi komunikasi sudah lama mengenal adagium "kata itu tidak bermakna, oranglah yang memberi makna". Meminjam kalimat yang dikumandangkan berulang-ulang Adolf Hitler pada masa lalu, "Deutschland Uber Alles", makna harafiah jargon ini seolah-olah benar adanya dan dianggap sebagai keniscayaan. Dalam kreativitas penciptaan slogan, saya memelesetkannya menjadi "Mann Uber Alles", manusia di atas segalanya.

Tentu pelesetan ini tidak berlaku dalam konteks keyakinan, sebab pastilah Tuhan, Allah, Hyang Widi -terserah Anda mau menyebutnya apa- yang berada di atas segalanya sebagai Sang Pencipta, apalagi kalau urusannya sekadar kreativitas penciptaan sebuah istilah atau bahasa.

Setidaknya ungkapan "Mann Uber Alles" yang saya maksudkan (boleh juga saya ciptakan) itu dalam konteks kelahiran istilah, jargon, peribahasa, dan bahkan bahasa (ingat bahasa Esperanto dan Klingoon) yang secara sadar diciptakan manusia).

Kata-kata "created by the poor stolen by the rich" itu sendiri ditinjau dari kelahirannya  merupakan istilah dalam dunia sepakbola yang kebetulan menjadi viral dan diterima para penggila bola sebagai ungkapan baru.

Bukan tanpa makna, "created by the poor stolen by the rich" yang dalam bahasa Indonesia menjadi "diciptakan oleh si miskin dicuri oleh si kaya", mulanya tertulis dalam "banner" yang dikibarkan pecinta sepakbola yang akhirnya menjadi simbol perjuangan sportivitas melawan pengaruh "kapital" (baca: cuan) dalam dunia sepakbola.

Sejarah mencatat, banner bertuliskan "created by the poor, stolen by the rich" paling nendang tatkala fans berat Manchester United tahun 2021 memprotes rencana European Super League. Fans "Emyu" saat itu melakukan protes di depan stadion Old Trafford sebagai bentuk penolakan atas rencana klub sepakbola kebanggaan warga Inggris itu untuk bergabung dengan laga besar Eropa tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun