Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Menulis Biografi: Be a Storyteller (Part 5)

19 Agustus 2020   13:22 Diperbarui: 20 Agustus 2020   09:16 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

+ Baiklah, simak baik-baik, ya...!

Betapa terlukanya hati Mak dan Pak Boncel. Rasa rindu yang terpendam selama sekian waktu, berbalas dengan pengusiran yang menyakitkan dari anaknya sendiri, Ocen alias Si Boncel. Hujan yang demikian deras seolah-olah menelan dua tubuh ringkih itu sampai tidak terlihat lagi dari gerbang kabupatian.

Nun di salah satu ruangan di kabupatian, Dalem Boncel masih menahan malu. Amarahnya membuncah. Clara tentu jadi mengetahui kalau suaminya itu menyimpan rahasia yang selama ini tidak terungkapkan; ternyata Dalem Boncel masih punya orangtua, padahal sejak lama ia mengaku orang tuanya sudah meninggal dunia.

Istrinya kemudian mendekati, menenangkan Dalem Boncel yang masih tampak menahan amarah. "Tidak selayaknya kau memperlakukan orangtua sekejam itu, Dalem?"

Dhuaarrr.... tiba-tiba Boncel merasa mendengar geledek yang lebih dahsyat berdentam keras di gendang telinganya. Ia kaget bukan kepalang Clara bicara seperti itu.

"Tetapi dia bukan orangtuaku, Clara!" kilah Boncel, "tidak usah kamu pikirkan!"

"Bahkan kalau itu bukan orangtuamu, tidak selayaknya kau mengusir mereka, orangtua yang sudah ringkih," kata istrinya. "Apalagi kalau ternyata mereka adalah benar orangtuamu!"

"Kamu tidak malu bermertuakan seperti kedua orangtua tadi, Clara?"

"Kalau itu orangtuamu yang secara otomatis adalah mertuaku, aku menerima mereka apa adanya, memangnya kenapa?"

Dhuaaarrr.... guntur yang lebih dahsyat seolah-olah meledak kembali untuk yang kedua kalinya, kali ini terdengar lebih keras lagi, memekakkan telinga Boncel.

Mengetahui reaksi Clara yang "nrimo", Dalem Boncel segera berteriak memanggil upas seperti orang kesurupan. Beberapa upas datang menghampiri. "Wahai, Upas, cepat kalian cari orangtua yang tadi bertamu ke sini! Cari sampai ketemu, bawa mereka kemari baik-baik!"

The Series cerita kolaborasi Kompasiana.com dengan Netizen Story Menulis Biografi: Be a Storyteller Bersama Kang Pepih
HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun