Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pekerjaan Baru itu Bernama "Mobile Receptionist"

10 Oktober 2017   22:42 Diperbarui: 11 Oktober 2017   07:28 2660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Saya langsung membuka percakapan dalam bahasa Perancis sederhana yang sedikit saya kuasai, setidak-tidaknya mengimbangi percakapan Mandarin Yunny dan Kris yang dominan, seperti perempuan bertengkar memperebutkan cowok saja kedengarannya.

Dari percakapan jelang salmon dan tuna sashimi dihidangankan, saya bisa menggali mengenai pekerjaannya itu. Katanya, di Huawei sendiri yang memiliki 180.000 karyawan di seluruh dunia, mengharuskan adanya jenis pekerjaan baru yang disebut "mobile receptionist".

Di kantor pusat Huawei di Shenzhen tempat Kris bekerja, ada 180 Kris-Kris lainnya. Umumnya perempuan. Dan, perempuan yang dipilih adalah setipe dengan Kris, yakni tinggi badan di atas rata-rata atau di atas 170 centimeter, ramping, langsing, gesit, ramah, dan tidak "jutek" kalau diajak bercakap-cakap.

Menurut Yunny, jenis pekerjaan baru "mobile receptionist" ini berbeda dengan Humas atau PR yang harus lebih menjelaskan Huawei dengan segala aspeknya ke luar maupun ke dalam organisasi. "Ada sedikit irisan dengan pekerjaan Humas, tetapi apa yang dilakukan Kris menyangkut hal-hal kecil dan teknis saat berhadapan dengan tamu," katanya.

Banyaknya tamu Huawei yang datang bergelombang dari berbagai penjuru dunia mengharuskan Huawei membentuk divisi yang membawahi pekerjaan Kris ini. Kepada Kris dan karyawan semacamnya, mereka dibekali cek, uang tunai atau uang elektronik selama menemani tamu yang dihadapinya.

Cao Lang-lah yang melakukan transaksi makan malam di Restoran Hokkaido yang salmon sashimi-nya masih sangat segar itu. Ia jugalah yang berurusan dengan penyewaan mobil Buick atau Alphard selama saya berada di Shenzhen. Hal-hal kecil dan pritilan semacam itulah yang dikerjakan Kris yang pada masa lalu mungkin masih dikerjain Humas perusahaan.

Selagi saya bercakap-cakap menggunakan bahasa Napoleon dengan Kris, saya teringat guru privat, Anny Rahimah Arman, yang mengajari saya bahasa sengau itu. Saya harus berterima kasih kepada guru privat yang kini tinggal di Paris itu, sebab berkat dialah saya menjadi orang paling keren di antara teman-teman Indonesia lainnya di meja makan restoran Jepang itu.

Kami berdua, maksudnya saya dan Kris, sejenak asyik berbicara dan saya terus menggali informasi sebanyak mungkin tentang pekerjaannya di mana bagi saya itu sesuatu yang baru, sebuah percakapan yang tidak bisa dimengerti rekan lainnya. Beruntunglah Cao Lang mau meladeni saya dan saya mendapat pengetahuan baru, yang ada kaitannya dengan organisasi bisnis Huawei.

Baiklah, meski mungkin hanya sekedar debu dari sebuah perusahaan raksasa besar yang "menggetarkan" para pesaing dari dunia Barat, bagi saya profesi yang disandang Cao Lang sangatlah menarik yang belum ada di Indonesia.

Hal ini dibenarkan Yunny Christine di mana dengan 2.780 karyawan Huawei di Indonesia, perusahaan yang didirikan Ren Zhengfeng tahun 1987 ini belum merasa harus memiliki "mobile receptionist" sebagaimana di kantor pusat di Shenzhen atau Shanghai, melainkan bisa dikerjakan oleh departemen komunikasi. "Huawei Indonesia belum membutuhkan pekerjaan semacam itu," katanya.

Waktu cepat berlalu. Selama tiga hari di Shenzhen, peran Cao Lang tidaklah kecil meski mengerjakan hal-hal kecil. Bahkan ketika saya meminta buku pegangan bagi peserta Seeds Future dari empat negara, yaitu Austria, Burkina Faso, Turki dan Indonesia, ia bisa meluluskan permintaan saya, padahal buku pegangan itu terbatas hanya untuk peserta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun