Mohon tunggu...
Dodi Mawardi
Dodi Mawardi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Writerpreneur, Pendidik, Pembicara

Penulis kreatif sudah menghasilkan puluhan buku, antara lain Belajar Goblok dari Bob Sadino dan Belajar Uji Nyali dari Benny Moerdani. Selain aktif menulis, juga sebagai dosen, pendidik, dan pembicara bidang penulisan, serta komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kisah Sukses Pembangunan Berbasis Komunitas di Malinau

17 Maret 2020   16:45 Diperbarui: 17 Maret 2020   16:46 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Saya rela 'membuang' waktu satu sampai dua tahun, untuk mendidik, melatih, dan memampukan mereka. Karena setelah itu, mereka akan berdaya membangun wilayahnya..." demikian kata Sang Bupati pada beberapa kesempatan. "Bahkan 'membuang' waktu lima tahun pun saya rela. Yang penting kemudian, mereka menjadi berdaya dan punya paradigma yang tepat dalam pembangunan."

Seperti kepada pemerintah desa pada periode sebelumnya, Bupati Malinau juga memberikan kewenangan kepada Ketua RT. Selama ini, RT sering diabaikan. Antara ada dan tiada. Warga selalu membutuhkan kehadiran mereka, mulai dari urusan rumah tangga, sampai keperluan membuat surat-menyurat resmi. Akan tetapi, peran, fungsi, dan tugas penting tersebut kerap dipandang sebelah mata oleh pemerintah. Dalam Undang-undang, RT tidak termasuk dalam rantai birokrasi resmi pemerintah. Mereka dikelompokkan sebagai lembaga ketahanan desa, setara dengan PKK, atau Posyandu. Padahal, RT punya warga, punya wilayah, dan punya aset.

RT adalah representasi yang paling dekat dengan rakyat. Jika pembangunan mau menyentuh langsung rakyat, mau langsung berdampak kepada rakyat, mau tidak mau, suka tidak suka, harus melalui RT. Suatu posisi strategis, yang dilihat Yansen sebagai 'senjata' mujarab dalam menjalan konsep pembangunan berbasis komunitas. Dia berdayakan RT, dia mampukan RT, dia berikan RT kekuatan. Bukan sekadar wacana.

Saya baru menyaksikan seumur hidup, pemilihan Ketua RT berlangsung secara serentak, di Malinau. Wajar kalau mendapatkan Rekor MURI. Saya juga baru melihat begitu banyak warga yang berminat menjadi Ketua RT. Di tempat lain, seringkali terjadi saling tunjuk dan terpaksa. Saya juga baru kali ini menjadi saksi mata bagaimana Pemerintah Kabupaten Malinau melaksanakan fit and proper test buat para calon Ketua RT. Tak ada di daerah lain. Bukan gaya-gayaan dan mengejar rekor, tapi ada konsep besar yang melandasinya. Konsep pembangunan berbasis komunitas yang diawali oleh Gerdema, dan kemudian dipertajam menjadi Revolusi RT.

Wajar saja warga berbondong-bondong mencalonkan diri menjadi Ketua RT, karena dalam konsep pembangunan ini setiap Ketua RT di Malinau mendapatkan gaji setara UMR. Setahu saya tidak ada satu pun provinsi, kabupaten, atau kota lain di Indonesia yang menggaji Ketua RT setara UMR. Di ibu kota negara saja -- sebagai tolok ukur -- para Ketua RT hanya diberikan uang operasional (seringkali dirapel) dengan jumlah jauh di bawah UMR. Padahal PAD Ibu Kota Jakarta, terbesar di Indonesia.

Wajar juga masyarakat RT begitu bersemangat membangun wilayahnya karena Bupati Yansen menyalurkan dana pembangunan untuk RT sebesar Rp 260 juta per tahun. Belum ada daerah lain yang membuat kebijakan revolusioner semacam ini. Mampukah RT dan warganya mengelola dana tersebut? Jika Anda membaca artikel ini dengan saksama, tentu pertanyaan itu tak akan muncul. Sebelum menyalurkan dana dan memberikan kewenangan, Pemkab Malinau sudah lebih dulu memampukan dan memberdayakan mereka. Selain pendampingan secara terus menerus. Buktinya, bisa dilihat sekarang. Berkali-kali manajemen keuangan Pemkab Malinau (termasuk manajemen penyaluran dana kepada desa dan RT), meraih penghargaan sebagai laporan keuangan terbaik di Indonesia.

Saya menyimpulkan setelah mengamati sejak 2012 sampai sekarang, bahwa konsep pembangunan seperti inilah yang seharusnya diterapkan di Indonesia. Jargon menyejahterakan rakyat, yang selama ini hanya tersangkut di kertas, harus segera dihentikan. Rakyat itu berada di desa/kelurahan. Rakyat itu berada di RT. Tak ada satu pun manusia Indonesia yang tidak berdiam di RT (Kecuali yang tinggal di luar negeri). Sentuh mereka. Berdayakan mereka. Mampukan mereka. Berikan kewenangan. Berikan bahan bakar (dana). Berputarlah dana besar di desa dan di RT. Berikan kepercayaan sepenuhnya.

Kisah sukses pembangunan berbasis komunitas di Malinau, selayaknya menjadi contoh. Silakan para ahli pembangunan mengkajinya. Para mahasiswa IPDN menelitinya. Silakan para politisi mempelajari, dan kemudian menyempurnakannya. Sudah terbukti kok. Bukan lagi sekadar konsep atau wacana. Tidak perlu istilah-istilah keren untuk membangun. Tak harus juga mengadopsi cara membangun negara maju.

Dengan sederet keberhasilan itu, sangat wajar jika pada 2017 lalu Bupati Malinau mendapatkan penghargaan sebagai 10 Kepala Daerah Terbaik pilihan Majalah Tempo. Sudah terbukti dan diakui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun