Mohon tunggu...
Dodi Mawardi
Dodi Mawardi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Writerpreneur, Pendidik, Pembicara

Penulis kreatif sudah menghasilkan puluhan buku, antara lain Belajar Goblok dari Bob Sadino dan Belajar Uji Nyali dari Benny Moerdani. Selain aktif menulis, juga sebagai dosen, pendidik, dan pembicara bidang penulisan, serta komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Setelah Tukang Pijat dan "Cleaning Service", Kapan Sertifikasi Satpam?

30 Mei 2018   12:57 Diperbarui: 30 Mei 2018   13:52 1606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: gramfollo.com


Sebuah profesi akan diakui keberadaan dan keandalannya, jika sudah memiliki sertifikasi resmi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Demikianlah yang sedang berkembang saat ini. Walaupun Indonesia termasuk terlambat melakukan standarisasi profesi, yang sudah dicanangkan secara internasional sejak 1983. Malaysia, Singapura, 

Thailand dan terutama Filipina sudah lebih dulu merespon sertifikasi profesi tersebut. Sejumlah pihak di Indonesia masih menganggap remeh sertifikasi. "Buat apa? Laku nggak? 

Ngapain, nambah-nambah kerjaan saja?" dan sejuta pertanyaan dan pernyataan lainnya yang mencibir sertifikasi profesi. Sebuah pekerjaan besar untuk BNSP dan jajarannya dalam upaya menyadarkan kalangan industri terhadap pentingnya sertifikasi profesi, yang sudah berlaku standar di seluruh dunia. Logo Garuda Emas yang dikeluarkan BNSP, diakui oleh seluruh negara di dunia yang tergabung dalam standarisasi profesi.

Suatu hari, sebuah kapal barang Indonesia berlabuh di pelabuhan mancanegara. Otoritas pelabuhan kemudian meminta awak kapal untuk menunjukkan dokumen yang terstandar sebagai tanda bahwa awak kapal punya kompetensi di bidangnya. 

Awak kapal kalang kabut. Seluruh ijazah sekolah dan perguruan tinggi pelayaran, maritim, sekolah nakhoda dll., tidak laku. Otoritas meminta sertifikasi profesi yang standar dan diakui secara internasional. Jika tidak, maka kapal dilarang bongkar muat dan harus kembali ke Indonesia. 

Beberapa tahun silam, seorang pengacara berhasil memenangkan perkara kliennya hanya karena urusan administrasi, bukan pokok masalah. Sang pengacara, meminta penyidik Polri yang menangani kliennya untuk menunjukkan sertifikasi profesi sebagai penyidik. 

Para perwira Polri tersebut tidak dapat menunjukkan sertifikasi yang dimaksud, sehingga hakim memutuskan kasus tersangka dibatalkan demi hukum karena penyidik dianggap tidak sah secara hukum dalam melakukan proses penyidikan.   

Dua peristiwa tersebut "menampar" sejumlah kalangan di Indonesia tentang pentingnya sertifikasi profesi yang sudah digaungkan oleh BNSP sejak lama. Sertifikasi itu penting sebagai bukti otentik bahwa seseorang memang kompeten di bidangnya. Tanpa sertifikasi profesi, maka seseorang tidak berhak dan tidak sah secara hukum dalam menjalankan profesinya. Sertifikasi ini juga sesungguhnya melindungi konsumen dari aksi-aksi seseorang yang mengaku kompeten, tapi sesungguhnya tidak. 

Sampai 2018 ini, sudah lebih dari 600 profesi sudah terdaftar di BNSP dan memiliki sertifikasi profesi. Jumlah yang masih amat sedikit dibandingkan ribuan profesi yang ada di Indonesia.

Industri pariwisata merupakan salah satu yang sangat responsif terhadap sertifikasi profesi, selain industri keuangan asuransi, manufakturing, IT dan sebagainya. Bahkan sejumlah profesi yang dianggap kelas bawah pun sudah punya stempel BNSP lewat sertifikasi profesi, yaitu Cleaning Service dan Tukang Pijat. 

Jangan salah, cleaning service (atau sering disebut OB) kini sudah profesional. Banyak dari mereka yang sudah memiliki logo Garuda Emas. Harga mereka yang memiliki sertifikasi tersebut tentu melonjak, dan dia dapat bekerja dimanapun di seluruh dunia, karena sertifikasi tersebut diakui secara internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun