Mohon tunggu...
solehuddin dori
solehuddin dori Mohon Tunggu... -

Pengamat berbagai masalah sosial, politik, budaya dan ekomomi, yang berpikiran jernih dan bebas kepentingan apapun. Ingin melihat Indonesia yang maju dan sejahtera.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ini Risiko Jika Jokowi Jadi Presiden

13 Maret 2014   14:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:59 4222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jokowi seperti satria piningit. Harapan publik setinggi langit. Hati-hati, harapan terlalu tinggi malah akan menjadi bumerang. Saya termasuk orang yang rasional dalam menilai orang. Siapapun yang akan dicalonkan jadi presiden, saya lihat jejak rekamnya dan juga lingkungan di sekitar orang itu.  Tak terkecuali Jokowi. Saya khawatir saja terhadap sebagian kita yang terlalu tinggi menyimpan harapan terhadap Jokowi. Padahal ada sejumlah hal yang harus disadari bahwa Jokowi mungkin saja tidak setinggi seperti yang diharapkan itu.

SATU... Jokowi bukan ketua umum partai politik. Risikonya, dia akan manut kepada Ketua Umum Partai Politik yang mendukungnya. Sudah terbukti dalam sejumlah hal, Jokowi sangat patuh kepada Ketum PDI P Ibu Megawati. Buat Jokowi, bu Mega adalah atasan, bu Mega adalah “ibunya”, bu Mega adalah mentornya. Apapun yang diminta bu Mega, kemungkinan besar akan dituruti oleh Jokowi. Sudah terbukti dalam kapasitasnya sebagai gubernur, Jokowi lebih manut kepada bu Mega daripada kepada presiden, yang dalam hirarki kenegaraan adalah atasan resminya.

Sebenarnya Jokowi orang baik. Dia pekerja keras. Tapi, karena dia adalah kader partai dan bukan pucuk pimpinan partai, maka mau tidak mau, rela atau terpaksa, dia akan taat kepada titah partai, dalam hal ini ketua umum partai tersebut. Misal... Jokowi jauh jauh hari sudah menyatakan cuti dari tugas gubernur untuk menjadi juru kampanye. Ketika gubernur lain, belum mengajukan cuti, Jokowi sudah. Mungkin dia secara pribadi berat, tapi perintah partai tidak bisa ditolaknya. Bahkan ketika dia baru beberapa bulan menjabat sebagai gubernur pun, Jokowi menjadi juru kampanye untuk sejumlah kader PDI P di pemilihan gubernur Jawa Barat dan Jawa Tengah. Partai begitu berkuasa terhadap Jokowi... bahkan, kemarin Jokowi memilih nyekar ke makam Bung Karno, di hari kerjanya karena diajak sang ketua umum. Mungkin saja secara pribadi dia tidak mau, tapi sebagai kader yang baik maka titah partai harus ditaati.

Logika saya mengatakan, bagaimana kalau nanti Jokowi menjadi presiden? Dia pasti pusing sendiri. Sebagai orang nomor satu di Indonesia, tapi sesungguhnya bukan karena masih ada atasannya yaitu Ketum Parpol pendukungnya. Atasan Jokowi kelak bukan rakyat. Ini implikasi rasional dari kondisi sekarang. Padahal, jika tidak dengan PDI P pun, mungkin saja Jokowi akan tetap melenggang...

DUA... Jokowi bukan satria piningit apalagi malaikat. Lihatlah yang terjadi di Jakarta. Masih banyak hal yang belum diselesaikannya. Benar, sejumlah hal telah diperbaiki seperti Tanah Abang (yang tetap menyisakan PR) dan sejumlah waduk atau taman yang diperbaiki. Tapi ternyata, masalah birokrasi tidak sesederhana itu. Birokrasi kita memang sudah sakit sejak lama. Sejak zaman orde baru. Tidak mudah untuk mengobatinya. Lihatlah kasus bus transjakarta, yang menyeruak bahkan ketika Jokowi – Ahok sangat keras terhadap bawahannya. Mungkin akan muncul kasus-kasus lainnya. Maksud saya, kita jangan terlalu tinggi menaruh harapan. Nanti akan sakit sendiri... biasa-biasa saja, hehe.

TIGA...  politik itu kompromi. Apalagi sistem politik Indonesia saat ini adalah multi partai. Nyaris tak ada partai dominan. Siapapun pemenang pemilu harus berkoalisi dengan partai lain. Begitu pula presidennya. Kalau mau bertahan lama dalam sistem politik multi partai seperti sekarang, ya harus banyak melakukan kompromi. Kalau mau main tegas, keras dan sejenisnya, bersiaplah menghadapi kerumunan kekuatan politik yang bernama DPR. Mereka bisa sangat bersahabat, namun sebaliknya bisa menjadi beringas. Kalau ego mereka atau kepentingan mereka terusik, DPR bisa menjadi seperti singa yang mengaum, hehe. Galak. Bahaya besar kalau presiden – dalam sistem politik seperti ini – tidak mau berkompromi dengan DPR atau kekuatan politik lain.

Bercermin pada perjalanan Jokowi di DPRD Jakarta, ada kecendrungan yang mengkhawatirkan. Kasus lambatnya pensetujuan dan pencairan APBD tahun lalu dan tahun ini, sungguh berbahaya jika terjadi di DPR pusat.

Apapun, saya akan tetap menggunakan hak pilih pada pemilu mendatang, siapapun capres yang akan diusung partai politik setelah pileg 9 April. Memilih yang terbaik dari yang buruk-buruk tetap lebih baik dibanding tidak menggunakan hak pilih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun