Mohon tunggu...
Pendi Susanto
Pendi Susanto Mohon Tunggu... Penulis - Dosen

Penulis Buku, Pegiat Pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilai Inovasi Indonesia

27 Maret 2023   11:50 Diperbarui: 27 Maret 2023   11:55 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Presiden Joko Widodo pernah menegaskan bahwa kemajuan bangsa hanya akan terwujud jika ada kemajuan dalam inovasi. Riset menunjukkan bahwa Global Innovation Index (GII) berkorelasi positif dengan GDP/kapita suatu negara, semakin tinggi GDP, semakin tinggi skor GII-nya. Oleh karena itu, sangat mudah ditebak apakah suatu negara akan berkembang pesat secara ekonomi atau tidak. Tengok saja evolusi inovasi di dalamnya.

Dengan suasana yang kondusif untuk berinovasi dan berbagai inovasi terus diciptakan, diharapkan suatu bangsa dapat menjadi bangsa yang besar. Di sisi lain, dapat juga diasumsikan bahwa di negara yang iklim inovasinya tidak kondusif dan tidak ada lompatan inovasi, sulit untuk secara wajar mengatakan bahwa negara tersebut bergerak maju dengan cepat. Oleh karena itu, inovasi dapat menjadi ukuran paling sederhana dari prospek masa depan suatu bangsa.

Arif Satria menegaskan klaim sebagai garda depan inovasi saat ini menghadapi tiga disrupsi sekaligus, yakni perubahan iklim. Gangguan ini menciptakan ketidakpastian di seluruh dunia. Ini adalah hal yang benar-benar baru dan belum pernah terjadi sebelumnya. Belum ada pengalaman dalam mengobati ketiga penyakit tersebut. Jadi tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa ketiga gangguan ini menempatkan kita pada garis awal yang sama dengan semua negara. Karena mereka berada di garis start, siapa pun yang berlari cepat akan memenangkan pertarungan. Masalahnya, bisakah kita berlari cukup cepat untuk mengalahkan kecepatan negara lain yang juga berlari? Apakah kondisi fisik kita sudah sebaik negara maju? Apakah pengalaman masa lalu menentukan kecepatan kita berlari hari ini dan di masa depan?

Kita mungkin berpikir bahwa meskipun masa depan yang kita hadapi masih baru, kita harus menyadari bahwa pengalaman masa lalu masih penting. Misalnya, negara maju dikendalikan oleh Petani 3.0 dan negara berkembang dikendalikan oleh Petani 1.0. Jadi jarak ke 4.0 lebih dekat ke 3.0 daripada ke 1.0. Itu berarti lebih mudah bagi petani di negara maju untuk menuju 4.0 daripada petani di negara berkembang. Namun, perhitungan matematis sederhana ini terkadang tidak berlaku di era kekacauan. Buktinya adalah bahwa Nokia, yang sudah mapan dan dengan masa lalu yang kuat, dengan cepat kalah dari Apple dan smartphone berbasis Android lainnya tanpa masa lalu.

INOVASI INDONESIA

Indeks Inovasi Global (GII) Indonesia menempati urutan ke-85 pada tahun 2019 sebesar 29,7. GII Indonesia di Asia Tenggara antara Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, Filipina dan Brunei menggunakan tujuh indikator yaitu Kelembagaan, Kematangan Pasar, Perusahaan, Infrastruktur, Kinerja Kreativitas, Kinerja Sumber Daya Manusia dan Riset serta Kinerja Pengetahuan dan Teknologi. Hal ini menempatkan Indonesia jauh tertinggal hanya di Asia Tenggara. Mampukah Indonesia Masuk 3 Besar Asia Tenggara Tahun 2021? Akankah Indonesia berhasil melakukan lompatan inovasi sehingga Indonesia menjadi negara yang benar-benar berpengaruh di dunia? Arif Satria pernah menuntut beberapa hal dari bangsa ini untuk mengadopsi inovasi tersebut.

Pertama, lompatan inovasi membutuhkan future practice atau next practice. Ini adalah kekuatan yang mengganggu, seperti yang sering dikatakan Rhenald Kasali. Ketika kita memiliki tren baru bersama untuk terus menghasilkan future practice, kitalah yang menentukan tren perubahan. Jack Ma datang dengan Alibaba-nya dan menjadi tren global. Padahal Jack Ma bukan siapa-siapa 10 tahun lalu. Mark Zuckerberg menghubungkan dunia dengan Facebook-nya. Kemudian Steve Chan, Chad Hurly, dan Jaweed Karim mendorong batasan biasa bisnis media dengan YouTube. Sekarang siapapun bisa menjadi artis, penyanyi, komedian, performer dan karakter hanya melalui Youtube. Perusahaan media tidak lagi membutuhkan konten. Hal ini membuat khawatir media televisi. CNN, NHK dan BBC tidak lagi bersaing, namun keduanya menghadapi pesaing baru yang sama sekali bukan media televisi, yaitu YouTube. Mereka adalah contoh praktik masa depan yang sukses, yang tentu saja selalu mencakup kreativitas tingkat tinggi. Masalah saat ini adalah bahwa orang umumnya masih dipandu oleh praktik terbaik, bukan praktik masa depan. Dengan kata lain, kita masih sibuk meniru orang lain. Kami selalu mencari referensi terlebih dahulu dan tidak berani mundur jika tidak ada referensi. Orientasi yang kuat pada praktik terbaik hanya akan membuat kita menjadi pengikut abadi. Akibatnya, sekalipun kita maju, kemajuan kita selamanya dibayangi oleh orang lain yang menjadi referensi.

Kedua, Future Practice hanya ada pada orang dengan Growth Mindset, bukan Fixed Mindset. Carol S. Dweck mempopulerkan istilah Growth Mindset. Orang dengan Growth Mindset selalu sadar bahwa dunia telah berkembang dan berubah, maka tidak ada kata lain selain berubah juga. Tidak ada yang namanya kegagalan baginya. Kegagalan dijadikan bahan pembelajaran selanjutnya untuk tumbuh dan berkembang. Di sisi lain, orang dengan mindset tetap selalu berpikir bahwa kegagalan adalah batasnya. Orang dengan mindset berkembang percaya bahwa mereka dapat berubah dan selalu ingin mencoba hal baru. Di sisi lain, orang dengan Pola Pikir Tetap fokus pada keterbatasan mereka dan melihat kemampuan setiap orang sebagai sesuatu yang tetap. Orang dengan mindset berkembang hidup penuh dengan pikiran positif dan optimisme. Sebaliknya, orang dengan mindset tetap hidup penuh dengan pikiran negatif dan pesimisme.

Ketiga, Growth Mindset biasanya dimiliki oleh orang-orang yang tergolong agile learner, pembelajar cerdas, cepat, dan terampil. Saat ini, tidak hanya peserta didik yang dibutuhkan, tetapi juga peserta didik yang cepat, cerdas, dan pandai. Orang yang mampu bertahan dan merespon perubahan selalu belajar dengan cepat, sehingga mudah beradaptasi dengan lingkungan baru apapun. Kami tidak tahu apa yang akan terjadi di tahun 2030. Namun dengan pola pikir agile learning, kami akan beradaptasi dengan cepat.

Keempat, tiga kosa kata di atas (Future Practice, Growth Mindset, Agile Learner) dapat dikembangkan melalui peran perguruan tinggi (PT). PT yang berorientasi pada lompatan inovatif terlebih dahulu harus diperkuat oleh mahasiswa dan dosennya, yang dicirikan oleh tiga kata kunci tersebut. Oleh karena itu, perguruan tinggi tidak memiliki cara lain untuk mencapai titik ini selain melakukan reformasi kurikulum dan menciptakan ekosistem baru yang mendorong tumbuhnya ketiga kunci tersebut di atas. Dengan kata lain, lompatan inovasi sebagai faktor penentu sejarah dunia baru sangat bergantung pada kekuatan PT. PT yang hebat menghasilkan inovasi yang hebat. Bisa jadi rendahnya tingkat inovasi global kita juga mencerminkan peran PT yang belum dan belum maksimal.

Fakta menunjukkan bahwa negara-negara besar mendikte lompatan besar dalam inovasi. Inovasi hebat ditentukan oleh PT. Oleh karena itu, pembenahan dan penguatan PT sangat penting untuk menjadi bangsa yang besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun