Mohon tunggu...
Pendeta Sederhana
Pendeta Sederhana Mohon Tunggu... lainnya -

Sederhana itu adalah sikap hati. Hati adalah kita yang sesungguhnya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membangun Penjara Bukanlah Solusi; Catatan Buat Pak Jokowi

24 Agustus 2016   19:03 Diperbarui: 24 Agustus 2016   19:12 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi :Penjara di Filipina; republika.co.id

Peringatan HUT RI ke-71 menjadi momen yang  menggembirakan bagi warga negara Indonesia. tak terkecuali dengan narapidana, sebanyak 82.015 narapidana mendapat remisi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk kasus narkoba, korupsi, terorisme, hingga tindak pidana umum lainnya.  Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan, remisi merupakan hak narapidana. “Di hari kemerdekaan ini kami memberikan remisi, karena mereka ini anak-anak bangsa seperti kalian. Tidak ada bedanya, tidak ada diskriminasi” kata Yasonna kepada wartawan usai memimpin Upacara HUT RI ke 71 di kantor Kemenkumham, Rabu (17/8).  

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan, jumlah tahanan dan narapidana di lembaga pemasyarakatan seluruh Indonesia hingga 11 Agustus 2016, tercatat ada 199.390 napi dan tahanan di penjara. Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana (napi) atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih tahanan, yakni orang yang  masih berada dalam proses peradilan dan belum divonis bersalah atau tidak oleh hakim

Di seluruh Indonesia, ada 477 unit lapas dengan kapasitas 119.500 orang. Hal itu berarti ada kelebihan kapasitas  hingga 80 ribu orang  atau 67 %. LP Cipinang,  salah satu yang mengalami kelebihan bahkan kelebihan kapasitasnya hingga 173 %. Dari kapasitas 1.084 menampung 2.959 napi ( April 2016). Terbanyak adalah napi kejahatan narkotik dengan jumlah sekitar 2.200 napi.

Entah apa yang ada di benak kita setelah memperhatikan angka-angka ini. Dan juga andai tidak ada remisi, seperti apa?

Sudah barang tentu mereka yang di penjara sangat  menderita, fisik dan psikis, walau tentu ada beberapa kasus yang mendapatkan perlakuan istimewa. Namun tentu, itu bukanlah alasan untuk mengabaikan bagian terbesar dari mereka, yang pada umumnya merupakan  anak bangsa dari kalangan menengah ke bawah. Ini merupakan produk sosial kita. Banyak dari mereka adalah juga korban,  korban sosial. Ada yang terjebak sebagai pengguna dan akhirnya ikut menjadi pengedar narkoba. Ada yang mencuri karena perut lapar, anak sakit, istri hendak melahirkan, anak butuh uang sekolah sementara tidak ada pekerjaan atau baru diphk. Ada yang membunuh karena gelap mata, ada yang menjadi nakal karena pengaruh lingkungan,  orang tuanya bercerai, hidup dalam kemiskinan, pengangguran sehingga mengakibatkan mereka terjerumus kedalam kejahatan.

Keseharian mereka tentulah banyak hal yang tidak mengenakkan, ada yang tidur bongkok, tidur  pakai kain buaian, ganti-gantian, bersesak-sesakan, berdesak-desakan. Belum lagi soal konsumsi makanan yang mereka dapat, sangat mungkin juga disunat, sehingga mereka hanya dan harus makan seadanya karena tidak adanya pilihan, yang sudah pasti membuat penderitaan mereka semakin bertambah di tahanan. 

Sudah barang tentu kondisi ini mengakibatkan tidak sedikit  napi yang meninggal karena sakit, atau memang sebelumnya sudah menderita sakit sebelum masuk penjara, dan ketika dalam penjara kondisi kesehatan mereka semakin parah karena kurangnya perawatan, rendahnya gizi makanan, serta buruknya sanitasi dalam lingkungan LP. Belum lagi  beredarnya obat-obatan terlarang di kalangan napi dan tahanan, yang pada akhirnya lembaga pemasyarakatan bukan lagi sebagai  tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan.

Apa sebenarnya yang membuat penjara penuh?

Banyaknya orang yang semestinya tidak harus masuk penjara namun akhirnya dimasukkan ke penjara. Namun sebaliknya, ada orang yang seharusnya dipenjarakan karena telah membuat banyak orang masuk penjara tetapi justru tidak dipenjara. Atau jika ia dipenjara, ia masih bisa membuat orang lain dikirim ke penjara.

Dua kejahatan yang menjadi sorotan adalah Narkoba dan Korupsi. Seorang atau sekelompok bandar bisa mengakibatkan puluhan ribu orang akhirnya masuk penjara. Bandar ini apabila kemudian dibacking oleh aparat menjadi semakin mudah menjalankan aksinya, sebagaimana yang saat ini ramai dibicarakan dengan adanya kesaksian Freddy Budiman kepada ketua KONTRAS Haris Azhar. Andai bandar ini tidak dibantu oleh aparat, kecil kemungkinan mereka bisa leluasa menjual dan mengedarkan barang haram itu, yang pada akhirnya kerjasama ini berhasil mengirim puluhan ribu orang ke penjara. Puluhan ribu orang ini kemudian harus diurusi oleh negara sesuai dengan masa hukumannya. Dan juga mereka harus dibina, supaya pada waktunya dikembalikan ke masyarakat. 

Namun fakta berbicara bahwa  lembaga pemasyarakatan, juga menjadi sarang peredaran narkoba, sehingga sangat tidak mungkin bisa dikategorikan lagi sebagai lembaga pembinaan atau lembaga pemasyarakatan. Sudah semestinya mereka-mereka yang mengirim puluhan ribu orang ke penjara ini dicari dan ditemukan untuk bisa menghentikan bertambahnya orang yang mereka kirim ke penjara. Jika orang-orang ini bisa ditemukan dan dihentikan, maka penjara tidak akan penuh seperti sekarang. Negara tidak perlu berpikir untuk membangun tambahan penjara. Negara tidak perlu menambah pegawai untuk mengurusi narapidana, negara tidak perlu mengeluarkan biaya makan, perawatan, pembinaan untuk puluhan bahkan ratusan ribu orang setiap hari, yakni mereka-mereka  yang ada di penjara.

Kita baca kutipan berita koran ini :

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan sebagian harta terdakwa pencucian uang M Nazaruddin dirampas untuk negara.  Harta mantan anggota DPR yang juga bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu dianggap berasal dari korupsi. Sebelumnya jaksa menuntut agar Rp 600 miliar harta Nazaruddin disita. Menurut Jaksa KPK Kresno Anto Wibowo, harta yang dirampas itu diperkirakan Rp 550 miliar.  "Kami memang belum menghitung dan mendapatkan jumlah pasti. Yang pasti, perhitungan secara kasar sekitar (Rp 550 miliar) itu," kata  Kresno di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (15/6). Anda bisa bayangkan, seorang bendahara partai penguasa, partainya presiden Republik Indonesia ketika berkuasa, bisa menimbun uang dengan korupsi hingga 550 Milyar.

Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman 13 tahun penjara  kepada Mantan Bupati Bangkala periode 2003-2013 Fuad Amin. Maka harta Fuad Amin sebesar Rp 250 miliar akan turut disita sesuai dengan putusan PT Jakarta, karena harta tersebut terbukti berasal dari hasil kejahatan korupsi yang dilakukannya.

Itu baru contoh dua kasus yang terungkap, kita tidak tahu ada berapa kasus yang barangkali nilainya bisa puluhan, ratusan, hingga ribuan kali lipat di seluruh Indonesia.

Dua orang ini tentu dan sudah pasti telah mengirimkan banyak orang ke penjara. Andai uang sebesar itu tidak dikorupsi tetapi dipakai untuk menyejahterakan masyarakat, tentu tidak akan banyak masyarakat miskin, tidak punya usaha dan pekerjaan, sehingga terpaksa harus mencuri, merampok, bahkan bisa juga ikut korupsi karena melihat atau mengetahui praktek yang sangat tidak adil ini.

Baru kemarin kita dengar berita bahwa Gubernur Sulawesi Tenggara ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap. Berdasarkan informasi yang dihimpun hasil temuan PPATK terdapat transaksi mencurigakan sebesar USD. 4,5 juta di rekening milik Nur Alam. Uang tersebut diduga berasal dari pengusaha tambang asal Taiwan bernama Mr Chen.

Politikus Gerindra Mohamad Sanusi didakwa melakukan pencucian uang sebesar Rp 45,28 miliar. Jaksa penuntut umum dari KPK menyatakan harta tersebut merupakan hasil korupsi saat menjabat sebagai anggota Dewan DKI Periode 2009-2014 dan Ketua Komisi D Dewan DKI Periode 2014-2019.

Anda coba bayangkan, berapa orang yang akhirnya harus masuk penjara karena ketidak adilan ini? Dan anda pasti tahu, ada ratusan, bahkan bisa jadi ribuan kejadian seperti ini yang tidak terungkap. Sebagai akibatnya, masyarakat, anak bangsa yang lain, oleh karena ketidakadilan ini terpaksa atau terjerumus untuk melakukan kejahatan, karena apa yang seharusnya menjadi hak mereka diambil paksa oleh mereka-mereka yang memiliki kuasa dan kedudukan seperti orang-orang di atas.

Dan anda tahu siapa yang paling berperan dalam ketidakadilan sosial yang pada akhirnya mengirim banyak orang ke penjara? Andai mereka-mereka dan orang-orang yang berniat mengikuti perilaku mereka  ini dihentikan, maka penjara tidak akan penuh. Sudah waktunya pemerintah/negara berhenti berpikir untuk membangun penjara. Itu bukan solusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun