Mengais rejeki pun banyak caranya, misal petugas parkir di halaman depan pasar, mengatur parkir mobil dan motor dengan berseragam, mereka menjaga sepeda motor yang diparkir, agar tidak mengganggu kendaraan atau pengguna jalan lain, lewat jasanya dibayar Rp 2000 untuk bayar parkir motor atau mobil.
Juru parkir menaruh alas berupa bahan kardus di jok sepeda motor pembeli, sehingga jok motornya tidak kepanasan saat kena sengatan sinar matahari.Â
Begitu pula dengan pemusik angklung, mereke serombongan saling berbagai peran, sehingga bunyi angklung menjadi nada yanhg menarik dengan lagu cirebonan, menjadikan para pedagang pun memberikan uang receh seribu ada juga dua ribu, bahkan ada beberapa pembeli di pasar ikut memberikan uang recehnya kepada mereka.Â
Uang recehan seribu atau dua ribu saat dikumpulkan lumayan bisa untuk sarapan pagi, minimal bisa untuk makan dan minum tim angklung dengan nasi bungkus dan teh manis tawar, baginya asal obah rejeki akan dapat.

Bahkan ada juga pengais rejeki dengan memakai kostum boneka lalu bawa gelas aqua, sambil menyanyikan lagu, belum selesai lagunya, sudah dapat recehan yang ditaruh di gelas tersebut rata-rata Rp 500,-Â
Lokasi pasar bagi mereka adalah lokasi yang cocok, selain banyak orang, merekalah pemberi rejeki selama ini dipagi hari. Semua saling berbagi agar aktivitas hidup mereka saling mengisi.Â
Supir angkutan desa pun tersenyum manis manakalah mengangkut barang pedagamg termasuk saat mereka pulang ke rumah, akan memanfaatkan mobil angkutnya untuk mempermudah mengantarkan barang ke pasarnya, tentunya sudah menghitung biaya langganan karena tiap hari akan selalu datang ke pasar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI