Mohon tunggu...
Kawe Shamudra
Kawe Shamudra Mohon Tunggu... wiraswasta -

seorang peladang yang di sela-sela kesibukannya mengolah lahan selalu menyempatkan menulis catatan harian. Saat ini sedang menulis buku "Silurah Desa Tua".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Firasat Selembar Foto

19 Januari 2014   06:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:41 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Malam ini Zaenal menyodorkan foto Fatima berukuran 3x4. Menatap facelembut ini, aku teringat wajah elok artis Jepang, entah siapa namanya.Fatima adalah putri Bu Zakiah, guru madrasah. Ia laksana mawar mekar penebar wangi. Para kumbang berlomba memetiknya meski ada duri di sisinya.

“Ambil saja, kawan” kata Zaenal.

“Foto ini untukku?” tanyaku heran.

“Ya, sekalian ambil orangnya juga taka pa-apa. Sekarang, antara aku dan dia tak ada urusan apa-apa. Putus, tus!”

Orang sekampung tahu, Zaenal adalah putra Mbok Tie, dukun beranak terkenal itu. Tak ada yang menduga, hubungan cinta Zaenal dengan Fatima kandas tanpa alasan jelas. Rumor yang beredar, Fatima punya pacar baru, seorang pemuda asal Desa Luar. Namun keluarganya menentang keras hubungan mereka. Gara-gara ketahuan berkencan, Fatima dicaci dan dihajar habis-habisan oleh seluruh anggota keluarga.

“Ata, mungkin jika kamu yang memacari, orang tuanya merestui. Kamu kan pemuda alim. Tidak brangasan seperti aku,” kata Zaenal.

Disebut pemuda alim, dadaku merekah, namun seketika itu pula teringat peribahasa lokal yang dihapal warga secara turun-temurun yakni Alim Kucing. Ini peribahasa paling pendek yang pernah kukenal. Biasanya diungkapkan untuk mengutuk seseorang yang suka memamerkan kesalehan hanya lewat penampilan lahiriyah. Orang demikian disamakan dengan kucing yang suka tampil manis di depan tuannya, namun giliran tuannya lengah, seluruh ikan dalam almari disikat habis. Kucing pun pintar menutupi kebusukannya sendiri dengan menimbun kotorannya.

“Aku mau serius, Nal. Tak sekadar cari pacar sementara, tapi pacar seumur hidup.” sergahku.

“Iya aku tahu. Umurmu makin tua. Ibumu juga ingin segera menimang cucu.”

Tapi, Fatima mau sama aku nggak ya?

Jelasnya langsung tembak saja, entar keduluan orang. Siapa tahu dia jodohmu dunia akhirat.”

“Ehm, gimana ya?”

“Kamu suka gak sama dia.”

“Suka sih, tapi aku tak punya pengalaman mencolek perempuan.”

“Begitu saja pusing. Kamu kan jago bikin puisi. Ungkapkan saja perasaanmu lewat puisi. Tulis di kertas yang wangi, kirim ke dia, beres kan?”

Nal, kamu yakin Fatima belum punya pacar?”

Ya embuh. Memang banyak laki-laki yang suka dia, tapi yang serius sepertinya belum ada. Menurutku, baiknya sihdekati saja kelinci cantik itu diterkam musang. Saat ini Fatima butuh penolong. Cepatlah melangkah, kawan!

* * *

Malam hari biasanya Fatima nonton tivi di rumah Mbak Lina, tetangga sebelah. Tahun 1990-an, belum banyak warga yang punya televisi berwarna. Dukuh Karangkoan tahun 1990-an belum banyak disentuh teknologi.Satu-satunya media hiburan paling murah hanyalah televisi. Dari lusinan kepala keluarga,hanya beberapa gelintir orang yang punya layar kaca. Satu dari mereka yang rela tv-ya ditonton tetangga adalah Mbak Lina. Hampir tiap malam rumah Mbak Lina dipenuhi warga, tua maupun muda.Kami rela duduk berdesakan di lantai.

Acara paling disukai saat itu adalah sinetron Sitti Nurbaya yang dibintangi Novia Kolopaking dan Gusti Randa. Sinetron tersebut diadaptasi dari novel karya Marah Rusli yang terbit pertama pada 1922. Menceritakan jalinan cinta antara Samsulbahri dan Sitti Nurbaya yang kandas. Samsu dan Sitti Nurbaya adalah sepasang remaja teman sekelas, merupakan anak dari bangsawan Sutan Mahmud Syah dan Baginda Sulaiman. Mereka saling memendam perasaan cinta dan baru mengakui setelah Samsu hendak ke Batavia (Jakarta) untuk melanjutkan pendidikannya. Sebelum berpisah keduanya berkencan di sebuah perbukitan.Tingkah keduanya diketahui ayah Nurbaya, maka Samsu dikejar dari Padang dan pergi ke Batavia.

Sementara, Datuk Meringgih, yang iri atas kekayaan Sulaiman berusaha menjatuhkannya. Kekayaan milik Sulaiman dilenyapkan oleh anak buah Meringgih hinggaSulaiman terbelit hutang pada Meringgih. Saat ditagih, Nurbaya yang disodorkan untuk menjadi istri dengan syarat hutangnya dianggap lunas. Meringgih setuju.

Karena muak dengan sikap Meringgih yang kasar,Nurbaya berusaha menyusul Samsu ke Batavia dan cinta keduanya bersemi kembali. Suatu ketika Nurbaya menerima surat dari kampung halamannya, bahwa ayahnya telah meninggal, Nurbaya pulang ke Padang. Namun tragis, dia meninggal setelah makan kue yang ternyata telah diberi racun oleh anak buah Meringgih. Begitu tahu kekasihnya meninggal,Samsu berusaha bunuh diri di taman umum, namun gagal.

Sepuluh tahun kemudian, Meringgih memimpin suatu revolusi melawan pemerintah Hindia Belanda sebagai protes atas kenaikan pajak. Tanpa diduga, Samsu ternyata menjadi prajurit di bawah pimpinan Belanda dan menyamar dengan nama Letnan Mas. Samsu berhasil membalas dendam dan membunuh Meringgih, tetapi dia sendiri terluka berat. Setelah bertemu dengan ayahnya dan memohon maaf, Samsu meninggal.

Cerita itu berhasil mengaduk-aduk emosi penonton. Mereka hanyut dalam suasana iba dengan nasib Nurbaya dan Samsu. Sebaliknya, mereka dongkol dengan kelakuan Datuk Meringgih seolah ingin melenyapkan dan mencincang laki-laki congkak itu.

***

Aku hapal sandal milik para penonton. Sebelum masuk rumah Mbak Lina, mataku mencermati deretan sandal di depan pintu. Jika ada sandal milik Fatima, kami langsung masuk meskipun acara tv tidak menarik. Tujuannya satu: berdekatan dengan Fatima.

***

Malam itu, di halaman rumah Mbak Lina, kutunjukkan selembar foto di hadapan Fatima. Sontak ia bangkit dari duduknya dan berusaha merebut dari tanganku. Aku berkelit.

“Dari mana kamu mendapatkan foto ini?” tanyanya.

“Dari seseorang,” jawabku santai.

“Seseorang siapa? Cepat serahkan padaku!”

“Pokoknya seseorang.”

“Ayo cepat serahkan!”

“Foto ini akan kusimpan dalam dompet.”

“Aku tak rela. Kamu tak berhak menyimpan fotoku.”

“Benarkah kau tak rela?”

“Sungguh! Ayo serahkan padaku!”

Dari kejadian tersebut, aku berkesimpulan, Fatima bukanlah jodohku. Mungkin dia sudah punya pilihan lain. Maka foto itu kuserahkan.

Sadis! Foto hitam putih itu langsung dirobek-robek di depanku. Serpihan-serpihannya dibanting ke tanah dan diinjak-injak sendiri.

Fatima! Kenapa kaurobek-robek?” tanyaku heran.

“Biarkan...” sahut Fatima tanpa beban.

Dua pekan setelah kejadian itu, Fatima tidak muncul di rumah Mbak Lina.Tersiar kabar, Fatima kena penyakit liver. Beberapa kali berobat ke dokter, namun penyakitnya makin parah.

Suatu sore aku bertemu Fatima di sebuah pertigaan jalan, sedang membelibakso Mbah Amed. Mbah Amad adalah pedagang bakso keliling yang rajin mengunjungi kampung kami. Kulihat wajah Fatima pucat, tubuhnya kurus.

“Traktir dong...ah, tidak ding.selorohnya padaku.

Itulah kalimat terakhir yang kudengar dari Fatima. Beberapa hari kebudian tersiar kabar, Fatima meninggal dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun