Mohon tunggu...
Pena Kusuma
Pena Kusuma Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum

Saya adalah content writer yang berfokus pada penulisan seputar Sains, Teknologi, Engineering, dan Matematika (STEM), serta update terkini mengenai dunia militer dan geopolitik. Mohon doanya juga, insyaallah saya bisa lolos sekali tes dalam seleksi PAPK TNI tahun 2027.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Trump Gagal Bendung China, Strategi Ekspor AS Justru Jadi Bumerang Teknologi

10 Oktober 2025   22:32 Diperbarui: 10 Oktober 2025   22:32 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Xi Jinping dan Donald Trump saat bertemu. (AP Photo/Andy Wong, File/CNBC Indonesia) 

Upaya panjang Amerika Serikat membatasi kebangkitan teknologi China akhirnya berbalik arah. Sebuah laporan resmi dari House Select Committee on the Strategic Competition DPR AS mengungkap bahwa meskipun didera larangan ekspor, perusahaan-perusahaan China justru semakin agresif membeli peralatan manufaktur chip bernilai tinggi dari sekutu-sekutu AS.

Laporan bertajuk "Selling the Forges of the Future" itu menemukan bahwa pada tahun 2024 saja, pembelian peralatan semikonduktor oleh pabrikan China mencapai US$38 miliar---sekitar 39% dari total penjualan lima raksasa pembuat alat global: Applied Materials, Lam Research, KLA, ASML, dan Tokyo Electron. Angka tersebut melonjak 66% dibandingkan dua tahun sebelumnya, saat pembatasan ekspor mulai diperketat.

Menariknya, Komite DPR AS menegaskan tidak ada indikasi pelanggaran hukum oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Semua transaksi dilakukan secara legal, memanfaatkan celah dalam kebijakan ekspor yang berbeda-beda antara AS, Belanda, dan Jepang. Perbedaan teknis dan prosedural inilah yang memungkinkan China memperoleh alat-alat canggih tanpa melanggar aturan internasional.

China memang dilarang membeli mesin litografi Extreme Ultraviolet (EUV) yang digunakan untuk chip generasi paling maju. Namun, mesin Deep Ultraviolet (DUV)---yang masih sangat mumpuni untuk banyak aplikasi seperti kecerdasan buatan (AI), kendaraan pintar, hingga sistem militer---tidak sepenuhnya dilarang.

Perbedaan aturan antarnegara membuat celah semakin lebar. Belanda dan Jepang, dua sekutu utama AS dalam rantai pasok semikonduktor, punya interpretasi berbeda tentang batas teknologi yang boleh dijual. Beberapa peralatan bahkan dijual melalui anak perusahaan atau perantara yang tidak termasuk dalam daftar hitam Departemen Perdagangan AS (Entity List).

Selain itu, kebijakan ekspor AS berbasis "entitas tertentu" masih memberi ruang bagi perusahaan China yang belum tercantum untuk melakukan transaksi. Beberapa perusahaan bahkan memperoleh lisensi ekspor khusus dari Bureau of Industry and Security (BIS). Dengan kata lain, China bermain di area abu-abu yang masih sah secara hukum.

Peneliti senior dari Foundation for Defense of Democracies, Craig Singleton, menyebut situasi ini sebagai tanda bahwa China "sedang menulis ulang rantai pasoknya sendiri."

Pemerintah Beijing memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat self-reliance teknologi. Investasi besar-besaran dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan dana pemerintah membuat industri semikonduktor nasional tetap hidup meski terisolasi dari akses langsung ke teknologi AS.

Data dari Komite DPR menunjukkan bahwa sebagian besar pendapatan perusahaan alat tersebut kini berasal dari pesanan perusahaan milik negara China. Dengan strategi itu, China tidak hanya bertahan dari tekanan, tapi juga mempercepat kemandirian teknologinya.

Pakar di Center for Strategic and International Studies (CSIS) menilai kebijakan ekspor yang dirancang untuk menekan China justru menimbulkan efek ganda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun