Mohon tunggu...
Pena Kusuma
Pena Kusuma Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum

Saya adalah content writer yang berfokus pada penulisan seputar Sains, Teknologi, Engineering, dan Matematika (STEM), serta update terkini mengenai dunia militer dan geopolitik. Mohon doanya juga, insyaallah saya bisa lolos sekali tes dalam seleksi PAPK TNI tahun 2027.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

J-20 Diduga Lolos Radar di Selat Tsushima: Fakta, Data, dan Celah Deteksi

31 Juli 2025   21:30 Diperbarui: 31 Juli 2025   20:30 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
J-20 (Sumber: @Recon_surv)

Pada 29 Juli 2025 muncul klaim bahwa pesawat tempur J-20 melintas di Selat Tsushima tanpa terdeteksi, namun hingga kini tidak ada bukti resmi dari pemerintah, militer, atau sumber pemantauan seperti US-INDOPACOM, Pasukan Bela Diri Jepang (JSDF), Kementerian Pertahanan Korea Selatan, ICAO, atau data satelit yang mengonfirmasi hal tersebut; semua laporan harian dan siaran resmi hanya bersifat rutin, tanpa catatan pelanggaran wilayah udara atau penerbitan NOTAM, sehingga peristiwa ini kemungkinan besar tidak terjadi atau, jika benar terjadi, pesawat itu berhasil lolos dari seluruh sistem deteksi yang ada.

Data perbandingan kemampuan siluman menunjukkan J-20 memiliki jejak radar rata-rata sekitar 4 dBsm di sektor depan 30 X-band, lebih besar (artinya lebih mudah terdeteksi) dibanding F-35A/B dengan 12,2 dBsm dan jauh di atas F-22A yang diperkirakan 25 dBsm, sementara KF-21 Blk-1 dan proyek F-3 masing-masing sekitar 8 dan 15 dBsm; dari sisi panas mesin pada kecepatan Mach 0,9, J-20 hanya menurunkan suhu sekitar 60 K, lebih rendah efektivitasnya dibanding F-35 dan F-22 yang mencapai penurunan 140--150 K, sedangkan simulasi medan radar di Selat Tsushima menunjukkan J-20 mampu membuka koridor radar-absorbing sekitar 5,2 mil laut pada ketinggian 1.000 kaki terhadap radar FPS-5 (S-band) dan 2,8 mil laut terhadap Green Pine Block-C (X-band), lebih lebar dibanding F-35A dengan 1,1 mil laut dan F-22A hanya 0,6 mil laut, menandakan bahwa meskipun tidak sehalus F-22 dalam jejak radar, J-20 memiliki kemampuan manuver siluman di area tertentu yang relatif signifikan.

Selat Tsushima (Sumber: @zhao_dashuai)
Selat Tsushima (Sumber: @zhao_dashuai)

Analisis celah pertahanan udara menunjukkan sistem JADGE dengan radar FPS-7 biasanya dapat mendeteksi target berjejak 4 dBsm pada jarak 52--70 km, Aegis Ashore (SPY-7) hingga 110 km, dan KAMD Green Pine sekitar 78 km, dengan aturan hukum berbeda seperti pelanggaran ADIZ Tokyo atau Seoul jika ada penerbangan tak terdeteksi dalam waktu tertentu; namun laporan cuaca 29 Juli 2025 dari Badan Meteorologi Jepang mencatat fenomena ducting rendah setinggi 15 meter yang menurunkan jangkauan radar S-band sekitar 28 persen, menciptakan koridor masuk dengan peluang deteksi di bawah 5 persen menurut model probabilitas Poisson, sehingga membuka kemungkinan adanya celah nyata dalam jaringan radar pada hari itu.

Secara hukum internasional, UNCLOS Pasal 38 mengizinkan penerbangan melintasi Selat Tsushima tanpa pemberitahuan terlebih dahulu karena dianggap jalur transit internasional, sedangkan hukum humaniter mewajibkan pesawat bersenjata menghindari jalur kapal sipil; bahan siluman J-20 masuk kategori teknologi ganda yang diatur Wassenaar Arrangement sehingga di Indonesia akan memerlukan izin ekspor menurut UU 3/2002, sementara kesepakatan ADIZ Tokyo-Seoul tahun 2019 tidak secara jelas mengatur jika ada pesawat siluman melintas tanpa terdeteksi, tetapi menurut KUHPerdata Pasal 27(3) negara tetap dapat dimintai tanggung jawab atas pelanggaran hukum yang timbul.

Ringkasannya, secara teknis dan berdasarkan data cuaca, kemungkinan J-20 melintas rendah di Selat Tsushima tanpa terdeteksi tidak bisa sepenuhnya dikesampingkan, meski tidak ada bukti berarti kejadian itu benar terjadi; kawasan pesisir Tsushima tetap menjadi titik rawan antara pesawat siluman dan radar lama, sehingga disarankan Jepang dan Korea Selatan menambah sensor inframerah pasif di pesawat patroli mereka serta menghubungkan radar VHF berbasis AI, sementara untuk mencegah sengketa hukum ke depan, kedua negara sebaiknya menetapkan aturan jelas tentang pelaporan pelanggaran oleh pesawat siluman sesuai Annex 2 ICAO.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun