Pada 20 Maret 2025, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) secara resmi menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mengubah Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pengesahan ini menandai momen penting dalam sejarah legislatif Indonesia, namun juga memicu perdebatan luas terkait perluasan peran dan kewenangan TNI. Kritik utama muncul dari kekhawatiran akan potensi intervensi militer ke dalam ranah sipil, yang dianggap dapat mengancam prinsip demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang sehat. Perubahan ini, meskipun dimaksudkan untuk memperkuat kapasitas pertahanan, menimbulkan pertanyaan serius tentang keseimbangan kekuasaan dan dampaknya terhadap struktur pemerintahan Indonesia.
RUU TNI menegaskan bahwa kedudukan TNI tetap berada di bawah presiden dalam hal penempatan dan penggunaan kekuatan militer (Pasal 3), yang menjamin kontrol sipil atas operasi militer sekaligus memperjelas rantai komando untuk perencanaan pertahanan strategis. Tugas utama TNI diperluas dari 14 menjadi 16, mencakup tanggung jawab baru seperti penanganan ancaman siber, perlindungan warga negara dan kepentingan nasional di luar negeri, penanggulangan kejahatan transnasional, serta dukungan terhadap proyek pembangunan nasional, yang mencerminkan dinamika lanskap keamanan global dan kebutuhan untuk mengatasi ancaman non-tradisional. Selain itu, personel TNI aktif kini dapat menduduki jabatan sipil di 14 kementerian dan lembaga, meningkat dari sebelumnya 10 (Pasal 47), termasuk di sektor kritis seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut, dan Kejaksaan Agung, yang bertujuan memanfaatkan keahlian militer di bidang yang memerlukan pengetahuan keamanan khusus sambil mempertahankan pengawasan sipil. Usia pensiun personel militer juga mengalami penyesuaian, dengan prajurit dan tamtama naik menjadi 55 tahun (dari 53), perwira hingga pangkat kolonel menjadi 58-60 tahun (dari 58), serta perwira tinggi, khususnya jenderal bintang empat, yang dapat memperpanjang masa dinas hingga 63 atau 65 tahun tergantung kebijakan presiden, sebagai respons terhadap peningkatan harapan hidup dan kebutuhan mempertahankan pemimpin berpengalaman dalam menghadapi tantangan keamanan yang semakin kompleks.
Pengesahan RUU TNI memicu reaksi publik yang kontroversial, ditandai dengan perdebatan sengit dan aksi protes. Para kritikus menilai bahwa amandemen ini berpotensi mengikis supremasi sipil dan merongrong prinsip-prinsip demokrasi, dengan argumen bahwa seharusnya TNI berkonsentrasi pada penanganan ancaman eksternal alih-alih terlibat dalam urusan internal. Beberapa kekhawatiran utama yang muncul meliputi kemungkinan kembalinya fungsionalitas ganda militer, suatu ciri khas politik Indonesia pada era Orde Baru, yang dianggap dapat memicu penyusupan militer ke dalam ranah sipil. Selain itu, ekspansi peran TNI ini juga dikhawatirkan akan mengancam supremasi sipil dan memicu kemunduran dalam proses demokratisasi, menimbulkan pertanyaan serius tentang keseimbangan kekuasaan dan masa depan tata kelola pemerintahan di Indonesia. Proses legislasi RUU TNI sendiri diawali dengan rapat kerja antara pemerintah dan DPR RI pada 18 Maret 2025, yang dihadiri oleh tokoh-tokoh kunci seperti Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto. Seluruh fraksi partai politik menyatakan dukungannya terhadap rancangan undang-undang tersebut, dengan pemerintah dan DPR RI menegaskan bahwa penguatan peran TNI merupakan kebutuhan mendesak untuk menghadapi ancaman keamanan non-konvensional seperti perang siber dan terorisme. Mereka menekankan bahwa undang-undang ini dirancang untuk meningkatkan efektivitas militer dalam menjawab tantangan keamanan yang semakin kompleks, sambil tetap menjaga prinsip supremasi sipil.
Revisi Undang-Undang TNI akan mulai berlaku setelah menyelesaikan proses administrasi dan diundangkan oleh pemerintah. Implementasinya memerlukan penyusunan peraturan pelaksana untuk mengoperasionalkan ketentuan baru, terutama terkait perluasan peran sipil bagi personel TNI dan penyesuaian usia pensiun. Pengesahan RUU TNI menandai momen penting dalam reformasi tata kelola militer Indonesia, dengan tujuan memodernisasi kapabilitas TNI dalam menghadapi tantangan keamanan kontemporer. Namun, pelaksanaannya harus dilakukan secara hati-hati untuk memastikan prinsip demokrasi dan kontrol sipil atas militer tetap terjaga. Beberapa bulan ke depan akan menjadi periode krusial untuk mengamati bagaimana perubahan hukum ini diimplementasikan dalam praktik, serta apakah keseimbangan antara kebutuhan keamanan nasional dan nilai-nilai demokrasi dapat dipertahankan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI