Mohon tunggu...
Pena Kusuma
Pena Kusuma Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum

Saya adalah content writer yang berfokus pada penulisan seputar Sains, Teknologi, Engineering, dan Matematika (STEM), serta update terkini mengenai dunia militer dan geopolitik. Mohon doanya juga, insyaallah saya bisa lolos sekali tes dalam seleksi PAPK TNI tahun 2027.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menguak Konflik Kewenangan: Jaksa vs Kepolisian dalam RUU KUHAP dan RUU Kejaksaan

14 Februari 2025   18:37 Diperbarui: 14 Februari 2025   18:37 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskusi Perubahan RUU KUHAP (Sumber: Dokumentasi Universitas Merdeka Malang) 

Dalam seminar bertajuk Harmonisasi serta Sinkronisasi RUU Kejaksaan dan RUU KUHAP yang diselenggarakan pada Rabu, 12 Februari 2025, di Universitas Merdeka Malang, berbagai narasumber yang terdiri dari pakar hukum, akademisi, dan mahasiswa membahas perubahan dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dan RUU Kejaksaan. Fokus utama diskusi adalah potensi tumpang tindih kewenangan antara jaksa dan kepolisian serta dampaknya terhadap sistem peradilan pidana di Indonesia. Para peserta seminar menyampaikan kritik dan kekhawatiran mengenai dampak perubahan ini terhadap keterpaduan dan keadilan sistem hukum yang telah ada. Melalui seminar ini, diharapkan muncul pemahaman yang lebih mendalam mengenai kompleksitas isu tersebut dan pentingnya mencari solusi yang harmonis bagi integritas sistem peradilan pidana di Indonesia.

Menurut Dr. H. Setiyono, S.H., M.H., seorang pemateri dalam seminar, perubahan yang diusulkan dalam RUU KUHAP yang memungkinkan jaksa untuk menerima laporan masyarakat dan melakukan penyidikan sendiri berpotensi menimbulkan ketidakseimbangan dalam sistem peradilan pidana. Ini dianggap bertentangan dengan prinsip distribusi kewenangan yang ditetapkan dalam KUHAP dan dapat merusak keterpaduan sistem hukum yang telah dijaga selama ini. Setiyono juga menyoroti kekhawatiran terkait peningkatan wewenang kejaksaan melalui asas dominus litis dalam RUU Kejaksaan, yang memberikan kejaksaan kendali penuh atas kelanjutan perkara, termasuk penyelesaian di luar pengadilan melalui diskresi penuntutan dan restorative justice. Walaupun langkah ini dapat meningkatkan efisiensi hukum, kekuasaan yang besar ini berpotensi menciptakan ketimpangan hukum dan membatasi hak masyarakat untuk mendapatkan keadilan yang transparan.

Dr. Setiyono mengkritik pasal dalam UU Kejaksaan yang mensyaratkan pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, dan penahanan terhadap jaksa harus dengan izin Jaksa Agung, karena bertentangan dengan prinsip equality before the law. Menurutnya, keistimewaan ini dapat menghambat penegakan hukum yang adil dan akuntabel. Kritik serupa disampaikan oleh Ahmad Agus Muin, S.H., yang menyoroti perluasan asas dominus litis dalam RUU Kejaksaan. Menurut Muin, perluasan ini berpotensi menimbulkan abuse of power dan mengganggu prinsip keadilan serta transparansi dalam sistem hukum. Selain itu, ia mengkritik frasa "bantuan hukum" dalam RUU KUHAP yang dinilai memiliki banyak tafsir, sehingga ketidakjelasan definisi ini dapat menimbulkan kebingungan dalam penerapannya dan merugikan pihak yang membutuhkan bantuan hukum.

Diskusi Perubahan RUU KUHAP (Sumber: Dokumentasi Universitas Merdeka Malang) 
Diskusi Perubahan RUU KUHAP (Sumber: Dokumentasi Universitas Merdeka Malang) 

Yogi Syahputra Alaydrus, salah satu narasumber, menekankan pentingnya mahasiswa dalam mengawasi proses legislasi dan mengkritisi RUU KUHAP serta RUU Kejaksaan. Sebagai generasi muda yang akan menjadi penerus profesi hukum, mahasiswa diharapkan berpikir kritis dan aktif terlibat dalam pembuatan undang-undang agar sesuai dengan kepentingan publik. Yogi juga mengingatkan agar mahasiswa tetap berpegang pada prinsip-prinsip hukum yang baik, memastikan produk hukum yang dihasilkan adil dan transparan. Peran mahasiswa sebagai pengawal undang-undang sangat krusial untuk menjaga integritas dan kualitas sistem hukum di Indonesia.

Seminar ini berfungsi tidak hanya sebagai wadah kritik, tetapi juga sebagai dorongan untuk membentuk sistem hukum yang lebih adil dan baik. Melalui sesi tanya jawab, peserta diajak memahami lebih dalam kompleksitas isu-isu dalam RUU KUHAP dan RUU Kejaksaan. Acara ini juga diselingi dengan penampilan tarian Nusantara dan pembacaan doa yang menambah kekhidmatan. Menutup seminar, Ketua Pelaksana, Moh Nur Fazrur Rahman Dalu, berharap hasil diskusi bisa menjadi masukan berharga bagi pembuat kebijakan, sehingga proses legislasi dapat berjalan transparan dan mengutamakan kepentingan publik.

Perubahan yang diusulkan dalam RUU KUHAP dan RUU Kejaksaan dapat menyebabkan tumpang tindih kewenangan antara jaksa dan kepolisian, serta risiko ketidakseimbangan dalam sistem peradilan pidana. Kritik dari para narasumber serta partisipasi aktif mahasiswa dalam mengawasi proses legislasi menjadi langkah penting untuk menjamin terciptanya sistem hukum yang adil dan transparan. Seminar ini menunjukkan bahwa kolaborasi antara akademisi, praktisi hukum, dan generasi muda sangat diperlukan untuk menjaga integritas sistem hukum di Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun