Mohon tunggu...
Adriansyah Abu Katili
Adriansyah Abu Katili Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo.

Saya dosen pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Memiliki hobi membaca dan menulis. Saya membaca buku fiksi maupun non fiksi dan puisi. Saya juga suka menulis, baik tulisan ilmiah, ilmiah populer, fiksi, dan puisi.,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Guru

28 April 2024   09:13 Diperbarui: 28 April 2024   09:20 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: https://www.bing.com/images/create

"Apa? Kau kira Tuhan itu anak muda dan selalu kasmaran?"  Reaksinya sangat marah. "Alquran adalah kitab suci, firman Tuhan yang wajib dibaca. Camkan itu. Jangan coba-coba melecehkan Alquran dengan jawaban ngawur seperti itu. Kalian akan dibakar di neraka."

Sejak itu aku selalu mendengarkan dokrin-dokrin yang sangat menakutkan, Tentang Tuhan yang akan membakar setiap hambanya setiap ada kesalahan sedikit saja. Dalam kata-kata pak guru itu, Tuhan menjelma menjadi monster yang sangat menakutkan. Penguasa yang tidak ramah, tidak penyayang, yang selalu siap dengan api yang membakar.

Lama kelaman aku merasa bahwa sang guru inilah neraka yang sebenarnya. Dia membawa suasana kelas yang penuh indokrinasi, neraka, penjaga neraka yang kejam. Aku merasa bahwa dia telah mengambil alih posisi Tuhan, menjadi penentu seseorang masuk neraka atau syurga. Sementara Tuhan yang aku tahu sebagaimana kata Bismillahirrahmanirrahim, adalah Tuhan yang maha pengasih dan penyayang.

Suatu ketika aku mengatakan kepadanya bahwa zikir itu laksana lantunan musik yang sangat menyejukkan jiwa. Murkanya bangkit laksana harimau marah. "Siapa yang mengajarimu kata-kata yang durjana itu? Apa ada ajaran yang mengatakan zikir itu musik? Kau tahu, ha? Bahwa musik itu haram, sekali lagi haram. Jangan coba-coba samakan zikir yang suci dengan benda haram najis itu."

Aku shok berat. Aku adalah penggemar music. Aku suka memainkam musik. Kini aku dikatakan suka barang najis.

Aku suka memperhatikan jubah putihnya. Katanya meniru Nabi.  Aku yang suka berpikir bebas kadang-kadang berpikir bahwa seandainya Nabi itu orang Gorontalo, pasti Pak Guru ini akan mengenakan baju karawo. Dan kalau Nabi itu orang Jawa, pasti Pak Guru ini akan mengenakan blankon dalam kesehariannya. Karena Nabi orang Arab pasti beliau yang mulia mengenakan baju Arab, jubah dan sorban. Tidak mungkin beliau yang mulia mengenakan karawo atau blankon. Pak Guru ini ingin meneladani Nabi. Sayang hanya model pakaiannya. Bukan sifat arifnya.


Sekolah kami berada dekat jalan. Sekali-kali lewat kenderaan dengan bunyi musik yang agak keras. Aku memperhatikan bahwa jari-jari  Pak Guru ini dam-diam bergerak-gerak mengikuti irama musik itu. Aku tersenyum dalam hati. Pak Guru ini tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa dalam alam bawah sadarnya dia sebenarnya suka musik juga. Namun karena dokrin yang dia ikuti mengatakan bahwa musik haram maka dia mendokrinkan bahwa music itu haram.  Aku menilai bahwa dia tidak bisa menyatukan hati, kata, dan perbuatan.

Waktu berlalu, suatu saat Pak Guru ini meninggal dalam suatu kecelakaan  lalulintas. Jangan kalian berpikir bahwa aku pernah menyumpahinya agar cepat masuk tahap game over. Bagi aku menyumpahi seseorang agar celaka itu adalah perbuatan yang tidak berseni. Sama dengan tidak berseninya orang yang mengubah  citra Tuhan menjadi monster yang menakutkan, yang menganggap musik najis tapi diam-diam menikmati ketika mendengarnya tanpa sengaja.

Penggantinya adalah seorang bapak yang berpakaian necis. Pakaiannya sama dengan orang Indonesia pada umumnya. Sebagai orang Gorontalo, pak guru agama yang ini sering berbaju karawo, baju sulaman khas  Gorontalo. Kadang-kadang dia berbaju batik. Yang sangat berkesan bagiku dia kadang-kadang berbaju kaus oblong dan bercelana jeans ketika aku ketemu dia di acara weekend di suatu tempat rekreasi. Dia memperkenalkan namanya. "Nama saya Ahmad."

Pelajaran agama berlangsung dengan cara yang sangat berbeda. Sikapnya santai.

"Apakah kalian sholat?" Tanyanya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun