Dalam beberapa tulisan, Sindhunata juga menyampaikan kritik, saran, rasa syukur, serta harapan bagi keberlangsungan Harian Kompas. Menurutnya, Harian Kompas sebagai koran nasional yang telah berpuluh tahun menyajikan berita-berita aktual kepada masyarakat Indonesia, harus tetap berpegang teguh pada prinsipnya, yaitu menyuarakan kebungkaman masyarakat kecil. Menghibur yang papa, menegur yang kaya. Begitu kata mendiang Jakob Oetama, pendiri Harian Kompas bersama mendiang Petrus Kanisius Ojong.Â
Ulasan mengenai konten buku ini saya cukupkan sampai di sini. Dengan harapan bisa menghadirkan rasa penasaran orang untuk segera membacanya sendiri. Satu hal yang pasti adalah, semua tulisan yang termuat dalam buku ini sangat kaya akan nilai humanisme. Sampai-sampai saya merasa kalau judul buku ini bisa dibolak-balik. Belajar Jurnalistik Dari Humanisme Harian Kompas sekaligus Belajar Humanisme Dari Jurnalisme Harian Kompas.
Melalui buku ini, rasanya Sindhunata hendak mengajak setiap pembaca memasuki dunia kepenulisannya. Terutama dalam pengalamannya sebagai wartawan. Bukan semata-mata untuk memberikan pelajaran tentang bagaimana menulis--khususnya reportase dan features--dengan baik, melainkan untuk menilik persoalan-persoalan kemanusiaan yang masih relevan hingga hari ini.
Buku ini sedikit-banyak menjadi bukti kesungguhan Sindhunata dalam menjadikan humanisme sebagai tema tulisan-tulisannya. Sepanjang karirnya sebagai wartawan, dia tetap setia menggali nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap berita yang dia tulis.Â
Dan di kedalaman tulisan-tulisannya, kita para pembacanya telah menemukan nilai-nilai kemanusiaan itu. Sehingga kita selalu diingatkan untuk selalu menempatkan penghormatan terhadap kemanusiaan di posisi paling puncak dalam perjalanan hidup kita. Semoga.