Hari ini ibu Sukitman menghadap guru Bimbingan Konseling (BK) untuk yang kesekian kalinya. Kebiasaan terlambat Sukitman tak kunjung berubah walau sudah diperingati berkali-kali. Bahkan orangtuanya yang pusing harus bolak-balik ke sekolah tak membuat ia menjadi lebih peduli.
"Anak Ibu sudah keterlaluan. Hampir setiap hari ia terlambat" Ibu Sukitman tertunduk. Ia sendiri sudah tidak tahu lagi harus bagaimana agar Sukitman bisa berubah.
"Dan hampir setiap hari pula ia punya alasan" guru BK melanjutkan.
"Iya Bu, saya juga tidak habis pikir dengan anak saya yang satu ini. Sudah berkali-kali diingatkan, tapi tetap saja nakal. Mohon kali ini dimaafkan saja Bu, jangan sampai diskors" Ibu Sukitman memohon dengan wajah memelas kepada guru BK.
Guru BK menggelengkan kepala. "Baiklah, ini yang terakhir. Lain kali tidak akan ada surat peringatan lagi. Kalau Sukitman masih terlambat datang ke sekolah, ia akan diskors selama dua minggu"
"Baik bu, terimakasih banyak bu" Ibu Sukitman menyalami guru BK. "Akan saya coba untuk mengingatkan Sukitman lagi. Semoga mulai besok dia tidak terlambat lagi.
"Iya.. iya. Saya sarankan Ibu sebagai orangtua lebih keras lagi untuk mendisiplinkan Sukitman. Supaya ia jadi manusia kelak"
"Iya Bu. Sekali lagi, terimakasih Bu" Ibu Sukitman kembali menyalam guru BK, dan meninggalkan sekolah.
Di beranda rumah, sang Ibu sudah menantikan kepulangan Sukitman dari sekolah. Ia hendak menasihati Sukitman agar tidak mengulangi perbuatannya lagi.
Ibu Sukitman langsung berdiri ketika melihat Sukitman di kejauhan. Dari kejauhan, Sukitman juga sudah melihat Ibunya berdiri sambil bertolak pinggang. Sebuah gestur yang menandakan akan ada sesuatu yang tidak mengenakkan. Dengan langkah perlahan, Sukitman mulai mendekat ke beranda dan menghampiri ibunya.
"Eh, Ibu. Nungguin siapa bu?" tanya Sukitman sembari menyalim Ibunya.