Mohon tunggu...
Pemburu Pelangi
Pemburu Pelangi Mohon Tunggu... Asisten Peneliti -

Bekerja sebagai asisten peneliti

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jungkir Balik Perjuangan KPK

20 Mei 2016   07:46 Diperbarui: 20 Juni 2016   06:47 3867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada bulan Desember DPR menyeleksi pimpinan KPK baru yang menyetujui semacam ‘gentlemen’sagreement’ berkaitan dengan perubahan Undang-undang KPK asal upaya politik ini memperkuat kekuasaan KPK. Akan tetapi draft revisi tersebut ternyata didesain untuk melemahkan kekuasaan KPK dan juga tidak berdasarkan atas dalil perundang-undangan atau naskah kecendekiawanan. Draft revisi ini didukung oleh banyak anggota-anggota yang berlawanan satu sama lain baik di DPR maupun pemerintah, apabila diberlakukan nanti akan membatasi kekuasaan KPK dan juga menjinakan fungsi penyadapan KPK. Pokok draft revisi terdiri dari suatu dewan pengawas yang berkuasa dalam penentuan kasus-kasus yang ditangani KPK dan dapat membocorkan informasi mengenai keputusan dan tindakan KPK.

Sebagian kekuasaan KPK yang menyangkut penanganan kasus korupsi juga akan diserahkan pada pihak kepolisian dan kejaksaan; kedua bagian instansi penegak hukum itu tetap merupakan sumber perekrutan penyidik-penyidik KPK. Draft revisi juga meningkatkan peluang-peluang buat tersangka membatalkan proses penegakkan hukum terhadap dirinya sendiri dengan memperoleh ‘Surat Perintah Penghentian Penyidikan’ (SP3), sekaligus memungkinkan koruptor dapat bernegosiasi dengan penguasa KPK agar dapat lolos dari jerat hukum. Ada juga tercantum dalam draft revisi suatu penjadwalan pembubaran KPK. Dalam kontek ini sangat mengejutkan juru bicara presiden Johan Budi sebagai salah satu mantan anggota pimpinan KPK menyatakan dampak dari draft revisi belum jelas, tetapi apabila nanti memang dampaknya pelemahan KPK presiden akan menarik diri dari perundingan politik yang menyangkut draft revisi tersebut.

Hasil Politik

Sampai pertengahan bulan Febuari 2016 media masa Indonesia mengalami kejenuhan berita tentang isu dan nasibnya KPK. Bukan hanya dosen dan peneliti dari dunia akademis tetapi juga musisi, budayawan dan seniman terlibat dalam demo-demo, seminar, wawancara di media massa dan menjadi bagian dari gerakan anti korupsi yang damai. Sebagian besar pengamat memprediksi presiden Jokowi akan mendukung atau menolak draft revisi. Tapi sebagai presiden yang begitu lemah strategi politiknya yang paling efektif adalah membiarkan perselisihan dan perebutan kekuasaan elit berlanjut terus di depan masyarakat. Pada saat telah jelas arah opini publik ke mana dan adanya kebuntuan politik yang berlebihan, Jokowi biasanya mengikuti arus utama opini publik dan mengambil keputusan politik serupa. Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas- yang dianggap negarawan sejati- mengkritik isi dari draft revisi dan juga Ketua KPK sekarang ini Agus Rahardjo mengancam akan mengundurkan diri apabila ada pengesahan dari presiden.

Oleh karena kritikan dan ancaman itu Jokowi akhirnya turun tangan merapatkan draft revisinya dengan pimpinan DPR pada tanggal 22 Febuari 2016. Kompromi politik yang terwujud memungkinkan Jokowi tidak memihak fihak manapun baik KPK ataupun musuh-musuh KPK. Di satu sisi draft revisi yang merupakan obyek ‘sakit hati publik’, itu ditarik dari sidang pleno DPR yang terselenggara pada hari berikutnya tetapi tetap tersimpan di prolegnas yang memungkinkan suatu hari nanti draft revisi tersebut dapat dihidupkan kembali untuk menyerang KPK. Di sisi lain DPR menyetujui bahwa mereka akan membahas rancangan undang-undang pengampunan pajak (secara politis legislasi ini sangat berguna berkaitan dengan rangsangan kebijakan fiskal melalui pendanaan proyek-proyek prasarana pemerintah maupun skandal Panama yang berkaitan dengan perusahaan-perusahaan gelap yang sengaja didirikan sebagai tempat pemyimpanan dana di wilayah-wilayah surga bebas pajak) di rapat pleno tersebut.

Kesimpulan

Ternyata satu tahun penuh ‘kampanye teror’ dikerahkan oleh lawan-lawan KPK memang telah sangat berdampak, KPK telah terpuruk dari segi kinerja dan pimpinannya mengalami ketidakkompakan dan kemunduran ketegasan. Walaupun keputusan Jaksa Agung Prasetyo memberhentikan kasus-kasus (deponering) mantan pimpinan KPK di awal Maret 2016, sebetulnya ketegangan di antara KPK dan polisi masih ada tetapi wujudnya tidak semenonjol sebelumnya, misalnya dalam perbuatan intimidasi. Namun begitu, telah diberitakan di media masa Indonesia pihak polisi melakukan intimidasi baik menganggu pelaksanaan ‘Operasi Tangkap Tangan’ (OTT) dengan modus menangkap penyidik-penyidik KPK maupun menyelidiki anggota-anggota keluarga mantan pimpinan KPK (misalnya saudaranya Bambang Wijajanto dalam kasus Pelindo II).

KPK juga menerima gagasan penyelidikan bersama dengan penyidik-penyidik kepolisian yang mengurangi kemandirian proses penyelidikan dan penyadapan KPK. Dalam kasus-kasus besar juga uang suap diberikan diam-diam pada sebagian penuntut dan hakim Tipikor yang terkait erat dengan pengadilan-pengadilan Tipikor. Faktor-faktor ini juga mencerminkan gaya kepemimpinan dari sekelompok komisioner KPK baru yang jauh lebih waspada dibandingkan dengan sebelumnya. Kebijakan mereka bergeser dari penerapan pemberantasan korupsi yang menomorsatukan konsep ‘transparansi dalam hal mengungkapkan kasus-kasus pada media masa’ ke tindakan-tindakan semakin pasif yaitu pencegahan seperti pelatihan penegakkan hukum dan kerjasama antar-instansi pemerintah.

Gerakan Anti-Korupsi di Indonesia (Bagian Kedua)

Oleh: Jeremy Mulholland

Dalam situasi dan kondisi yang semakin melemah, ‘Komisi Pemberantasan Komisi (KPK), juga semakin rentan terhadap tekanan dan pengaruh dari pembesar-pembesar politik, militer, polisi serta konglomerat-konglomerat yang kuat (lihat http://www.kompasiana.com/pemburupelangi/para-koruptor-membuat-ibu-pertiwi-menangis-darah_573267d25a7b61390e11ffbb). Berkaitan dengan kasus-kasus korupsi yang akhir-akhir ini ditangani oleh pihak KPK, sasaran-sasaran yang terpilih untuk diselidiki dan diadili, menduduki posisi-posisi kekuasaan dan kekayaan yang tidak berada pada eselon paling atas di tingkat elite. Kita hanya perlu memberikan dua contoh jelas tentang anggota-anggota elit kuat yang bertindak sedemikian rupa sehingga mempengaruhi sekaligus menghindari terlaksananya negara hukum di lapangan politik dan bisnis. Ini sesuai dengan proses penegakan hukum dimana ada pengecualian dalam bentuk ‘lolos jerat hukum’ bagi anggota elit yang kuat dan para konglomerat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun