Mohon tunggu...
M U Ginting
M U Ginting Mohon Tunggu... -

penggemar dan pembaca Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Polemik Revisi UU MD3

23 Februari 2018   03:15 Diperbarui: 23 Februari 2018   14:46 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyerahan berkas pembahasan revisi UU MD3 | Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Dalam proses revisi UU MD3 ternyata DPR tidak melibatkan publik, pada hal mereka adalah perwakilan publik itu sendiri. DPR secara tertutup mendiskusikan sendiri dan bikin putusan sendiri tanpa sepengetahuan rakyat, putusan yang jelas hanya menguntungkan orang-orang atau badan DPR bukan menguntungkan rakyat yang diwakilinya.

Rakyat atau siapa saja yang dipanggil DPR harus datang, kalau tidak disuruh tangkap oleh polisi. Tetapi sebaliknya anggota DPR tidak boleh sembarangan dipanggil karena korupsi misalnya, tanpa izin MKD. Dengan UU MD3 ini berarti DPR sudah melebihi badan mana sajapun di negara ini. Bukan lagi pemerintah atau badan lain yang memerintahkan polisi supaya menangkap seseorang tetapi DPR! Wow, begini kan hanya ada di negeri diktator, hak seorang diktator. 

Dizaman Soeharto saja orang-orang DPR dan DPR tidak berani bikin begitu, ha ha ha. Sekarang zamannya sudah zaman keterbukaan, semua diatas meja, apalagi UU penting yang bersangkutan dengan hak-hak rakyat, kok malah sembunyi-sembunyi disahkan tanpa dibentangkan dulu di meja publik untuk minta pendapat, bikin UU yang bikin DPR lebih tinggi dari badan mana sajapun. Apa DPR ini mau kembali ke era kediktatoran dan ketertutupan tak berani terbuka?

Era Keterbukaan ialah bahwa semua informasi dan pengetahuan adalah untuk rakyat/publik dan sebaliknya juga berlaku yaitu semua informasi dan pengetahuan dari rakyat/publik harus bisa mengalir ke semua, artinya termasuk ke anggota dan badan DPR. Ketentuan ini tidak ada dalam UU, ini hanya kenyataan perkembangan zaman yang tidak bisa dihambat oleh siapapun, juga oleh DPR. Era kemanusiaan sekarang ini hanya mungkin survive dengan cara itu, tidak mungkin kemanusiaan survive dengan cara tertutup seperti era lalu abad 20. 

Buktinya ini saja, UU MD3 ini, didiskusikan dan disahkan secara tertutup . . . dan hasilnya polemik yang bakal panjang. Dan kekalahan sudah pasti dipihak yang masih mau mempertahankan ketertutupan. Tidak mungkin dipihak publik yang mau terbuka dan tidak takut akan keterbukaan. Itulah keberpihakan perkembangan zaman. Ini satu seginya.

Tetapi dari segi lain ialah bahwa semua usaha perpecahan yang muncul dari persoalan UU MD3 ini, sama halnya dengan perpecahan-perpecahan sebelumnya 411, 212, Saracen, HTI, Teror Thamrin, LGBT, gerakan Siksa Ulama di Jabar, tidak bisa dipisahkan dari gerakan divide and conquer dari luar (internasional). Memecah belah suatu negara, dari segi UU adalah juga cara yang lazim dilakukan oleh pemecah belah ini. 

Kita misalnya bisa  melihat bagaimana UU keimigrasian AS dimanfaatkan oleh deep state melawan politik nasionalis Trump. Dan di Indonesia dengan memanfaatkan badan besar dan berkuasa seperti DPR menciptakan perpecahan dengan eksekutif + rakyat banyak, walaupun semua kita bisa tahu bahwa tujuan utamanya ialah power artinya Jokowi sebagai presiden.

Kalau pemerintah dan rakyat Indonesia tidak memahami semua ini, imbasnya memang bisa sangat besar sekali. Dan itulah yang mau dicapai. Bayangkanlah bagaimana DPR suatu negara besar seperti Indonesia bisa bikin UU yang bikin badan DPR lebih tinggi dari badan manapun yang lain dalam satu pemerintahan. Luar biasa! Neolib NWO tentu tidak sayang duit untuk mewujudkan cita-cita luar biasa ini, walaupun biayanya akan jauh lebih besar dari biaya bikin ratusan ribu akun Saracen.  

Tambahan keterangan dari segi dialektika kontradiksi:

Kalau dilihat dari segi dialektika kontradiksi tesis-antitesis-syntesis Hegel (ini hanya tambahan extra, kaitannya dengan dialektika perkembangan) dimana sebagai tesisUU MD3 yang sudah disahkan DPR, antitesis sebagai penentangan terhadap UU itu, dan Syntesisnya . . . kita akan masih melihat proses perjuangan antara tesis dan antitesis ini harus mencapai puncaknya dulu, artinya salah satu dari yang bertentangan itu harus mencapai dominasinya artinya yang satunya kalah/lenyap.

Kita mengharapkan bahwa perjuangan ini akan dimenangkan oleh antitesis, yang menentang MD3. Tetapi ini hanya harapan, karena syarat luar/extern bisa juga mempengaruhi prosesnya pada moment tertentu, misalnya banyaknya duit mengalir ke 'pertempuran' itu sehingga mampu mempengaruhi keseimbangan pejuangan intern yang mestinya bisa berjalan secara alamiah menurut hukum-hukum kontradiksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun