Mohon tunggu...
Pebri Sagala
Pebri Sagala Mohon Tunggu... Penulis Lepas

Hobi membaca buku membuat saya mencoba untuk menuliskan ide-ide yang ada.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Cerbung Misteri 17an - Panjat Pinang

13 Oktober 2025   14:29 Diperbarui: 13 Oktober 2025   14:29 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi "Bagus Memanjat Pinang" Karya visual dibuat oleh ChatGPT (OpenAI) --- melalui DALL*E, 2025. 

Pagi 17 Agustus datang dengan langit biru yang terlalu bersih, seperti halaman baru. Alun-alun penuh. Batang pinang berdiri di tengah, kulitnya dilumuri oli bekas. Hadiah-hadiah menggantung di puncak: kulkas dibungkus terpal, TV LED dalam kardus, sepeda gunung berkilau. Di sekelilingnya, hadiah kecil---minyak goreng, gula, mie instan---menggoda tangan.

Raka menyusup di antara penonton dengan kamera di leher. Sari berdiri di sisi panggung, siap kalau ada yang pingsan atau keseleo. Pak Wirya di belakang mikrofon, suaranya renyah.

"Warga Tegalireng!" serunya. "Kita rayakan kemerdekaan dengan riang gembira! Panjat pinang pertama, tim 'Garuda Muda' melawan 'Sapu Lidi'!"

Sorak. Musik dangdut dari speaker tua. Enam anak muda, termasuk Bagus, menghampiri batang licin. Bagus melambaikan tangan. "Mas Raka! Foto aku kalau sudah di atas!"

Raka mengacungkan jempol. "Jangan jatuh."

Bagus tertawa. "Kalau jatuh, Mas yang nulis aku pahlawan!"

Mereka menyusun strategi: yang paling berat jadi dasar, yang ringan naik terakhir. Tangan mengumpulkan tanah untuk menepis oli, ada yang menaburi sedikit pasir untuk cengkeraman. Sorak menggelombang saat tim mulai memanjat. Kaki-kaki mencari pijakan di bahu teman, tangan bergelut dengan licin. Dua kali formasi runtuh, tawa pecah. Kali ketiga, mereka belajar menahan napas bersama: satu---dua---tiga---angkat.

Bagus kini di posisi kedua dari atas. Keringatnya memantulkan matahari. "Sedikit lagi!" teriaknya. Di bawah, dasar formasi menggertakkan gigi menahan beban. "Ayo, ayo!" sorak penonton.

Raka memotret: bidik---klik---bidik---klik. Gerak lambat yang ditangkap dalam bingkai kecil. Ia tahu titik krusial ini: saat tubuh paling atas harus melipat lutut di bahu Bagus dan tangan meraih tali hadiah yang melambai. Di momen itu, tiba-tiba ada angin aneh---tidak kencang, tetapi dinginnya masuk seperti jarum.

Bagus merinding. "Pelan!" serunya pada yang di atas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun