Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Perempuan yang Tertancap Paku-paku Kata

15 Desember 2019   20:54 Diperbarui: 15 Desember 2019   22:01 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar ; pxhere.com

Setiap hari perempuan cantik itu melintas di depan berandaku. Sudah ratusan kali dilewatinya tanpa sekalipun menoleh. Padahal berandaku terang dan riuh.

Belakangan ini langkahnya aneh. Terlihat berat. Seolah terhuyung. Seperti ada beban di tubuhnya yang dipenuhi terang cahaya dingin seperti kunang-kunang.

Hari ini sengaja kutunggu di beranda agar bisa mengamati lebih lama. Aku ingin tahu lebih banyak tentang perempuan itu.

Tadi perempuan itu melintas lagi. Seperti biasa, langkahnya lurus. Tatapan ke depan, dengan mata bulat bagai lampu. Tapi ada warna kilau yang aneh di korneanya. 

Aku ingin menghentikan langkahnya dan menyapa. Tapi urung. Tak punya nyali. Aku harus bicara apa? Aku tak punya cukup bekal alasan untuk basa-basi.

Saat sampai di depan berandaku, sekumpulan orang berlari ke arah perempuan itu sambil bersorak girang. Mereka mengelilinginya. Tangan menggapai-gapai, seperti tarian tradisional yang pernah kulihat di televisi. Pernah kubaca, tarian seperti itu bermakna kegembiraan dan pemujaan pada sosok diujung tangan mereka.

Aku takjub. Ternyata perempuan itu bisa larut di keramaian. Tangannya berbicara pada setiap gapai-gapai. Penuh suka cita. Matanya berbinar. Berkaca-kaca.

Orang-orang terus berkeliling, menari dalam satu hentakan irama. Namun ada yang aneh! Setiap berada di belakang perempuan itu, tangan mereka bergerak cepat menyentuh punggung dengan ayunan bertenaga. Tak lagi gemulai seperti berada di depan perempuan itu.

Tiap kali punggung tersentuh, perempuan itu terhuyung. Tapi dia berusaha tegak. Luar biasa!

Kurasa perempuan itu tak tahu yang mereka lakukan. Perhatiannya ke wajah-wajah pengerumun di depan, penuh senyum.

Ketika gerakan punggung perempuan itu membelakangi berandaku. Terlihat benda-benda hitam menempel tak beraturan.

Benda-benda di punggung perempuan itu terus bertambah setiap kali mereka berhasil menyentuhnya.

Tadinya kukira hiasan baju yang dikenakan perempuan itu. Bergoyang seturut gerak tubuh dan tarian. Ternyata bukan !

Benda-benda hitam itu menancap!
Kesakitankah perempuan itu?
Entahlah.

Perempuan itu terus meladeni mereka, sehingga perihnya tak terasa. Sementara cahaya dingin di tubuhnya semakin terang.

Aku heran, benda-benda hitam itu bergerak-gerak. Berlompatan, seolah saling berkunjung.

Kusimak lagi, ternyata benda-benda hitam itu kumpulan kata. Bersuara riuh, dan terdengar asing. Bahasa roh kah?
Ah tidak!
Aku paham bahasa roh yang lekat dengan keilahian.

Kalau bukan bahasa roh, lalu apa?

Beberapa benda hitam itu berjatuhan dari punggung perempuan itu. Menggelinding ke arahku. Kuperhatikan satu demi satu. Ternyata kumpulan kata yang tajam bercampur lendir keculasan. Menebarkan aroma busuk.

Aku jadi geram!
Sangat geram!
Berarti orang-orang yang menari itu adalah......

Segera kualihkan pandangan ke perempuan itu. Terlambat!
Perempuan itu sudah terjerembab di dekat kaki mereka yang tak henti menari. Punggung perempuan itu tertancap paku-paku kata.

Wajahnya mengarah padaku. Tatapan sendu. Ada lelehan airmata. Ini pertama kali perempuan itu menoleh ke berandaku.

Tangan perempuan itu menggapai-gapai. Memintaku untuk mendekat.

Tak berpikir lama, aku pun hendak beranjak. Sial!
Paku-paku kata yang tadi menggelinding ke arahku telah mengunci kedua kakiku. Mereka tertawa. Penuh kemenangan.

---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun