Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Prabowo dalam Kabinet Jokowi, Kekuatiran Vs Harapan Publik

22 Oktober 2019   18:00 Diperbarui: 22 Oktober 2019   18:38 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : kompas.com

Masuknya Prabowo kedalam kabinet Jokowi jilid II  kini bukan lagi sekedar rumor,  melainkan sudah pasti. Kalau tidak ada halangan luar biasa, Prabowo bakal dilantik jadi menteri.

Usai dipanggil Jokowi di istana negara (21/10/2019) Prabowo mengungkapkan secara gamblang kepada awak media setelah mendapat restu Jokowi. 

Pos jabatannya terkait pertahahan negara. Jabatan yang dekat ranah pertahanan adalah Menteri Pertahanan ( Menhan) dan Menteri Koodinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam). Sebagai gambaran, pada kabinet Jokowi  jilid I lalu ;  Menhan adalah Ryamizard Ryacudu, sedangkan Menko Polhukam adalah Wiranto.

Dilihat dari popularitas atau intensitas kemunculan di ruang publik atau tersorot media adalah Menko Polhukam (jilid I, Wiranto) karena sering berhadapan dengan masalah keamanan dan pertahanan, terutama terkait dinamika politik dan demokrasi, misalnya ; adanya gerakan terorisme, aksi radikalisme, separatisme, keberadaan kelompok-kelompok garis keras, dan sejenisnya yang mengancam eksistensi negara dan ketenangan hidup rakyat.  

sumber gambar : kompas.com
sumber gambar : kompas.com
Ranah pertahanan dalam pemerintahan sangat penting bagi suatu negara. Ibarat sebuah rumah yang berisi lengkap, Jokowi menyerahkan kuncinya kepada Prabowo. 

Lalu, apakah Prabowo akan memberikan rasa aman pada pemilik dan seisi rumah itu? Atau justru menjadi "pengganggu" rasa aman? Hal ini jadi perdebatan tersendiri di ruang publik. 

Tak dipungkiri, Pilpres 2014 dan 2019 lalu telah menciptakan memori kurang sedap bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Masyarakat terbelah secara masif di dalam dua kubu. Pengaruhnya masih terasa hingga sekarang.

Pertarungan Pilpres 2019 berlangsung keras, bahkan "mengancam" keutuhan negara karena politik identitas keagamaan sangat menonjol, ditambah adanya kelompok-kelompok radikal, intoleran dan pengusung ideologi keislaman untuk mengganti Pancasila dan sistem negara Indonesia.

Kelompok-kelompok itu "numpang" di gerbong politik  Prabowo dalam kontestasi Pilpres 2019, sehingga citra  Prabowo  lekat dengan kaum gerakan radikal, intoleran dan perusak faham Pancasila.

sumber gambar : tribunnews.com
sumber gambar : tribunnews.com
Ini merupakan ironi politik, di satu sisi Partai  Gerindra dan personalitas Prabowo berlandaskan Pancasila dan NKRI namun demi pilpres bersekutu dengan kelompok anti Pancasila. Mereka bangun mutualisme  untuk pemenangan. Ketika pilpres usai, kemesraan politik pun pudar. Terlebih, Prabowo "hijrah" masuk pemerintahan Jokowi.

Namun rakyat tidak  lupa manuver ambisius dan mencemaskan dari  Prabowo bersama Gerindra dan koalisinya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun