Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Jelang Pelantikan Jokowi, Mengapa Wajah Para Elit Politik Cerah?

17 Oktober 2019   02:12 Diperbarui: 18 Oktober 2019   17:14 2860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jadi elit politik harus punya banyak persediaan raut wajah yang berbeda. Kalau tidak, lebih baik jadi orang biasa saja. 

Jelang pelantikan Joko Widodo/Ma'ruf Amin jadi Presiden dan Wakil Presiden suasana "gaul" ditingkat elit politik terlihat cerah. Ibarat sebuah penerbangan, cuaca cerah berawan biru, jarak pandang jauh dan jelas. Pilot bisa santai main game, atau tidur-tidur ayam di kokpit

Kalau beberapa hari ini anda rajin mengikuti berbagai siaran pemberitaan, dialog atau wawancara politik di televisi, akan tampak suasana santai, penuh canda, peluk sana-peluk sini antar elit politik yang berbeda partai. 

sumber gambar ; tribunnews.com
sumber gambar ; tribunnews.com
Ada yang dulunya lawan politik dalam kontestasi Pilpres dan Pilkada. Ada juga yang rekan satu koalisi. Sesekali mereka saling bully. Tentunya bully keakraban. Bully ecek-ecek. Bully sayang. Bully nganu, heu heu heu..

Sejak Prabowo "reuni mesra kakak-adik" dengan Megawati, kemudian Prabowo ketemuan dengan Jokowi, dilanjutkan safari politik ke partai-partai koalisi Jokowi, seperti Nasdem, PKB, dan Golkar terlihat sebuah suasana baru politik elit lebih adem dibandingkan beberapa bulan lalu. Sudah bertobat kah mereka?

sumber gambar : detik.net.id
sumber gambar : detik.net.id
Kini diantara mereka tidak ada kata-kata saling cela, hujat, atau nyinyir. Wajah para elit politik itu "mendadak" cerah. Mereka saling baikan. Penuh senyum, seperti tak pernah ada masalah dimasa lalu. 

Padahal kalau kita mengingat kembali beberapa waktu ke belakang, terutama masa jelang Pilpres dan pasca Pilpres, tiada hari tanpa pernyataan pedas saling serang antar kubu 01 dan kubu 02, baik terhadap partai atau tokoh/elit politik.

Masa saling serang jadi menu harian di ruang publik lewat pemberitaan media mainstream, sehingga dunia politik seolah identik dengan permusuhan antar kelompok yang berbeda preferensi politik.

2465-elshintadotcom-20191014-cats-5da771e7097f362a1422cc23.png
2465-elshintadotcom-20191014-cats-5da771e7097f362a1422cc23.png
Media berpesta sensasi. Makin bombastis dan dramatis saling serang antar kubu, sensasinya makin tinggi sehingga ramai pembacanya.

Dua kubu, yakni kubu 01 dan kubu 02 bagai dua kutub tolak menolak yang abadi. Keduanya bagai musuh besar yang tak bisa berteman. Ibarat filem kartun, seperti Tom dan Jerry. Siapa yang diposisi Tom atau Jerry tergantung cara pandang masing-masing kubu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun