Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Mengapa Tim Kampanye Pilpres Tidak "Melirik" Entitas Sepak Bola Nasional?

27 Januari 2019   12:47 Diperbarui: 29 Januari 2019   10:33 5806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : tribunnews.com

Hiruk pikuk kampanye Pilpres2019 dipenuhi janji-janji politik masing-masing kubu capres. Dari janji para tim pemenangan, masyarakat awam dibawa ke dalam imajinasi kesejahteran, kemudahan, keamanan, kejayaan negeri dan lain sebagainya. Kecenderungan yang terlihat, tim kampanye lebih suka mengangkat isu klasik , yakni ekonomi rakyat, kesehatan, ketenagakerjaan, dan lain sebagainya.  

Para tim pemenangan masing-masing kubu capres masuk dan menawarkan program (janji politik) ke beragam elemen atau entitas kemasyarakatan. Mulai dari entitas budaya, entitas sosial, entitas intelektual/akademisi, entitas pekerja, buruh, petani dan nelayan. Bahkan kini mereka tak segan-segan masuk secara masif ke entitas keagamaan. Beragam entitas itu dianggap ceruk suara,  yang bisa diraih untuk pemenangan kubunya.

Namun sampai hari ini, sudah lebih dari separuh waktu kampanye Pilpres berjalan tidak terdengar secara masif para tim kampanye masuk ke entitas penggemar sepak bola. Padahal entitas ini memiliki jumlah penggemar dan antusiasme yang besar pada sepakbola nasional. Tentu saja hal tersebut sangat potensial menjadi ceruk suara untuk pemenangan.  

sumber gambar : kompas.com
sumber gambar : kompas.com
Jumlah Penggemar Sepak Bola

Bila ada pertandingan sepak bola, apalagi Timnas Indonesia berlaga, stadion sepak bola sangat ramai dan riuh dengan penonton. Belum lagi yang hanya menyaksikan siaran langsung melalui televisi dan saluran media lainnya. Bahkan saat pertandingan sepakbola, jalanan bisa relatif sepi karena masyarakat nonton sepak bola.

Penggemar sepakbola di Indonesia sangat banyak. Indonesia disebut salah satu negara penggila bola teratas di dunia. Dalam penelitian Nielsen Sport  ; 77% penduduk Indonesia penggemar berat sepak bola, terutama ketika menyaksikan Timnas Indonesia berlaga. Sementara yang aktif bermain sepakbola 17%.  Dalam hal persentase penggemar sepak bola,  Indonesia hanya kalah dari Nigeria yang mencapai  83%.  

Dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 260 juta, maka 77 persennya  adalah sekitar 200,2 juta orang. Kalau diasumsikan separuhnya atau 100 juta memiliki hak pilih, maka jumlah tersebut merupakan ceruk suara yang potensial untuk dipengaruhi secara politis. Kalo bisa didapatkan  sepertiganya, maka jumlah suaranya lumayan besar, tuh! Heuheuheu...

Sementara menurut data lansiran Facebook, ada 5 negara dengan jumlah basis penggemar atau suporter bola di dunia di jejaring sosial tersebut. Urutan pertama diduduki Brasil dengan 53,3 juta jiwa. Urutan kedua adalah Amerika Serikat dengan jumlah 48,9 juta. Sedangkan di posisi ketiga adalah Indonesia dengan jumlah 24,3 juta jiwa.

Bila dilihat dari jumlah, potensi suara dari ceruk entitas sepak bola tanah air sangat luar biasa. Tinggal bagaimana setiap kubu capres membuat program kampanye yang hebat untuk memajukan sepakbola nasional, khususnya mengangkat prestasi Timnas Indonesia.

Selama ini penggila sepak bola di tanah air sangat merindukan gebrakan pengelolaan dan prestasi Timnas Indonesia. Tak usahlah sampai ke tingkat dunia. Menjadikan timnas Indonesia berjaya di tingkat Asia saja sudah bagus.  

Janji kampanye kepada entitas sepak bola nasional bukan sebuah hal yang tabu. Dibutukan suatu konsep yang berani---di luar yang selama ini ada. Tentunya harus tetap membumi. Tim kampanye bisa menggodok konsep itu harus sejak jauh hari--dengan melibatkan pelaku sepakbola nasional yang berintegritas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun