Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Debat Capres, Tema Seksi yang Bikin Logika Kacau

20 Januari 2019   19:24 Diperbarui: 20 Januari 2019   20:07 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : tribunnews.com

Debat capres merupakan tema aktual dan seksi untuk ditulis. Banyak hal yang bisa diulas menjadi tulisan menarik. Mulai dari konten debat, jalannya acara debat dari sesi pertama hingga ke sesi berikutnya. Selain itu cara dan penampilan masing-masing kubu capres/cawapres, moderator, termasuk sikap penonton pendukung masing-masing kubu. Bisa juga desain dan tata panggung debat. Bisa juga tentang  kejadian "behind the scenes" dan "out of the scenes" yang dialami para capres di belakang panggung dan di atas panggung.

Saya sempat memperhatikan dasi merah Sandiga Uno. Kok "nyantolnya" tidak rapi? Terlihat terpasang secara ceroboh.  Padahal sebagai pengusaha muda kelas atas, biasanya Sandi fashionable yang perfect. Apalagi kalau memakai jas lengkap, tentu dia sudah khatam. Inikah akibat dari produk tim yang suka  menggampangkan detail, data dan kebenaran?

Sempat terpikirkan, Sandi saat itu terlalu gugup dan tersipu malu karena banyak memikirkan tempe yang ternyata tidak setipis ATM sehingga dia gagal fokus ketika memasang dasi, kayak grasa-grusunya Prabowo bikin pernyataan Ratna Sarumpaet digebuk orang suruhan karena aktifitas politiknya.

Hal menarik lainnya adalah saat Prabowo "mendadak dangdut". Dia berjoget, kemudian diikuti Sandi "mendadak tukang pijet". Ada apa? Apakah memang disiapkan tim? Atau  karena begitu gugupnya Prabowo ditanya soal korupsi, dia menjawab "korupsi kecil tidak masalah". Kemudian dia tersadar telah melakukan blunder yang bikin malu. Dia ketahuan tidak menguasai data dan tidak komitmen terhadap masalah korupsi. Untuk menutupi malu, dia berjoget sehingga perhatian publik  tidak fokus pada penyataan blunder nya itu?

Atau mungkin juga Prabowo berjoget karena saking gugupnya berhadapan dengan Jokowi yang berprestasi, sementara Prabowo sendiri  selama empat tahun menunggu Pilpres  tidak banyak berbuat apa-apa untuk negeri ini. Malahan para keder dan simpatisannya sering bikin "keributan" dan "kehebohan"  dengan beragam berita bohong di negeri ini, sehingga menguras energi yang sebenarnya tidak perlu.

Atau bisa juga kemungkinan Prabowo gugup karena  dihadapannya itu Jokowi seorang presiden hebat yang dimiliki Indonesia, yang kini menjadikan Indonesia disegani dunia. Sementara Prabowo cuma bisa berkoar-koar mau jadi macan asia, tapi ngurus tim koalisinya saja tidak solid. Padahal pada Debat Capres 2014 dulu, mereka berdua sama-sama masih capres. Apakah kenyataan itu yang bikin seorang Prabowo gugup sehingga "mendadak dangdut?"

Tentu saja beragam hal itu bisa diulas secara menarik. Tapi entah kenapa, sampai sekarang saya belum mampu menuliskannya. Apakah saya terlalu banyak omong daripada bekerja, sampai kehabisan energi untuk menulis secara benar?  Atau, terlalu banyak maunya, sampai bingung sendiri menentukan fokus tema untuk kemaslahatan umat pembaca?  Atau sebenarnya saya  sudah tidak mampu nganu lagi ? #eeeh...

Karena tidak juga bisa menulis, saya sempat berpikir ingin merevisi misi dan visi rencana menulis. Dengan alasan untuk menyesuaikan kondisi, sembari menyamarkan ketidakmampuan saya menulis Debat Capres 2019.

Saya sungguh mengalami kekacauan stadium 4, menduga dan ingin melempar isu telah terjadi upaya kecurangan yang terstruktur, sistematis, masif, romantis, melankolis dan lebayistis oleh pihak penyelenggara Debat Capres 2019--sehingga saya tidak bisa menulis. Karena itu, saya sempat terpikir membuat ancaman mundur dari kepenulisan Debat Capres 2019.

Tapi kemudian saya berpikir lagi, hal itu paranoid yang terlalu berlebihan. Paranoid yang  bikin saya terjebak pada lebay-isme akut stadium 4. Menjauhkan diri saya dari sifat ksatria dan sportif. Hal itu bisa mencederai marwah dunia kepenulisan yang sudah saya bangun secara susah payah berpuluh-puluh tahun. Apalagi saya punya pengalaman menulis tentang dua kali Debat Capres yang  seharusnya membuat saya bijak.

Sungguh saya tidak mau dianggap penulis yang pengecut. Beragam sanggahan dan hujatan para pembaca bagai desingan peluru saja bisa saya hadapi. Lalu, kenapa hanya gegara ketakutan yang tak jelas membuat saya takut menulis Debat Capres 2019? Uuugh!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun