Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Serangan "Bullying" sebagai Penguat Mental dan Meningkatkan Selera Humor

2 Agustus 2018   14:39 Diperbarui: 4 Agustus 2018   11:30 1399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : dream.co.id

Zaman sekarang hampir semua orang tahu istilah "Bully" atau "Bullying" atau dalam bahasa Indonesia nya "Perundungan''. Bukan cuma tahu, tapi juga mungkin--secara sengaja atau tidak-- pernah melakukannya, atau justru jadi korban perundungan itu.

Ada banyak alasan seseorang melakukan bullying  terhadap orang lain, dari yang paling ekstrim (keras) sampai yang biasa (ringan). Perundungan yang ekstrim misalnya kebencian dan dendam yang mengarah pada tindakan fisik dan non-fisik yang berbau kriminal. 

Sedangkan yang ringan tidak bermaksud kriminal, melainkan dilatarbelakangi niat mempererat pertemanan atau tali persaudaraan. Soal berat dan ringan tentu saja tergantung cara dan konteks "perundungan" itu serta ruang atau komunitas sosialnya.

Secara garis besar, ada empat jenis bullying atau perundungan, yakni:

Pertama, perundungan verbal, misalnya sengaja melakukan penyebutan nama seseorang secara tidak wajar atau tidak sesuai aslinya dengan maksud menghina atau memperolok-olok. Contoh lain, melakukan aksi tertentu untuk menggoda orang lain sehingga orang tersebut jadi tertawaan orang lain, merasa tidak nyaman, malu, kecil hati, atau marah.

Kedua, perundungan secara fisik, yaitu melakukan tindakan menyerang fisik orang lain secara langsung ke badan orang tersebut, misalnya dengan menjitak, meninju, memukul, menendang, mencubit, meludahi, menyiram dan sebagainya sehingga orang tersebut tersakiti, luka (cidera) ringan atau berat, dan bahkan meninggal.

Ketiga, perundungan secara sosial, berbohong atau membohongi orang lain, membuat rumor tak sedap ke lingkungan, membuat lelucon atau candaan, lawakan, guyonan tertentu yang ringan maupun kasar di suatu lingkungan sosial tertentu.

Keempat, perundungan secara cyber atau online. melakukan serangan terhadap orang lain lewat media online misalnya media sosial facebook, twitter, WAG, instagram, dan lain-lain dalam bentuk pesan tertulis, gambar atau suara.

Pergaulan Sosial Tak Lepas dari Perundungan

Pergaulan sosial jaman sekarang sangat berbeda dibandingkan masa lalu seiring perubahan besar-besaran dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Beragam nilai masyarakat bergeser atau berubah, demikian juga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut jadi faktor pendorong perubahan tata pergaulan sosial.

Kalau dulu, orang sangat segan atau takut untuk bercanda dengan orang yang lebih tua atau memiliki pangkat sosial lebih tinggi. Tapi sekarang tidak lagi. Pergaulan dulu terkesan "feodal", tapi sekarang lebih egaliter dan demokratis.  

Zaman sekarang, seorang anak bisa mencandai orang tuanya. Sebaliknya orang tua pun "open mind" terhadap "celoteh canda bully" anak-anaknya. Dengan begitu relasi anak-orang tua jadi cair dan bisa saling mendekatkan keduanya. 

Contoh lainnya, seorang atasan di kantor bisa berteman akrab dengan para bawahannya diluar konteks kantor (non-formal). Mereka bisa jalan-jalan dan makan bareng atau tergabung dalam komunitas hobby yang sama. Di ruang non-formal itu mereka bisa saling bercanda, ledek-ledekkan bahkan saling bully.

Kalau Kompasiana lahir zaman "doeloe"--misalnya tahun 1950an-- mungkin para Kompasianer segan untuk "mencandai (bully)" para admin karena admin secara hirarki berada "diatas" para Kompasianer. 

Admin merupakan "pengatur" Kompasiana, sedangkan Kompasianer "berada di pihak yang diatur". Nasib akunnya ditentukan keputusan admin. 

Rasa segan mencandai tersebut merupakan situasi hirarkis dan terasa "feodal" yang terbangun bukan oleh admin, tapi oleh sebuah mentalitas zaman 50-an yang masuk kedalam mempengaruhi setiap Kompasianer dan admin secara sengaja atau tidak sengaja.

Belajar pada Keberhasilan "Langganan" Bully

Mungkin sering kita temui ada kawan atau anggota keluarga "yang tak putus dirundung bully" dalam setiap kesempatan pergaulan atau pertemuan dalam kumpulan. 

Uniknya, dia tidak marah, justru banyak tertawa dan sering berbalas bully dengan cara unik sehingga kumpulan itu dipenuhi keceriaan. Dia memiliki energi baik, yang membuatnya banyak teman, dan mereka sangat menyayanginya. 

Karena energi baiknya, saat dibully dia tetap bisa menjadi "Bintang Lapangan" yang mampu menghidupkan suasana pergaulan dan menghibur banyak orang. Kumpulan itu seolah butuh kehadiran dia, "Gak ada elu gak rame, bro".

Bila kita simak, orang tersebut  sejatinya memiliki mental kuat dan selera humor yang tinggi. Dalam pergaulan, kemanapun arah bully yang dia terima, mampu dia jadikan "hiburan" bagi semua orang. Dari hal tersebut ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik, yakni:

Pertama, sikap "cuek" atau "tak perlu ambil hati." Sikap ini mengajarkan untuk menganggap bully hanya sekedar candaan semata. Apapun serangan bully yang diterima tidak perlu diambil hati.

Kedua, terkait pengetahuan dan wawasan. Untuk kuat menerima bully dan kemudian menjadikannya energi baik bagi semua orang biasanya seseorang tersebut punya wawasan dan pengetahuan mumpuni yang didapatkan dari berbagai sumber, bahkan dari momentum bully yang pernah dia terima. Dengan semua itu, kepercayaan dirinya tetap tinggi sementara di sisi lain tidak menjadikannya tinggi hati. Ketika menerima suatu tema bully, ya dia ngakak saja.

Ketiga, memperbanyak teman dan pergaulan. Ada kecenderungan "bersedia" dibully karena bertujuan memperbanyak teman dan memperluas pergaulan. Hal ini cukup unik, namun sering ditemukan bahwa orang yang dibully lebih ngetop dan banyak kawannya. Energi baik yang dimilikinya mampu mengubah bullying jadi jaringan pertemanan yang tulus.

Keempat, selalu berpikir positif. Orang yang dibully dan mampu menerimanya dengan penuh penghiburan umumnya tidak berpikir "yang aneh-aneh". Dia selalu berpikir positif terhadap bully yang diterimanya. Tidak ada pikiran curiga, dendam, niat jahat, dan lain sebagainya, baik dari dari dalam dirinya terhadap orang lain maupun cara dia melihat orang lain yang membully dirinya.

Kelima, pasrah. Ini sesuatu yang sangat unik. Saat dibully, ada sikap pasrah dalam arti menerima semua itu secara lapang dada, dan penuh keterbukaan. Sikap seperti ini memang tidak mudah.

Keenam, memandang hidup secara santai. Bullying (dalam kadar tertentu) adalah bagian dari interaksi sosial kehidupan masa kini. Dan dalam menjalani hidup tak melulu harus bersikap serius. Ada waktu dan bagiannya untuk lebih santai, sekaligus untuk terus meningkatkan selera humor dari beragam fenomena yang dilihat dan interaksi sosial yang dialami.

---

Perubahan cara berinteraksi masa kini telah banyak menghasilkan bentuk relasi sosial pertemanan secara lebih cair. Orang bisa melakukan sesuatu secara lebih bebas tanpa merasa takut sekaligus tanpa menghilangkan rasa hormat. 

Di sisi lain, orang yang strata sosialnya lebih tinggi pun lebih terbuka pada kritik dan tidak secara mutlak membuat sekat interaksi. Ada kesadaran bersama bahwa setiap orang punya keunikan, keunggulan dan sejenisnya yang membuat setiap orang "membutuhkan" orang lain, bahkan terhadap orang yang "lebih rendah" (umur, pangkat, kekayaan, jaringan, dll). 

Ada ketergantungan dan saling membutuhkan satu sama lain tanpa sekat.  Sejauh kedua pihak yang sama atau berbeda "strata" bisa saling menerima bentuk "candaan bully" maka tidak ada yang perlu dipersoalkan.

Namun demikian kiranya setiap orang harus tetap mawas diri, dituntut punya kepekaan dan selalu menjaga energi baik. Dengan kata lain  "pandai-pandailah"  melihat situasi dan kondisi dalam bercanda yang mengarah pada bully.  

Kita harus memilah dan memilih jenis dan kadar perundungan, baik itu berupa perundungan secara cyber atau online --misalnya candaan di grup WA, dan juga perundungan verbal dan perundungan secara sosial yang dilakukan dalam interaksi di kumpulan terbatas. 

Kita harus pandai melihat momentum  atau suasana kumpulan. Jangan sampai tadinya ingin mencairkan suasana di kumpulan. Ingin menghibur. Ingin terlihat gaul. Tapi melakukan canda bully secara tidak tepat, misalnya dalam situasi berduka, kesedihan dan kemalangan dan lain-lainnya yang dapat merusak pertemanan. Hal yang paling pantang dan tabu adalah melakukan perundungan secara fisik karena hal bisa melukai badan juga psikis orang lain. 

Ujung-ujungnya bisa berurusan dengan rumah sakit atau kuburan, selanjutnya diproses di kepolisian dan pengadilan. Penjara itu nggak enak, kawan.

----

Salam 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun