Mohon tunggu...
Oktavianus Daluamang Payong
Oktavianus Daluamang Payong Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menulis adalah merawat ingatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menelaah Perspektif Republik Desa

22 Februari 2024   09:04 Diperbarui: 22 Februari 2024   09:05 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar pngtree.com

Hakekat dan sejarah desa adalah republic desa (Eko, Desa Baru,  Negara Lama : 2017), artinya republik desa sebagai institusi demokrasi, yang menekankan pada otonomi historis desa dari penguasa yang sewenang-wenang, otonomi yang didasarkan pada sebuah konstitusi kuno yang menyediakan basis tatanan social dan keadilan. Meskipun berada di bawah naungan kekuasaan despotisme desa sudah terbiasa mempertahankan struktur pemerintahan dan sistem peradilan, yang tetap ada dan sebagian besar tidak berubah,  tidak terpengaruh oleh karakter dan kebijakan penguasa.

Republic desa memiliki kemiripan dengan pemenuhan sebagian besar fungsi  negara di dalam desa melalui susunan koorporastis (tunduk pada kebijakan dan regulasi negara). Republic desa adalah dasar bagi negara, lagi pula desa mengisi banyak fungsi dasar negara, dan desa tetap mempunyai hubungan organic negara. Bahkan secara historis daerah Indonesia mempunyai desa atau dengan sebutan lain (gampong, nigari, kampung, negeri, dsb) berarti telah hidup tradisi berdesa. Artinya desa merupakan apa yang disebut sebagai negara kecil atau pretty state atau micro state (Azar Gat 2003). Seperti halnya negara, desa juga memiliki wilayah, kekuasaan, hukum, sumber daya dan masyarakat.

Namun, dalam republik desa beberapa perdebatan mengenai perspektif tentang desa yang menganggap desa itu lemah, tempat terjadinya penindasan, ketimpangan dan kemiskinan. Ada pula yang menganggap desa sebagai sebuah basis peradaban negara bangsa modern. Arugumen-arugumen itu kemudian memunculkan perdebatan ideologi dalam perspektif tentang desa. Adapun pembagian tiga perspektif sebagai beriku :

Pertama, Lokalis-Eksistensialis : Argument dasarnya adalah bahwa desa adalah situs otentisitas (keaslian/karakteristik) dan basis negara bangsa. Kaum lolakis-eksistensialis dalam melihat desa, bahwa desa haruslah mandiri, memiliki jiwa gotong royong, dengan sistem demokrasi (melalui musyawarah yang menghasilkan consensus atau yang biasa disebut mufakat), kaum ini menginginkan bahwa negara harus mengembalikan/memulihkan atau memberikan hak bagi desa untuk sesuai hak asal usulnya atau  yang biasa disebut dengan restorasi desa.

Kedua, Kaum Orientalis-Moderenis : menganggap desa sebagai situs kebodohan, kemandekan, dan kemiskinan, sehingga desa harus bisa menganut system demokrasi liberal, yang memberikan kebebasan individu, kebebasan bersaing, (yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin). Orientalis-moderenis menentang kaum lokalis eksistensialis, karena konsep pemikirannya adalah liberal yaitu, motif ekonomi dan pembangunan, kekuatan kaum ini bisa dirasakan melalui hak dominannya sebagai penentu kebijakan negara, seperti pada masa pemerintahan orde baru dengan metode trilogi pembangunan, negara kemudian masuk desa, negara mengubah, merusak dan menindas desa, melalui PNPM Mandiri Pedesaan kemudian mengabaikan kaum lokalis-eksistensialis, sebuah intervensi negara terhadap desa, secara gegabah yang akhirnya menghancurkan tatanan kehidupan pedesaan. Hal ini diperkuat pula melalui emperium barat pada waktu itu. Tujuannya sebenarnya adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa. Namun negara hadir dengan cara yang salah sehingga merusak tatanan yang sudah ada. Karena itu, orang luar desa terkadang harus mawas diri dan membangun desa sebaiknya dimulai dari belakang, artinya berangkat dari konteks, pengetahuan dan cara pandang orang desa (inilah yang disebut sebagai emansipasi). Sementara disisi lain, kaum Lokalis-eksistensialis tetap berusaha bertahan pada keaslian desa tersebut.

Ketiga, Kehadiran Kaum Strukturalis-Radikalis : menabrak dua perspektif sebelumnya yaitu lokalis-eksistensialis dan orientalis-moderenis. Pemikiran kaum ini berangkat dari peristiwa yang terjadi pada masa pemerintahan kolonial di indonesia,  Kaum strukturalis-radikal melihat desa sebagai basis ketimpangan, penindasan, penghisapan oleh pemerintahan colonial bahkan oleh elite desa waktu itu (penguasa pribumi), rakyat saat itu hidup dalam tekanan, seluruh haknya di rampas dan dipaksa bekerja tanpa upah atau yang lebih di kenal dengan system rodi, adapun penyediaan Pendidikan hanyalah bisa dinikmati oleh para penguasa pribumi dan anak dari kyai-kyai, sedangkan rakyat desa tetap berada pada susunan paling bawah yang terus di eksploitasi sumber dayanya, menjadi budak dari penjajah dan penguasa pribumi menjadi bagian dari para penjajah itu. Oleh Karena itu, tidak ada yang dapat di lakukan selain mengikuti kehendak penjajah, karena tidak ada lagi yang dapat melindungi mereka. Kemudian, kaum strukturalis-radikalis menekankan agar pemegang kekuasaan tertinggi haruslah rakyat, rakyat harus bersatu merebut kekuasaan, melalui organisasi rakyat yang kuat akan mampu merebut kekuasaan, rakyat harus memperoleh keadulatannya dan keadilan yang sama rata-sama rasa. Melalui resolusi desa maka rakyat diyakini dapat memperoleh haknya, dengan reforma agraria tidak ada lagi kepemilikan pribadi, berusaha  mendidik dan mengorganisir rakyat melalui liberalisasi politik dengan semangat teologi pembebasan. dan penguasaan sepenuhnya baik seperti alat produksi, seperti Badan Usaha Milik Desa harus dikelola oleh rakyat. Ternyata, Pengaruh dari strukturalis-radikal ini mampu melemahkan dua perspektif sebelumnya bahkan menghilangkannya.

Lantas dari berbagai perspektif tersebut, ketika beroperasi apakah sudah mampu menanggulangi kemiskinan di pedesaan? Misalnya, seperti koperasi yang ada di desa sudah lama dan bertumbuh, namun rakyat desa masih tetap lemah, apakah rakyat desa tidak mampu mengorganisir dirinya ke dalam koperasi?

Lahirkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, yang berusaha menata kembali relasi negara dengan desa maupun relasi desa dengan masyarakat. UU Desa dengan ini negara mengakui dan menghormati eksistensi desa berdasarkan hak asal-usulya. Dengan pengakuan ini, desa di berikan kebebasan dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan adat kebiasaannya masing-masing. Aplikasi nyatanya  dapat di rasakan melalui pemberian Dana Desa (DD) oleh negara kepada desa. Dengan harapan dana tersebut dapat digunakan sebaik-baiknya bagi kepentingan masyarakat desa.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun