Pada mulanya
Kita gagap dan menganga sambil mata  telinga enggan meninggalkan layar kaca. Sebab virus ini bagai tiang magnit menancap tajam ke perut pertiwi, menarik lekat segenap nalar dan rasa kita lalu mengalir dalam satu sepakat:
Perang bersama dan berbela rasa!
Masih pantaskah ini disebut bencana nasional?
Terbanglah ke langit lepas
karena dari sana mata kita yang sejak berbulan-bulan rabun oleh klangenan politik kan terang benderang, tercerabut dari permainan dan kebohongan yang menganga.
Lihatlah,
Karena terpaksa ribuan kepala terganjal bantal di ranjang rumah sakit. Kegembiraan mereka telah tersumbat dalam hari-hari yang sepi. Kehangatan keluarganya beku dalam kesendirian yang panjang berteman aroma beragam obat yang dipaksakan akrab dengan lidah dan hidungnya.
Masih pantaskah ini disebut bencana nasional?
Sementara waktu kian berjalan dan menemui pintu-pintu rumah terbuka lebar. Gerbang-gerbang pabrik dan kantor baru saja ditiinggalkan jejak-jejak sepatu. Asap kendaraan semakin berpesta ria menyusuri jalan-jalan tanpa mengenal waktu.