Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Narkoba, Stop Wacana, dan Lakukan Tindak Nyata

2 Maret 2016   06:12 Diperbarui: 2 Maret 2016   07:47 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengerikan apa yang disajikan media, setiap hari ada saja pengiriman narkoba dari berbagai negara yang masuk ke Indonesia. Belum lagi penggrebegan dan penangkapan, dan itu hampir seluruh daerah di Nusantara ini ada saja penangakapan demi penangkapan. Pemerintah lalu padahal mencanangkan2015 bebas narkoba, dan 2016 sudah masuk bulan ketiga, keadaan tidak makin baik.

Laporan demi laporan menyajikan data, bahwa korban mulai dari anak jalanan hingga gedung dewan. Dari tentara, polisi, aparat negara, dan artis. Mulai pedagang, bandar, hingga pemakai. Bapak anak, suami istri, bahkan ada yang tiga generasi, dari kakek, anak, hingga cucu. Sipir, napi, dan orang bebas tidak ada bedanya, bisa menjadi pedagang dan pemakain.

Wacana demi wacana diungkapkan, dari penjara berpengawal buaya. Hukuman mati yang menimbulkan dampak panjang dan lama, persidangan yang tidak berbeda dengan drama, hingga penjara yang berlebihan kapasitas.

Paling mendesak adalah hukuman yang sangat berat, meskipun “pembela” ada yang menyatakan bahwa hukuman mati tidak memberi efek jera, karena usai hukuman mati, perilaku perdagangan narkoba tidak berkurang. Hukuman macam apalagi yang paling berat dan menimbulka efek jera coba.

Penjara malah menjadi sumber atau pabrik narkoba.

Menkopolhukam sudah menyatakan bahwa kalapas terlibat, penangkapan demi penangkapan sipir, dan kurir yang bisa memasukkan narkoba ke penjara, penggrebegan di penjara yang jadi pemasok dan pabrik narkoba bukan hanya sekali, terpidana yang masih mengendalikan perdagangan narkoba dengan status pidana mati, dan polah yang tidak lebih baik.

Penggerebekan di asrama tentara hanyalah bagian kecil, jauh lebih berbahaya adalah kalapas dan sipir, yang membiarkan pembuatan dan perdagangan narkoba di dalam penjara. Bagaimana alat-alat produksi bisa masuk ke sana dengan berbagai dalih dan adanya usaha yang tidak diketahui oleh petinggi penjara. Sikap abai dan tidak bertanggung jawab tentu jauh lebih berbahaya, karena memberikan fasilitas negara untuk berproduksi barang yang dilarang oleh negara. Apakah hal ini bukan kesalahan yang berlipat-lipat?

Para penegak hukum yang masih  menuntut dan menghukum ringan pelaku perdagangan narkoba. Memberikan kebebasan dari yang sewajarnya dan selayaknya, mati, sebagai hukuman maksimal dan setimpal. Hukuman bukan sebagai bentuk balas dendam namun memberikan perhatian yang paling jelas dan tegas. Ketika hukum masih bisa dibeli dan diarah-arahkan sesuai kehendak uang para bandar, ya sudah pembelaan bagi pedagang narkoba dan melupakan korban.

Lima puluh korban setiap hari telah mati, jutaan yang lainnya tentu telah terganggu otak dan kesadarannya. Pecandu narkoba yang tidak terhitung, daya tampung rehap ada pada kisaran puluhan ribu sedangkan pecandu baru ada di angka ratuan ribu. Apakah negara mau diisi oleh pecandu yang tidak jelas begitu?

Dewan bak kebakaran jenggot, namun juga tidak bersikap. Ada tarik ulur ketika ada ide periksa urin bagi seluruh anggota. Pimpinan saja telah terbelah gagasannya, pucuk pimpinan mengatakan pemborosan anggaran negara, sang wakil mengatakan bahwa tidak apa-apa. Dari sini  telah menunjukkan bahwa pemikiran mereka hanya soal uang dan hitung-hitungan anggaran sedangkan akibatnya jauh lebih dari itu. Bisa dibayangkan, jika dewan itu telah disusupi pengguna, apalagi kalau pengedar, lebih menakutkan lagi jika pedagang, bagaimana mereka akan mengeluarkan perundang-undangan yang lebih tegas lagi. Berkaca dari soal korupsi dan di sana adalah salah satu pusatnya, tidak heran ide untuk melemahkan penegakan hukum korupsi berhembus kencang. Jangan-jangan nanti juga demikian, revisi soal perundangan mengenai narkoba juga akan diutak-atik dan itu merugikan bangsa dan negara.

Tidak lagi perlu ide dan gagasan, perangkat hukum itu telah cukup. Lakukan dan tegakkan sesuai aturan dan semua baik. Hukum keras penegak hukum, aparat negara, tentara, polisi, sipir dan petinggi lapas (selama ini belum pernah sampai level atas selain sipir), dan pejabat yang terkena narkoba. Lebih berat lagi bagi pelindung pedagang, pedagang besar, pengimpor, dan level-level itu. Jangan hanya kelas kurir, pemakai, pengedar kelas ketengan, kelas jalanan yang sekelas teri, sedang yang kakap malah enak-enakan dilindungi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun