Jika maaf tidak mempan, akan mencari dalih, pemerintah otoriter, tidak paham demokrasi, dan sejenisnya. Padahal esensi demokrasi sejatinya adalah tanggung jawab. Kebencian, rasis, dan kekerasan itu tidak ada dalam alam demokrasi.
Pidana karena kriminal, membuat onar, nanti akan diglorifikasi antiagama tertentu. Mirisnya masih banyak pihak yang suka cita untuk menabuh genderang dan begitu banyak pula masyarakat yang percaya demikian.
Mengapa demikian?
Begitu banyak orang yang gila jabatan namun abai untuk bekerja keras. Siapa saja mereka? Â Yang pernah berkuasa, kemudian mengeruk keuntungan gede, kini kudu membayar atas perilaku ugal-ugalan masa lalu itu. Mana rela.
Penguasa masa lalu yang malu karena tidak bisa bekerja. Mereka ini juga ingin menyelamatkan aset sekaligus reputasi. Nah, demi itu semua, mereka rela menggunakan kaki tangan yang maunya keadaan politik tidak stabil.
Pihak asing yang merasa biasa nyaman mengeruk sumber daya alam, kini susah. Kerja sama dengan elit tentu saja. Nah, mereka-mereka ini yang membeayai dan juga menciptakan narasi-narasi kekacauan. Sudah biasa ngakali nikel, batu bara, nikel, dan minyak bumi. Kini, semua ditangani Indonesia sendiri pantes lah mereka meradang.
Barisan ideologi dan politik yang bercampuraduk dengan  agama. Mereka ini merasa sudah ada di atas angin. Kemenangan di depan mata. Eh tiba-tiba HTI dan FPI sebagai andalan mereka dibubarkan. Meradanglah, maunya kekuasaan sudah tinggal rengkuh, eh ambruk berantakan. Kini mereka ini tinggal puing-puing, konsolidasinya makin kacau.
Susah melihat Edi Mulyadi tidak menyusul Buni Yani dan Ratna Sarumpaet. Â Akan masuk bui karena ujarannya keterlaluan, plus menyoal Prabowo. Â Layak ditunggu akan seperti apa drama di pengadilan nanti.
Lihat saja PKS dan juga Tifatul Sembiring yang  sempat membela sudah meminta maaf. PKS sebagai kelompok solid sudah melepehnya. Tidak mengakui apalagi kelompok yang lainnya.
Kucing itu pasti kini sudah tidak berani lagi melihat media sosial. Bagaimana berseliweran mandau terbang, kemarahan ataupun candaan yang mengerikan sudah  demikian masif. Hanya  menunggu waktu untuk polisi bergerak.
Nusantara secara alamiah sudah menampi mana kambing mana domba. Yang tidak layak terangkut pada kapal besar NKRI kejayaan di masa depan, kini sudah memilih untuk menjadi kenangan. Semesta sudah mengatur, bahwa keadaan Indonesia semakin baik, bukan malah mundur dan menjadi hancur.
Rel sudah pada jalurnya. Kejayaan itu sudah mulai dan akan terjadi.
Terima kasih dan salam
Susy Haryawan