Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Yusril, SBY, dan Mahfud MD

4 Oktober 2021   17:24 Diperbarui: 4 Oktober 2021   17:29 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yusril Ihza Mahendra. Sumber: Detik.com

Cukup menarik keriuhan pernyataan di antara tiga elit dan sekaligus politikus negeri ini. Reputasi mereka tidak bisa diragukankan. Ketiganya pernah menjadi menteri pada era masing-masing. 

Gelar akademik juga jelas dan pasti. Rekam jejak mereka juga sangat panjang di tengah perpolitikan negeri ini.

Ada yang pernah menjadi presiden, ada yang mau dan ngebet jadi calon, sayang tidak dapat tiket, ada pula yang nyaris saja, detik akhir ada yang menggantikan posisinya. 

Berarti ketiganya cukup setara. Mereka juga petinggi partai masing-masing, ada yang sudah tidak lagi, namun ada pula yang masih kokoh di dalam partainya.

Kini, berkaitan dengan 24, mereka bertiga masuk dalam pusaran pantun berbalas. Cukup hangat dan menjadi sangat menarik karena mereka hanya saling jawab via media.

SBY-Yusril

SBY berkicau lewat media sosial, dengan inti masalah, bahwa hukum bisa dibeli, tapi tidak dengan keadilan. Tanpa lama, elit Demokrat mengatakan Yusril memilih Moeldoko karena meminta fee, bayaran, yang  cukup tidak masuk akal, kemahalan.

Alasan menyatakan mahal, karena posisi AHY yang potensial menang. Nah, menarik jika berkaca dari pernyataan via media sosial SBY. Bagaimana mengatakan hukum bisa dibeli, dan kemudian mengatakan karena potensi menang, beaya tidak semahal itu.

Ingat, fee itu sah sebagai sebuah jasa atas profesi. Besarannya tentu sesuai kemampuan dan kesepakatan kedua belah pihak. Apa maksudnya potensi menang sehingga tidak perlu semahal itu?

Masih berlanjut ketika berbicara mengenai etika.  Lha di pasar itu ada orang menawar dagangan kemudian tidak ada kesepakatan, jadilah dengan pihak lain, kebetulan itu rival atau mantanlah. Apa si pedagang kemudian tidak beretika?

Jika Pak Beye mengatakan, hukum bisa dibeli, apakah ini pengalaman, asumsi, atau tudingan? Menarik karena toh ia pernah 10 tahun menjadi presiden. Atau baru  terjadi hari ini, masa pemerintahan Jokowi hal itu terjadi?

Sangat disayangkan sebagai seorang mantan presiden menyatakan hal itu melalui media sosial lagi. Jangan naif, baik buruknya pemerintahan itu juga ada kaitannya dengan kepemimpinan masa lalu. Memangnya, dulu luar biasa bagus, ideal, dan kemudian tiba-tiba bobrok usai SBY selesai masa jabatan?

Demokrat menyoal pernyataan Yusril yang dituding demi uang, namun menggunakan terminologi demokrasi. Sama juga, ketika demokrasi kog bicara Tuhan dan teologi. Tidak jalan logikanya, namun menyoal logika.

Yusril-Mahfud

Mahfud mengatakan sia-sia Yusril membawa ini ke MA. Misalnyapun menang, itu untuk kepengurusan mendatang, bukan menjadikan AHY terdepak dari kursi ketua umum. Tentu tidak asal bicara kapasitas Mahfud, hitung-hitungan dasar hukum sangat matang.

Sama juga dengan Yusril sebagai pengacara tentu saja mau kalah atau menang sama saja dapat bayaran. Tetapi reputasi itu karena kemenangan beperkara, bukan kalah. Nah, tentu ia juga sudah berhitung dan menemuka celah yang tepat untuk bisa menang di MA.

Implikasi bagi Yusril tidak cukup besar. Namun bagi Mahfud ini lumayan gede. Sikapnya kata banyak pihak ini adalh blunder. Ada kecenderungan tidak netral dalam bersikap. Saya pribadi juga menilai demikian. Tidak usah ikut berkomentar saja lebih baik.

Tetapi, toh lumayan untuk membuka kesempatan panggung untuk 24. Memang cukup riskan sih. Jika MA memberikan kubu Moeldoko kemenangan, dan AHY kalah, ini Mahfud kena dampaknya, meskipun ia sudah memberikan  rambu, kalau menang pun untuk kepengurusan mendatang.

Spekulasi berikutnya muncul dengan pensiunnya Panglima TNI, maka perlu pos baru yang bisa bergeser. Orang parpol cenderung aman, nah konon, satu nama yang ikut kena rotasi ada Mahfud. Jika benar kena ganti, susah bagi Mahfud untuk bicara di 24.

Pergantian kabinet di tengah jalan itu perlu klarifikasi yang tidak mudah. Mengapa dan bagaimana itu perlu penjelasan yang cukup meyakinkan. Konsentrasi dan juga energi cukup besar.

Nah, pilihan usai diganti, ingat, jika diganti lho ya, masuk pada cara main barisan sakit hati. Memang gak model Mahfud demikian. Toh  dalam politik semua bisa terjadi. Ceruk  yang ada amat minim, susah untuk bergerak. Pemainnya sangat banyak.

Sangat menarik adalah, pengalaman Yusril dan Mahfud itu berbeda. Satunya pengalaman sebagai hakim, bahkan Hakim Konsitusi di MK, ketua, Yusril adalah memang pengacara, dan kerap menang bahkan pada pemerintah. Berhadapan dengan pemerintah, Yusril kerap keluar sebagai pemenang.

Saatnya pembuktian pada tokoh besar ini mendapatkan apa yang mereka pikir menang dan benar. Tentu saja tidak akan ada dua pemenang, dan dua kebenaran. Salah satu pasti kalah, Yusril posisi hari ini ada pada sisi sendiri berhadapan dengan pihak yang berdua. Keadaannya 1-2. Apakah akhirnya akan demikian?

Seolah SBY-Mahfud vs Yusril. Layak ditunggu. Bagaimana nantinya hakim akan memutuskan. Jangan dulu asumtif sebagaimana SBY, tidak perlu menekan hakim kalau AHY kalah berarti bayaran.

Hasil ini ikut menentukan gelaran pilpres 24, bagaimana peran Demokrat dan juga keberadaan mahfud, atau malah bisa jadi Yusril juga. Makin asyik untuk ditunggu.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun