Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jangan Marahin Maling, Risma!

13 September 2021   17:59 Diperbarui: 13 September 2021   18:46 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan Marahin Maling Risma!

Cukup  aneh dan mengejutkan, keluar pernyataan dari seorang pimpinan yang pernah dinyatakan sebagai lembaga tertinggi negara era Orba, MPR, pejabat yang marah-marah saja itu tidak bisa bekerja. Apakah benar demikian?

Lha bagaimana pejabat yang sedikit-dikit baper, konpres, dan menuding pihak lain selalu melakukan ketidakadilan?  Atau bagaimana pejabat yang tidak pernah berbuat apa-apa? Enak ya, jadi pejabat yang santun dalam tindakan dan perilaku, namun di balik itu malah menggarong uang dengan tidak peduli rakyat sedang prihatin.

Risma memang dikenal sebagai pejabat yang suka memarahi jajarannya yang tidak becus bekerja. Menjadi aneh adalah, ketika ada kesalahan, ketidakbenaran, dan dimarahi kog malah ditegur? Ini lagi-lagi salah satu penyakit negeri ini.

Sebelum membaca perihal Risma disoal oleh pimpinan majelis, pagi-pagi cukup  terkejut, membaca seorang perias yang menuliskan pengalaman dikelabui klien. Hal ini bukan yang pokok, namun ada yang lebih aneh adalah, banyak yang membela bahwa perbuatan mengelabui oleh si klien ini baik-baik saja.

Malah perias ini seolah menjadi pihak yang salah, dihakimi sebagai mata duitan, perhitungan, dan sebagainya. Bayangkan saja, jika ada dua belah pihak mengadakan transaksi ada salah satu pihak yang mencari keuntungan pribadi dengan menutup-nutupi salah satu bagian. Apa yang terjadi? masih membela yang tidak terus terang?

Kisahnya adalah, ada calon pengantin yang meminta jasa rias untuk persiapan photo pranikah. Ternyata riasan itu untuk pernikahan. Ada perbedaan harga paket memang, dan perhitungan si perias masuk akal dengan berbagai perhimbangan teknis.

Masalah yang perlu dilihat lebih jauh adalah komentar yang mempersalahkan si perias. Lagi-lagi pengulangan penyakit negeri ini. Pro dan kontra itu  hal yang wajar saja, apalagi namanya alam demokrasi. Namun ketika korban dan pelaku malah berbalik arah dan status, ini ada yang tidak beres.

Hal yang sama terjadi pada  Risma yang memarahi pejabat yang menghambat dana bansos untuk sampai kepada yang berhak. Dalam hitung-hitungan, mereka, yang dimarahi Risma ini berpotensi mendapatkan keuntungan yang luar biasa besar. Nah, marah ini pada konteksorang waras, sudah benar atau salah?

Ingat, kisah bansos ini sudah membawa menteri masuk bui. Data yang kacau balau, semua ditimpakan kepada Menteri Sosial yang katanya begini dan begitu. Mengapa tidak ada yang menegur pejabat atau menteri sebelumnya, eh malah menteri yang sedang bekerja dan melakukan tugasnya dikatakan keliru.

Aneh, naif, atau maaf bloon sih, para pekerja keras bangsa ini selalu saja dimaki, disalah-salahkan, dicari-cari kesalahannya. Padahal begitu banyak pejabat tidak bekerja, puluhan tahun tidak membawa perubahan mereka diam saja. Apa sih sumbangsih Muhaimin, Zulkifli, Fadli Zon, atau Prabowo? Pernah tidak mendengar teriakan ganti, turunkan, atau mbok kerja dikit saja? Tidak bukan?

Eh malah aneh, ketika ada pekerja seperti Ahok, dimasukan bui dengan berbagai-bagai rekayasa. Mulut lemes Ahok menjadi sarana menghentikan reputasinya yang tidak kenal takut. Apakah karena Ahok Kristen dan China? Bukan. Sama sekali tidak, karena ia tidak mau kompromi. Titik.

Jokowi, berapa kali saja setahun ini, baru masuk sembilan bulan, teriakan Jokowi turun, Jokowi saatnya diganti, Jokowi tidak becus dan sebagainya. Pernahkah terdengar itu  ketika SBY berkuasa, sedangkan hasilnya juga sama-sama tahu. Ada apa?  Aneh, ketika para pekerja malah dihabisi oleh kelompok malas namun tamak minta ampun.

Kini, Risma mengalami hal yang sama. Mengapa ada Yuliari kemarin berujung bui tidak ada yang teriak ganti, mundur, dan tidak becus bekerja? Sebelum ditangkap KPK. Mana suara-suara yang meneriaki Risma ini waktu itu?

Lucu ya, aneh, dan ajaib. Bagaimana bisa orang bekerja dengan baik malah dipersalah-salahkan, orang yang tidak mau bekerja, tidak bisa bekerja, dan malah cenderung mengganggu pekerja malah enak-enakan. Bisa terbahak, bermewah-mewah, dan malah menjadi duta usai dipenjara atau diusut polisi.

Jika benar gerakan Risma ganti ini menggelembung makin besar, sudah makin parah. Percuma menjadi pekerja keras, cerdas, dan mendapatkan penghargaan di negeri ini. Enakkan yang tidak ngapa-ngapain malah mulus sampai  periode berakhir.

Memperpanjang daftar ngaco duta-dutaan.  Terbaru jelas wacana mantan maling berdasi mau dijadikan duta antimaling. Predator anak masuk tivi untuk melakukan edukasi bahaya predator anak. Memangnya negara ini kekurangan orang baik dan waras?

Peran agama sebatas ritual, hapal, dan label fisik, namun abai soal yang esensial dan mendasar, yaitu malu berbuat jahat.  Malah kadang ayat suci disitir demi membenarkan perilaku jahat. Ini miris, pilu sebenarnya. Namun  seolah dianggap biasa. Malah bersorak seolah gembira. Ketika ada yang meluruskan dituding menghujat.

Negara ini sangat besar, sayangnya dikelola orang sakit dan dominasi yang tidak lurus cara berpikirnya. Lebih ngeri lagi mereka ini mendapatkan panggung dan memperoleh dukungan khalayak yang memang logikanya tidak jalan.

Pinjam bahasa Pak Beye, Prihatin. Apakah mau terus seperti ini? Logika bolak-balik itu terus terjadi?

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun