Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

13 Alasan di Balik Masih Prabowo Ketum Gerindra

7 Juni 2020   13:51 Diperbarui: 7 Juni 2020   13:46 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tujuh, belajar dari Golkar dan P3. Ini cukup identik, bagaimana mereka bisa menggelar kongres dan memiliki ketua umum dua. Berkepanjangan dan itu melelahkan. Agenda strategis bisa kacau balau. Kecil kemungkinan demikian melihat kader-kader dan kendali Prabowo. Tetapi jika bukan Prabowo ketua umum, belum tentu sikap diam selama ini akan terus ikut arus komando.

Delapan. Belajar dari PKS. Ini mengenai perpecahan semu. Misalnya ada ketua umum baru selain Prabowo, ada kader yang tidak mau taat. Sebagaimana dipertontonkan Fahri Hamzah dulu. Kini mendirikan Gelora. Jangan dianggap sepele jika terjadi demikian.

Sembilan. Kader Gerindra cenderung flat, datar, dan tidak banyak yang cukup menonjol untuk menjadi pemimpin partai sebesar Gerindra. Sangat tidak mudah mengendalikan partai gede tanpa pengalaman dan otoritas yang cukup. Karena selama ini memang kendali penuh ada di tangan Prabowo sendiri.

Sepuluh, Gerindra ya Prabowo. Mau apa lagi. Susah untuk bisa melihat pergantian kepemimpinan laiknya partai modern. Asal didirikan pun tidak jauh dari kepentingan Prabowo pula. Ini bukan salah atau jelek. Ini fakta yang ada. Ya wajar namanya era coba-coba waktu itu.

Sebelas. Kendali Prabowo terlalu kuat selama ini. Apapun keputusan dibuat tampaknya ada di tangan Prabowo, bukan mekanisme partai. Model-model tuntutan partai modern pun sebatas formalitas. Susah melihat kinerja, rapat, dan sidang-sidang yang alot, karena ujungnya toh Prabowo pula yang menentukan.

Dua belas, mesin partai juga tidak model PDI-P atau Golkar sampai akar rumput memiliki basis massa dan lembaga hingga desa. Mereka cenderung dadakan dan elitis. Mendekati pilkada dan pilpres dan pemilu baru ribut-ribut persiapan. Ini tentu riskan jika dipegang bukan kalibet Prabowo. Tentu soal dana dan kendali birokratisnya.

Tiga belas. Selama ini ada kebiasaan penggantian pengurus daerah itu asal saja, tanpa ada pemberitahuan pada yang diganti. Mekanisme dari atas ke bawah, komando ala militer. Hal ini sangat mungkin bisa menjadi gejolak yang tidak mudah.

Masih Prabowo sebagai ketua umum. Alasan pun jelas dan memang belum ada calon yang  cukup kuat dan mumpuni untuk menggantikan Prabowo. Kemampuan juga masih lumayan untuk memegang partai dan kementrian.

Terima kasih dan salam

Susyharyawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun