Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mau Menikahi Kaum Berjubah, Baca Ini Dulu

23 Mei 2020   11:21 Diperbarui: 23 Mei 2020   11:22 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Mau Menikahi Kaum Berjubah, Baca Dulu Ini

Kemarin dalam sebuah obrolan grub rekan-rekan mantan berjubah, ada bekas pastor, frater, dan bruder, jadi jelas kaum berjubah ini ya, ada yang cukup menggelitik. Saya tidak terlibat karena kaitan dengan istri dan keluhan para istri mereka. Mau yang senior, lha mengenakan jubah saja saya masih usia satu tahun, atau yang masih junior mengatakan hal-hal yang identik.

Istri-istri mereka cenderung mengeluhkan kalau pasangannya itu kolot, ngeyelan, kaku, dan mau menang sendiri, egois, dan menuntut kesempurnaan. Seorang senior mengatakan, istrinya pernah dalam pertemuan mengeluhkan jangan-jangan suami mereka mau kembali jadi pastor. Rekan senior ini kemudian mengatakan waduh, siapa tahu para istri ini menderita dan tidak ada saluran untuk mengakui, mengatakan, dan menyadari bahwa itu sebuah penderitaan.

Jadi mikir, kondisi itu hampir selalu terjadi dalam pernikahan bekas ataupun kaum berjubah. Tidak heran banyak keluarga mereka tidak berakhir bahagia. Beberapa hal bisa menjadi penyebab.

Pertama, pendidikan kaum berjubah   itu jelas untuk sendiri, mandiri, dan tidak dipersiapkan untuk berdua, dan berkeluarga. Selibat yang menjadi fokus pendidikan, nah jika itu telah dihayati lima hingga belasan tahun bisa dibayangkan. Apalagi jika sudah menjadi imam. Tentu tidak selalu dan semua, dominannya ada gesekan dan keluhan sebagaimana awal tulisan.

Pendidikan yang membentuk dan menjadi karakter ini susah diubah. Cinta itu menjadi relatif, mungkin pas masa pendekatan karakter bentukan sekian lama itu masih belum tampil sebagaimana mestinya dan mendominasi kehidupannya. Ketika menginjak pernikahan dan perkawinan apalagi sekian tahun, semua menjadi berbeda.

Kedua ketika pendekatan, hal-hal baik, pengetahuan, pendekatan, dan aneka bentuk perbedaan dari orang biasa itu sangat menjanjikan. Jangan kaget ibu-ibu muda, tante-tante saja suka, apalagi gadis-gadis. Ini juga karena hasil pendidikan lho, jangan mengeluhkan yang buruk, padahal pada awalnya sangat menyenangkan. Nyaman, tenang itu pada awal, mengapa berubah setelah sekian lama? Ini yang perlu dijadikan bahan dalam pendampingan perkawinan.

Tidak ada yang berubah sebenarnya, hanya pengenalan, dan penghayatan atas sikap pasangan. Sama saja kog, mengapa bisa berlainan ketika sudah merasa tidak lagi "baru"? Yang menyamankan itu kini hilang.

Ketiga, jangan-jangan dulunya adalah semata kebanggaan bisa "menggoda" dan mendapatkan kaum berjubah. Ini fakta lho, banyak pengakuan demikian, jangan merasa pelecehan. Serius dan jika demikian, muara kecewa, menyesal kog ya sama saja, eh malah menikahi orang keras kepala sangat mungkin terjadi.

Keempat, jika bukan kebanggaan karena "berbeda", mungkin berangkat dari curhatan. Bisa kedua boleh pihak yang  memiliki kepentingan dalam berbagi itu. Awalnyanya nyaman, bisa saling meneguhkan, dan ada yang sampai pada pernikahan. Belum tentu  pada mulanya mau menjalin relasi eksklusif dalam sebuah perkawinan. Nah ini juga bisa menjadi persoalan.

Kelima, seorang rekan memiliki suami mantan berjubah. Katanya, kalau ke gereja harus duduk di depan sendiri, satu jam sebelumya sudah duduk dan berdoa di gereja. Tentu saja istrinya tidak bisa menolak, tetapi terpaksa mengikuti saja kehendaknya. Lama-lama kawan ini mengatakan banyak alasan untuk bisa terhindar dari doa yang sangat panjang itu. Pola hidup di biara tapi diterapkan di dalam keluarga.

Ada pula makan dengan bel, sama dengan di komunitas, memanggil banyak orang dari mana-mana untuk berkumpul dan makan, bel adalah sarana. Lha ketika dalam rumah, hanya empat atau lima, dan besar rumah juga paling gede 100 m2 kan lucu. Model-model demikian sangat mungkin terjadi.

Keenam, kondisi dan alasan keluar itu beraneka ragam, nah ketika kemudian menikah, belum tentu sudah selesai dengan alasan keluarnya. Masalah di sana, jika tidak disadari. Salah satu guru dalam pendidikan di seminari saja mengatakan, kalau seminaris keluar pasti karena kesrimpet jarit, karena tergoda kain atau tergoda lawan jenis. Ini guru yang tahu banyak  tentang pendidikan seminari, tetapi bisa bicara demikian.

Jangan kaget, jika desas-desus umat itu sangat kejam. Apalagi jika menikah dengan pastor atau mantan pastor. Pandangan minir ini sedikit banyak akan mempengaruhi. Ketika baru sih masih tebal kuping dan masing bangga, ketika sudah tahunan, apa bisa sama? Mana ada yang mau tahu alasan mengapa menikah atau pasangannya itu keluar.

Ketujuh. Asyik dengan hobi. Hal yang dibangun sebagai salah satu sarana membangun jiwa selibat. Nah ketika hobi ini terbentuk, bisa-bisa sangat menyita waktu dan perhatian. Jika ketidaksiapan dari pasangan menerima ini, bisa berujung berabe. Jangan percaya jika cinta mengubah keadaan. Itusih abg.

Kedelapan. Komunikasi. Ini penting, wong ar kaum berjubah tahu katekese persiapan perkawinan kog. Mereka ternyata tahu namun tidak paham dan atau tidak mau tahu, di mana komunikasi dalam rumah tangga itu penting. Kembali poin awal bahwa memang dalam pendidikan diarahkan untuk hidup sendiri, bukan dipersiapkan untuk berkeluarga.

Tentu uraian ini dibuat bukan untuk menakut-nakuti, namun memberikan gambaran umum, pernikahan sekian lama dengan kaum berjubah itu akan seperti itu. Nyaman,  enak, tenang, dan mendapatkan banyak hal yang tidak didapat dari pemuda lain, nah ketika sudah berjalan tahunan apakah masih sama?

Apa yang terjadi dan tertulis itu berlaku umum, tidak dalam bentuk baku dan kaku serta pasti demikian. Tetap saja  ada hal yang sangat khusus membedakan satu relasi dengan relasi lain.  Saling pengertian menjadi sebuah tawaran solusi.

Ini pengalaman sebagian besar di luar diri, nah bagi kaum berjubah atau bekas berjubah atau pasangannya tentu lebih paham. Di Kompasiana banyak koq yang pernah berjubah, bisa menanggapinya.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun