Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Siapa "Kodok" yang Sedang Direbus Jokowi?

26 April 2020   12:21 Diperbarui: 26 April 2020   12:25 2776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siapa "Kodok" yang Sedang Direbus Jokowi?

Ahok mengatakan, ia itu tipikal langsung dalam menyelesaikan masalah. Mau baik atau buruk tidak perlu panjang kali lebar. Thas thes, urusan belakangan. Ujungnya ya bui bagi Ahok. Ia mengatakan, jika sebenarnya Jokowi itu ya sama tegasnya, hanya jalannya berbeda. Ahok mengatakan jika Jokowi menggunakan pendekatan merebus kodok, di mana di dalam air di atas kompor kodok tidak sadar keadaan.

Kodok di dalam air dingin, direbus merasakan hangat dan nyaman, nah ketika merasakan kepanasan kodok itu tidak akan lagi  mampu melompat. Akhirnya mati di dalam panci yang mendidih. Kondisi yang sama dengan falsafah Jawa ngenteni kebak sundukane. 

Seolah didiamkan dengan perilakunya. Dibiarkan seolah-olah masih baik-baik saja. Pembiaran yang jelas terukur, dengan tidak dilepaskan begitu saja. Justru pengawasannya sangat ketat, namun yang diawasi merasa baik-baik saja. Tidak merasakan kalau ada kegiatan yang akan membuatnya terjerat.

Paling tidak dalam diri Setya Novanto yang demikian gagah perkasa, dari masa ke masa. Mulai zaman Soeharto dia sudah mapan, sampai era SBY ia bisa merajalela. Pas kejadian dengan Free Port, orang akan menilai habis, toh masih dibiarkan cukup lama. Akhirnya ketika momen itu tepat, selesai, tanpa ada gejolak baik politik apalagi keamanan.

Memangkas akar, memotong dahan, dan mengurangi daun-daunan itu penting, sehingga ketika pohon yang gede itu mau dirobohkan bisa aman semuanya. Mudah menebang pohon, namun dampak kerusakan itu perlu dipikirkan.

Membutuhkan energi ekstra memang karena banyak orang atau pihak menilai seolah tidak melakukan pengawasan. Membiarkan perbuatan salah dengan begitu saja, atau malah ada yang bisa saja mengatakan mendukung kejahatan dan perbuatan buruk di depan mata.

Butuh waktu, politik itu momentum, tidak sembarangan. Ketika tidak tepat, bisa menjadi bumerang, blunder, dan itu malah bisa membuat keadaan lebih buruk. Pandangan awam akan melihat yang di depan mata. Pemberitaan media saja. Padahal ada hal-hal yang tidak terlihat yang perlu diperhatikan.

Kesabaran. Sabar dalam menantikan saat yang pas. Mendengar dan melihat perbuatan ugal-ugalan dengan tetap diam tanpa reaksi berlebihan itu menjadi penting. Pembeda yang diperlukan jika mau urusan selesai dengan tidak banyak menimbulkan kekisruhan.

Menangkap ikan tanpa membuat kerus kolamnya. Ini seni yang tidak sembarang orang bisa dan mampu. Perlu kesabaran ekstra, waktu yang cukup, dan energi yang berlimpah. Sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah melatih kesabaran pada tataran yang tidak biasa. Seolah mudah, padahal sangat susah, kalau tidak hati-hati malah merusak banyak hal.

Sama juga dengan menebang pohon rimbun di sekitaran rumah tanpa memangkas dahan dan daun. Menimpa rumah, memecahkan hiasan taman, memutuskan kabel listrik, dan kotor di mana-mana. Soal skil memang penting, namun pengalaman juga menentukan.

Kelihatan Jokowi sedang merebus kodok. Air semakin memanas dan si kodok masih tenang-tenang saja. Lagi merasakan enak dan nyaman dengan air hangat yang mulai memanas.

Sejak awal tahun dengan berbagai kejadian, banjir yang lebih luas dan lama, narasi yang dibangun luar biasa ugal-ugalan. Menuduh pemerintah yang lalulah, pemerintah pusat yang mempersulitlah, dan sebagainya. Pemerintah pusat mengambil alh tugas itu dan semua diam. Tidak ada lagi polemik dan yang tidak bisa bekerja diam juga karena enak kan nyaman dengan apa yang terjadi.

Tiba-tiba datanglah durian runtuh itu. Pandemi corona dan lagi-lagi kawasan yang sama datang dengan drama baru. Hari ke hari semakin banyak yang terjangkir. Ide dan gagasan yang tidak masuk akal dipaksakan. Narasi demi narasi dibangun, namun jauh dari fakta yang ada di lapangan.

Pemaksaan lock down dan ternyata semakin lama semakin terbukti ngaco tanpa ada upaya lebih lanjut. Nyatanya kebijakan pembatasan sosial malah mengumpulkan massa dengan membatasi angkutan umum massal dan mengadakan pasar murah.

Ketika PSBB juga demikian. Jangan salahkan ketika dugaan hanya akal-akalan mencairkan dana dari pusat dan daerah tanpa terlibat. Data yang amburadul, bahkan kawasan elit pun dapat. Ini faktual, dan sudah diakui.

Padahal sebelumnya Wapres Kyai Makruf sudah menanyakan perihal data ini. Hanya narasi yang diandalkan. Masih banyak hal lainnya kisaran narasi saja yang dinyatakan, dan ujung-ujungnya hanya menyalahkan pusat dan terutama Jokowi.

Memang, akan ada pembela dari para barisan sakit hati, politikus kecewa, kelompok ngarepwan yang tidak dapat kursi, dan juga para pengusaha yang kepentingan dan kebiasaannya terganggu. Perlu diingat, sunduk wis kebak, kodok sudah merasa diri yakin dan menjadi pongah dan lupa daratan.

Api dinaikan sedikit temperaturnya akan membuat panas yang segera naik dan sudah habis. Sepandai-pandainya tupai melompat akan gawal juga. Lihat tuh Setnov memiliki jauh lebih lama pengalaman, reputasi, dan pastinya jaringan dan kekuataan finalsial tak terbatas saja bisa masuk kolong.

Janganlah jemawa dan merasa paling hebat, ketika membangun opini. Sepandai-pandai menyembunyikan bangkai akan tercium juga. Hanya menunggu waktu dan itu tergantung kompornya, naikan saja panasnya, dan langsung tidak berdaya kodoknya.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun