Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Beti, Tegas dan Arogan, dari Nikel hingga Masuk Got Hitam

19 Desember 2019   12:00 Diperbarui: 19 Desember 2019   12:08 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Beti, Tegas dan Arogan, dari Nikel hingga Masuk Got Hitam

Beberapa saat ini riuh rendah dengan pembicaraan soal para honorer yang mau memperpanjang kontrak masuk got dengan air sangat hitam. Pro-kontra berseliweran. Belum surut ada istri gubernur yang mengatakan, jangan kaget kalau ditembak  orang....menyikapi ide interpelasi untuk suaminya. Pun kisah pemotor gede yang menabrak anak dan nenek.

Kelompok elit juga menyumbang dengan "penonaktifan" anak buah karena adanya penghargaan untuk tempat hiburan, usai mendapatkan penolakan dari sana-sini. Sikap tegas atau arogan?  Sangat tipis bedanya. Apalagi diperjelas dengan sikapnya soal banjir yang beda jauh dari biasanya. Rekam jejak juga terlibat. Jangan lagi bicara akar rumput.

Presiden menyatakan tetap kekeh pada penolakan ekspor nikel dengan ancaman dari Uni Eropa melalui WTO. Ancaman dan tuntutan dihadapi dengan tegas, hadapi dan siapkan pengacara yang mumpuni untuk itu. Padahal biasanya  tekanan asing demikian langsung membuat orang takut dan mundur teratur. Biasanya juga elit malah menjadi corong untuk membela kepentingan asing dan pengusaha dan penguasa asing.

Tekanan dari dalam dan luar jika demikian. Dan itu  menjadi gaya kepemimpinan selama ini. puluhan tahun menjadi perahan dunia karena kelemahan karakter. Dan mirisnya kadang arogan dan sangat tegas jika pada anak bangsa sendiri.

Arogan atau Tegas

Menilik kepentingan. Arogansi biasanya mengalahkan, merendahkan, dan mendapatkan kepuasan untuk diri, kelompok, dan mendapatkan manfaat secara tidak adil. Di jalanan itu etalase perilaku demikian. Pun ketika ada oknum aparat yang memerintahkan calon pegawai honorer untuk bisa lanjut masuk got, apa sih yang mau diharapkan, selain mempermalukan. Jauh lebih berkelas, jika mereka diwajibkan membersihkan sekian meter, sebagai sarana ujian, masih normal dan malah waras.

Atau istri gubernur yang menyatakan, ingat menyatakan, jangan kaget kalau ada yang menembak, ini tentu akan diakui bukan ancaman, namun nada arogansi. Ini soal politik, dan juga ada arogansi politik dari pihak lain yang menganjurkan interpelasi. Toh koridor masih legal, karena memang itu hak dewan. Jelas soal kepentingan semata.

Keadilan yang terlanggar. Ada sikap memang-kalah, penguasa dan yang dikuasai, dalam beberapa kondisi dengan jelas. Bagaimana keadilan terjadi dengan timpang. Ada yang menguasai dan terkuasai dengan tidak ada sama sekali berdaya untuk sedikit saja mengupayakan keadaan seimbang. Miris. Kalah menang menjadi tujuan dan sarana ke sana jelas pokoknya aku menang dan kamu kalah.

Menambah masalah, bukan mengurai masalah. Miris  ketika persoalan diselesaikan dengan arogansi, yang ada malah masalah baru, bukan makin jernih malah makin kacau dan ribet. Persoalan baru dan masalah baru bisa timbul dan bisa menjadi lingkaran setan balas dendam.

Ancaman, lepas tanggung jawab, dan pilihan senada menjadi sebuah konsekuensi atas arogansi. Hal yang acap terjadi dalam banyak kasus sehari-hari.

Arogan, pelaku punya kuasa namun lemah wibawa. Termasuk orang tua dalam mendidik anak. Menguasai dan menekan, tanpa anak bisa berbuat lain. Apalagi dalam dunia politik dan birokrasi. Makin besar kekuasaan namun kewibaan kecil akan semakin kuat gaya dan arogansinya. Bisa ditilik dalam banyak kejadian dan kasus.

Menang-kalah menjadi  andalan, dan kewibaan tidak ada, paling gampang ya menekan dan mengalahkan pihak lain dengan kekuasaan. Padahal sejatinya tidak demikian.

Mempersoalkan yang remeh bukan yang esensial. Ironis, biasanya penyelesaian arogansi itu berkaitan dengan hal-hal sepele. Apa yang ditanggapi bukan hal yang mendasar, bukan pada tataran yang penting, namun hal remeh namun dianggap penting. Wajar karena memang lemas kebijaksanaannya yang ada soal kekuasaan.

Arogan memang akan seolah terlihat tegas. Namun tegas juga bisa tanpa arogansi yang dikedepankan. Tegas itu berani memilih pilihan yang tidak mudah. Dan juga kadang dihadapi dengan arogan oleh pihak yang tidak setuju.

Tegas itu akan memberikan beberapa hal:

Fokus. Dengan melihat fokus dan konsentrasi penuh pada apa yang mau dituju, orang atau lembaga tidak akan goyah oleh pengaruh yang remeh temeh. Apa yang ada di depan itu jauh lebih penting. Yang remeh temeh akan tersingkir karena memang tidak terlihat.

Wawasan. Perlu wawasan yang luas dan menyeluruh sehingga tidak terkecoh pada hal yang sepele. Yang utama menjadi tujuan, yang mendukung akan dibawa, yang menghambat akan disingkirkan kalau tidak mau menyingkir sendiri. Maka perlu banyak pengetahuan, keahlian, dan juga kebijaksanaan.

Kendali. Memainkan kendali bukan dikendalikan. Akan datang banyak halangan dan rintangan, namun dijalani bukan malah menghindari. Kendali menjadi penting sebagai seorang pemimpin dan pengambil keputusan.

Bagian dari solusi. Jika pun bukan solusi, paling tidak memberikan dampak, bukan malah menimbulkan masalah baru. Ini menjadi penting, karena arogansi biasanya memberikan dampak dan masalah lain di kemudian hari. Penyelesaian dengan cara kalah menang bisa membuat orang kecewa dan menuntut balas.  Ketegasan jika tidak memberikan solusi, paling tidak, bukan malah menambah masalah.eLeSHa.

Terima kasih dan salam

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun