Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rocky Gerung, Pemaknaan Radikalisme, dan PK Bandungan

4 November 2019   12:20 Diperbarui: 4 November 2019   12:28 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rocky Gerung, PK Bandungan, dan Pemaknaan Radikalisme

Sependek ingatan saya belum pernah membahas RG, pun membaca berita soal pernyataannya, apalagi sampai mengulik di youtube, pun jarang mencari tahu lebih jauh mengenai apa yag ia maksud. Hanya kemarin mendapatkan kiriman foto dengan narasi RG soal Radikalisme.

Secara garis kecil ia menyebut radikalisme itu tidak berbahaya, belum sejauh apa yang istana nyatakan.  Tentu konteksnya adalah apapun yang ditakatakan istana ada salah dan dia memiliki standart sendiri. Itu saja.

Jelas saja saya bukan kapasitas menilai apa yang ia nyatakan, palingan akan ia nilai dungu. Toh ia profesor, entah sejatinya, yang jelas banyak yang mengelu-elukan ia profesor dan ia mandah saja, seneng, dan itu biar bagian dia saja.

Cukup menarik adalah ia selalu bangga akan pemikiran filsafatnya. Namun entah mengapa sering, ini lagi-lagi sependek apa yang saya tangkap, ingat tidak pernah saya mau tahu mengenai narasi, pemikiran, apalagi hujatan Prof. RG ini. Konon sering tidak nyambung, dan kali ini saya menemukan sebagian kebenaran.

RG yang bangga disebut profesor dan mengaku dasar ilmunya adalah filsafat, setiap mahasiswa filsafat akan mendapatkan mata kuliah dasar dan itu adanya di semester satu adalah salah satu cabang ilmu filsafat yang bernama LOGIKA. Nah mengapa itu dasar? Ya karena bisa logis alur pikirnya, dan mengambil  kesimpulan itu tidak gegabah, apalagi tanpa premis langsung mengambil kesimpulan.

Melihat rekam jejak dan narasi yang didengung-dengungkan, malah cenderung seperti anak kelas awal dalam belajar ilmu. Karena ia mengaku filsuf sehingga mengatakan orang lain dungu, profesor ini sepertinya baru belajar filsafat, sehingga menganggap orang lain bodoh dan dia paling pintar.

Sayangnya kepintaran itu tidak pernah dinyatakan oleh pihak lain, atau dalam sebuah ajang debat terbuka, hanya klaim sendiri. Ia merasa cerdas dan para pengikutnya yang sangat bergembira itu kacau oleh penggunaan istilah yang kadang tidak nyambung, asal terkesan intelek, dan kata-kata yang jarang digunakan oleh khalayak ramai.

Sama juga anak baru belajar satu jurus silat sudah mentang-mentang menantang sais dokar. Ketika dijawab dengan satu saja cambukan, menangis meraung-raung, jelas mana jurusnya mampu menghadapi cambuk?

Demikian juga mana pernah ada doktor atau profesor filsafat asli yang pernah menyanggah atau menantang RG untuk debat secara terbuka?  Mengapa? Jelas bukan kelas, level, dan patut melawan orang yang belum dikenal kapasitas keilmuannya selain klaim sepihak dan para pengikut tidak kritisnya.

Radikal Belum Berbahaya ala RG

Cukup miris ketika ia menyatakan belum ada bahaya radikalis hanya berdasar ia ditolak di banyak universitas dan malah diterima di Ngruki. Ada beberapa hal yang patut kita cermati:

Pertama, mengapa ia ditolak di universitas, apa kaitannya dengan radikalisme tidak ia sebutnya. Alasan ini menjadi penting sehingga ia tidak bisa mengambil simpulan penolakannya dengan arti radikal yang tidak ia anggap berbahaya.

Kedua, ia mengatakan diterima di Ngruki, boleh diterjemahkan, Ngruki sebagai tempat bibit radikal, dia sudah mengambil simpulan yang awalnya ia tolak karena istana menganggap berbahaya, dan ia negasinya, namun menggunakan labeling Ngruki radikalis. Ia sumir dengan pemikiran sendiri.

Ketiga, parameter pribadi tidak bisa menjadi standar nasional. Ketika ia mengatakan baik-baik saja, apakah demikian dengan tetangganya, atau pihak lain? Lucu  profesor filsafat mengambil simpulan dengan demikian gegabah.

Empat, jika menilik point ketiga, kog saya curiga, ia dijadikan mendiknas pasti akan mau dan memuji istana, bahkan menjadi menhan, atau panglima TNI yang di luar kemampuan dan kapasitasnya ia akan mau dan memuji serta akan mencarikan dalil pembenarnya.

Orientasinya hanya mencari panggung yang berujung pada keamanan finansial. Hal yang jelas ia nyatakan dengan tidak terus terang. Bagaimana bisa di mana-mana lembaga dan organisasi yang dilarang dapat ia nyatakan tidak berbahaya. Hanya karena ia ditolak di tempat lain dan diterima di tempat yang berbeda.

Keilmuan itu seyogyanya bermanfaat, berguna bagi diri, sesama, dan lingkungan. Diri jelas harus bisa mempertanggungjawabkan, bukan malah mengelabui sesama dengan keilmuan yang dimiliki hanya demi mendapatkan keamanan finansial. Miris jika demikian. Memang dalam banyak kasus ia menafikan banyak hal demi bisa mendapatkan apa yang ia inginkan.

Kemarin, ada rekan berkisah kalau dia dan kawan-kawannya pergi berrekreasi dengan menyewa kamar karaoke. Ketika sudah cukup panas dan ada yang terkapar karena mabuk, si PK yang menemani mereka, menunggui terus yang tergeletak di lantai. Sambil manyun, padahal di sana ada beberapa laki-laki, ada yang minum, menyanyi, dan juga joget.

Ketika ditanya mengapa nungui orang tepar, dia diam dan makin manyun. Tidak berselang lama, yang terkapar tadi siuman, dan ditanya rekannya mengapa si PK setia banget, mau wis tak sawer abang. 

Terima kasih  dan salam

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun