Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hendropriyono dan Keberaniannya demi NKRI

9 Mei 2019   09:00 Diperbarui: 9 Mei 2019   09:23 2160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Cukup berani dan cukup menantang, apa yang dinyatakan Hendropriyono. Benar saja pelaporan demi pelaporan akan antri. Hanya saja, mantan kepala BIN akan dengan mudah mengelak, beda kasus dengan Ahok lampau. Mengapa demikian?

Hendropriyono bukan Ahok yang gegabah dalam berbicara. Ia telah menimbang dengan baik dan matang, konteks, dan potensi apa saja yang mungkin timbul. 

Apalagi juga sudah bermain  politik sekian lama. Hal yang melengkapi kepiawaian di dalam bersikap dan berbuat. Pernyataan yang memang demikian adanya, harus dinyatakan dan dikatakan dengan lugas. Ia yang di luar sistem bisa leluasa untuk menyatakan  keprihatinannya berbangsa dan bernegara.

Hal yang hampir sama, Wiranto juga menyebutkan, bahwa ada tokoh yang ada di luar negeri membuat provokasi bagi keadaan politik di dalam negeri. Juga bisa dimaklumi bagaimana posisi sebagai Menko tentu tidak seleluasan Hendropriyono menjawab atas fenomena yang ada. Ranah birokrasi yang sudah cukup keras dan dilugaskan oleh Hendropriyono.

Kepribadian juga menentukan, bagaimana orang bisa harus berputar-putar, atau memilih secara langsung menyasar apa yang dikehendaki. Dan itu sah-sah saja sebagai sebuah cara.  Tentu kembali lagi, bahwa itu sudah diantipasi, ditimbang-timbang, dan dipilih mana yang paling pas dan penting. Dan sudah dinyatakan.

Jawaban atas pelaporan yang mengatakan, saya sebagai pribadi tua, usai 74 tahun memberikan nasihat, jika tidak didengar, ya sudah. Tafsiran saya berarti yang muda dan melaporkan itu kurang ajar. Jawaban bagus dan tidak berlebihan.

Mengapa memilih pernyataan selugas dan seterusterang itu?

Pertama, masih banyak orang yang mabuk dan mengultuskan kalau Arab sama dengan Islam dan itu bisa berabe dan berbahaya. Benar bahwa orang Arab hampir pasti Islam, namun belum tentu hidupnya mencerminkan keislaman secara mendalam dan benar. Sensitifitas ini yang dimanfaatkan oleh beberapa pihak yang mengais keuntungan dengan itu.

Kedua, perlu keterusterangan, bukan basa-basi ala Jawa pada orang-orang itu. Nyatanya selama ini sudah dinyatakan dengan berbagai cara dan bahasa toh tidak berubah, malah makin berulah. Ini memang sudah cara yang paling ungkin dilakukan. Menjawab cara bersikap dan berperilaku mereka demikian, ya dengan cara yang sama tentunya. 

Ketiga, ini bukan menyeluruh dan generalisir, toh keturunan Arab banyak yang baik-baik saja, dan juga yang enggan berperilaku demikian. Dan kebetulan dalam konteks kali ini kog mereka-mereka ini, terutama yang sedang kabur ke negeri nenek moyangnya mengatakan banyak hal yang bertentangan dengan konstitusi. Jadinya klop.

Keempat, selama kampanye, ujaran aseng terus berdengung, artinya ada warga keturunan juga yang menjadi sasaran, dan itu hampir setiap waktu. Mereka baru sekali disebut, mosok sudah meradang, ngamuk, dan melaporkan yang berbicara.

Coba jika ada etnis lain yang berperilaku demikian, misalnya warga Bugis yang melakukan aksi, ide, gagasan, masif demikian, Hendro akan mengatakan keturunan Bugis jangan ribut terus. Ini hal yang wajar, karena memang dominasi yang sedang beraksi adalah warga ini.

Kelima, adanya kesempatan, pembiaraan, dan merangkul semua pihak, termasuk yang berpotensi memecah-belah, sekian lamanya. Contoh nyata bagaimana Rizieq dalam acara-acaranya, apa pernah menebarkan kesejukan? Sebaliknya, menuding, menebarkan kecurigaan, dan sikap permusuhan pada pihak yang berbeda. Dan itu selama ini aman-aman saja.

Keenam, Hendropriyono berani mengatakan itu penting, sehingga bangsa ini juga tidak selalu berpikir kalau bangsa asing itu selalu lebih baik. Dulu orang kebarat-baratan, kekorea-koreaan, dan kearab-araban. Padahal belum tentu. Arab yang baik juga tidak kurang-kurang. Keluarga Shihab bukan Rizieq juga baik-baik saja, bagus malah. Atau Ali Alatas, dan masih demikian banyak yang nasionalis.

Ketujuh, perlu membedakan mana Islam dan mana budaya dan orang Arab. Belum tentu bahwa Arab itu identik dengan agama Islam. Ada juga agama lain, ada juga perilaku jahat di sana, ada pula produk gagal dari Arab. Ini yang perlu dibedakan. Mengatakan Arab bukan mesti menjelekkan Islam.

Sikap ini perlu dan penting, sehingga orang tidak mudah dihasut, dibawa-bawa pada kasus yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya. Selama ini bangsa ini selalu saja tersandera keadaan ini. 

Mau  penegakan  hukum takut dikatakan memusuhi Islam. Padahal perilakunya jahat dan menebarkan ancaman dan ketakutan. Tidak hanya sekali dua kali saja, namun selama bertahun-tahun, dan berlindung di balik kesukuan.

Aneh dan lucunya,  menuding pihak lain sebagai seolah musuh karena sukunya, kalau mereka boleh dan merasa sah-sah saja. Ini yang menjadi masalah. Tidak semata karena asal-usulnya. Yang ditegur adalah perilakunya. Nah kebetulan yang nakal kali ini adalah warga keturunan Arab.

Jangan sensi dan dikit-dikit provokasi dan menodai ini dan itu. Proporsional saja, jangan main apai kalau takut panas, dan jangan main air kalau takut basah. Selama ini memainkan keduanya untuk menakut-nakuti, ketika berbalik arah ke diri sendiri, meradang, ngamuk, guling-guling.

Ada yang berani karena proporsional itu juga penting. Penting juga mengakui dan bertanggung jawab bukan malah menuduh untuk membenarkan perilaku buruknya. Dewasalah jika mau dihargai.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun