Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Belajar Menang dari Prabowo

4 Mei 2019   09:09 Diperbarui: 4 Mei 2019   09:14 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Belajar Menang dari Prabowo

Makin mendekat hasil perhitungan pemilu secara hitung manual. Hasil yang ditunggu-tunggu berbagai pihak dan seluruh anak bangsa. Pesta demokrasi resmi mendapatkan hasilnya. Toh masih akan ada riak penolakan dan tuntutan di sana-sini, itu wajar saja. Stu hal yang bisa dipelajari adalah;

Proses itu tidak sekali jadi. Pesta demokrasi itu perjuangan. Posisi baik sedang memegang amanat kepemimpinan atau oposisi di luar pemerintahan, tetap sama saja di dalam mempersiapkan datangnya pesta lima tahunan itu. sepanjang itu, baik pemerintah atau bukan menyajikan kinerja apik, terukur, dan profesional.

Memang kadang bukan di pemerintahan tidak akan nampak, jika memang miskin inovasi dan kreatif. Padahal di luar pemerintahan pun jika mau kerja keras bisa sangat bagus. 

Contoh konkret Gerindra dan kawan-kawan yang menguasai legeslatif cenderung asal-asalan. Padahal jika kinerja moncer, tingkat kemalasan dewan bisa ditekan,dan produk hukum ekselen bisa dijalankan, bukan tidak mungkin mereka menarik pemilih.

Lihat saja dewan fungsinya hanya satu ngulik kelemaha Jokowi. Padahal jauh lebih banyak hal yang lebih mendesak dan urgen bagi bangsa dan negara. Soal absensi yang sangat rendah dan lagi-lagi maling yang masih banyak di sana. Bukan hanya  mengatakan itu kubu pemerintah. Itu tidak penting, namun bagaimana upaya kalian membenahi dewan.

Demokrasi itu ada periodisasi. Lima tahun selesai, malah ada wacana tujuh tahun, itu terserah, namun ada batasan waktu. Bagaimana otoritarianisme sudah lewat, bukan lagi waktunya berfoya-foya dengan pemilu abal-abal demi kekuasaan seperti Orba. 

Jika memahami ini, tentu akan bekerja keras lima tahun yang akan datang itu dipetakan di mana yang perlu pembenahan dan apa yang mau dilakukan. Lagi-lagi bukan soal antitesis dari yang sudah dilakukan.

Apa yang ditawarkan Gerindra dan kawan-kawan selama ini nol besar. Apa sih yang baru, selain ide pihak lain diadobsi dan dibarukan dengan istilah semata. Aneh dan lucu malah membolak-balikan sebuah capaian sebagai kegagalan. 

Rekan dan teman sejalan itu penting.  Lucu dan aneh, ketika rekan sejalan itu hanya sama prinsip lawanmu adalah kawanku. Hal yang sangat naif sehingga belum juga hasil resmi rilis sudah mulai berbondong-bondong meninggalkan dengan tanpa merasa sungkan. Ini bukan soal partai politik namun juga pribadi dan individu.

Pembelaan mati-matian pada para pelaku tindak kejahatan, karena ada unsur  dengan menjelek-jelekan Jokowi, sudah dianggap rekan yang patut dirangkul. Seperti dalam diri Ratna Sarumpaet, Ahmad Dhani, Buni Yani, Rizieq Shihab, dan Bahar Smit. 

Benar bahwa partai politik itu mendapatkan keuntungan dari pemilih dan ketenaran orang-orangnya, namun jika tenar dengan cemar apa ya patut dan bisa?

Tidak heran #2019 ganti presiden penggagasnya sudah "minggat", tinggal glanggang colong playu. Jauh dari kesan sebagaimana 2014 lampau. Hingga ke MK masih cenderung lebih solid dan itu legal. Kesamaan bukan dalam pemikiran, namun dalam satu keinginan menggantikan Jokowi.

Ada pula pilihan dalam diri kelompok yang sudah mulai menjadi musuh publik. FPI, FUI, dan juga HTI, kelompok ini jelas akan menyuarakan lantang sikap berseberangan dengan pemerintah, dan langung mereka rangkul. Akibatnya jelas dihukum oleh pemilih yang sudah mulai enggan dengan perilaku ugal-ugalan ala FPI dan HTI yang cukup meresahkan dengan ide dan gagasannya.

Pilihan dalam berkomunikasi dan bermedia. Lima tahun menjelang, satu saja bahasanya, bahasa kebencian pada rival dan yang dipandang rival. Caci maki seolah menjadi tabiat baru hidup berbangsa. Bisa mendungukan orang, mengafirkan orang, dan mencebongkan yang berseberangan seolah-olah adalah prestasi. 

Padahal begitu banyak kekayaan dan keunikan bangsa ini bisa dibangun, mengapa malah menjual kekisruhan demi kekisruhan. Lucunya tidak jarang itu adalah elit negeri sendiri.

Miris ketika hoax, fitnah, caci maki, dan ungkapan kebencian dengan begitu mudah dan murahnya berhamburan di mana-mana. Kemarahan tanpa ada filter dan saringan lagi, bahkan live dalam televisi, di depan umum. Apa yang mau ditawarkan bagi bangsa dan negara?

Wacana itu perlu data. Ide, gagasan, wacana besar itu juga perlu data, fakta, dan alasan untuk diajukan, dipilih, dan dikemukakan. Jangan menjadi lucu dan aneh ketika banyak ide dan gagasannya ternyata malah menjadi dagelan, bumerang, dan ledekan karena menyerang diri sendiri, menguliti kelemahan sendiri dan membuka borok kolega mereka. 

Kelihatan mereka enggan menggali data sehingga malah porak poranda pertahanan mereka, di tengah arus informasi dan rekam jejak digital yang makin mudah diakses.

Komunikasi baik itu penting. Kesatuan itu perlu kerja sama. Adanya komunikasi yang saling menguntungkan, menang-menang, bukan menang kalah apalagi kalah kalah. Selama ini menguasai dengan membeli atau menekan. Ketika komunikasi demikian yang terjalin, yang pernah merasa kalah akan membalas dan itu sudah terjadi dengan meninggalkan mereka sendirian.

Sikap menang-menang itu ada dalam pikiran, adil sejak dalam pikiran, dan itu menjadi penting di dalam menjalin kerja sama. Kerja sama bukan kerja bersama-sama sedangkan ide dan gagasan bisa berlain-lainan.

Pembelajaran penting untuk hidup berdemokrasi, berbangsa, dan bernegara untuk makin baik. Kesalahan dan kekeliruan yang pernah dilakukan, perlu dibenahi untuk menuju alam demokrasi yang lebih baik. Jangan menuduh ini dan itu, ketika kita juga ternyata ikut terlibat di dalam sikap yang sama.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun