Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PAN dan Keriuhan Koalisi Galau

14 September 2018   10:51 Diperbarui: 14 September 2018   11:52 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Cukup menarik mencermati perjalanan koalisi yang mengusung Prabowo-Sandi, memilih bakal cawapres saja jadi drama jenderal kardus. Ketika semua sudah reda, eh memilih ketua tim kampanye pun terjadi tarik ulur. Hal ini memperlihatkan dinamika yang tidak solid sedang ditayangkan dengan gamblang. Dimulai dengan keberadaan SBY dengan Demokratnya. 

Sangat bisa dimengerti, presiden dua periode dengan 10% suara nasional dan 60 kursi tanpa posisi bakal cawapres pun ketua pemenangan tidak. Sangat bisa dipahami, ngambeg tidak mau bergabung dalam rapat-rapat.  Dan akhirnya Prabowo-Sandi sowan, dan ada keputusan untuk mau menjadi jurkam.

PKS cukup  tenang hingga hari ini, beluj begitu nampak ulah, selain ugal-ugalan yang diwakili Mardani, pun tidak demikian mendominasi dan merusak kinerja tim pemenangan. Kadang mendapat sentimen positif meskipun tidak cukup kuat juga. Masih dalam taraf sangat wajar dan biasa.

PAN justru yang lebih cenderung mengikuti alur Demokrat. Kali ini soal keberadaan Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo. Menglaim bahwa GN mau menjadi kadernya, dan juga mendukung Prabowo dengan menjadi bagian tim ses koalisi ini. ternyata GN dengan tegas menolak dan menyatakan beruta itu hoax. Sangat wajar ketika mereka akhirnya saling lempar pernyataan, ada yang mengakui kalau itu onfo dari Jenderal (Purn) Djoko Santoso, lumayan lucu ketika DS adalah kader Gerindra.

Riuhnya keberadaan GN, melengkapi bagaimana adanya isu soal SB yang masih ada dalam pemerintahan Jokowi, dan sisi pengusung Jokowi menglaim bahwa mantan ketua umum PAN itu ada dalam jalur tetap mendukung pemerintah, dalam hal ini Jokowi. Bantahan dari kubu PAN dengan menyebut SB merasa dikecewakan Jokowi, tidak pernah dilibatkan dalam seluruh aktivitas pemerintahan. Alasan yang digunakan pengabaian pemerintah adalah SB mendukung 212 dan memilih Anies dalam pilkada DKI tahun lampau.

Cukup tidak bisa diyakini klaim kalau SB didiamkan Jokowi, bukan tipikal demikian. Lihat bagaimana dengan Prabowo, pun masih bisa saling pelukan, kunjungan, dan tipikal bekerja tidak akan mendiamkan pejabatnya. Jauh bisa diyakini jika dicopot dan diganti.  Anies yang dijadikan alasan beda dukungan pun tidak logis, karena toh Jokowi juga melantik Anies, beberapa kali sebagai presiden dan gubernur juga seiring sejalan. Apalagi jika hanya beda dukungan. Sangat lemah.

Beberapa menteri yang diganti kemudian memilih menjadi "musuh" dalam banyak isu, pun tidak pernah terungkap keluhan, apalagi pernyataan yang membalikan keadaan demi amannya Jokowi sendiri, itu sangat wajar dilakukan, toh tidak pernah. Tidak ada alasan perbedaan dukungan menjadi alasan mendiamkan SB. Toh sangat jelas Jokowi sebagai presiden tidak memberikan dukungan dengan lebay, soal pilkada DKI. Sangat berlebihan asumsi ini.

Keriuhan dan intrik-intrik, baik PAN dan Demokrat ini bukan tanpa maksud, jelas bahwa mereka mu eksis. Karena tidak bisa masuk dalam elit kontestasi, mereka mengambil peran dari sisi luar, membangun isu-isu yang menguntungkan mereka saja. Apa yang mereka tampilkan sangat minim berkaitan dengan kemenangan Prabowo-Sandi. Mereka main aman demi pilihan legeslatif yang perlu juga energi.

Hingga hari ini, deklarasi nama DS saja belum ada, dan mereka cenderung adem ayem, seolah tidak ada masalah. Mereka lebih memilih jualan lapak sendiri, dengan minimalis mengaitkan dengan pilpres, namun tidak ada greget yang cukup meyakinkan bahwa mereka berjuang untuk itu. Kubu Jokowi telah melangkah, mereka memiliki kredit positif sebagai incumbent, namun mereka belum juga menyebut sebuah program konkret. Hanya menyatakan pemerintah gagal dan perlu diganti. Ganti boleh, namun apa yang bisa meyakinkan akan menjadi lebih baik?

Alotnya penetapan DS memberikan signal kuat kalau memang berat dan adanya tarik ulur di antara empat partai politik. PAN dan PKS jelas sudah lemah dari awal. Paling tidak Demokrat yang tidak mau menyerah begitu saja. Keberadaan SBY yang tidak mudah menyerah demi AHY jelas sangat kentara. Hingga belum ada titik temu dan menyetujui untuk satu nama ini.

Menarik adalah, bagaimana mereka mau menjadi partai pemegang kekuasaan, jika menyebut satu nama tidak esensial seperti ini saja berat. Jangan-jangan nanti sudah mau pemilu, kabinet belum terbentuk? Ketua timses tidak sementereng, segagah, dan sesetrategis menteri atau jaksa agung, atau panglima TNI, kapolri, dan seterusnya dan seterusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun