Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokratis ala AHY

11 September 2018   11:28 Diperbarui: 11 September 2018   11:33 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perlu sebuah ilustrasi nampaknya untuk memahami apa itu demokratis.  Sebuah pertemuan mendapatkan jalan buntu ketika dua belah pihak sama-sama ngotot dan mentok untuk mengambil keputusan yang tidak bisa keduanya. Mereka mau mengadakan rekreasi warga, banyak pilihan awalnya, namun mengerucut ke pantai atau ke pegunungan. Waktu, dana, dan minat tidak mungkin keduanya dilakukan. Nah karena mentok, akhirnya dilakukan voting. Semua warga tentu yang rapat di sana memilih dengan memilih satu di antara kedua. Dan keputusannya adalah wisata warga ke pantai. 

Bagaimana yang memilih ke pegunungan, mau tidak mau, suka atau tidak, akhirnya ikut suara terbanyak ke pantai sebagai warga yang baik. Sebagai penutup ketua warga menyatakan bahwa wisata ke pegunungan bisa menjadi prioritas kegiatan mendatang. Semua setuju dan ditulis dalam buku notulensi  rapat warga.

Demokratis itu cara mendapatkan satu keputusan final dan mengikat, keputusan yang harus diikuti oleh seluruh komponen yang memilih, baik menang atau kalah. Yang kalah harus mau ikut yang menang, itu konsekuensi azas seuara terbanyak. Memang tidak mudah, perlu kedewasaan dan kebesaran hati, sportivitas, dan sikap ksatria.

AHY menyatakan, sebagai partai yang demokratis, dirinya membebaskan kadernya di dalam mendukung siapa pun, baik Prabowo ataupun Jokowi. Menarik jika demikian. mengapa?

Pertama, apakah demokratis itu seperti itu? Jelas tidak, keputusan partai karena sudah diputuskan dalam rapat yang disetujui lebih banyak suara, yang berbeda harus tunduk keputusan akhir. Itu demokratis, jika keputusan masih berbeda itu bukan demokratis, namun mau menangnya sendiri, jauh lebih buruk dari demokrasi. Demokrasi hanya menjadi tameng atas lemahnya komitmen bersama.

Kedua, mengatakan memang partai mendukung Prabowo-Sandi, namun kader dimungkinkan berbeda pilihan. Ini pun tidak tepat, keputusan partai itu dijalankan kader. Partai tidak memiliki suara dan kepentingan. Yang memilih dan mendukung itu kader-kader yang disuarakan dalam suara bulat partai. Demokrat tidak ada kog dalam daftar pemilih di seantero Indonesia.

Ketiga, perbedaan alam demokrasi itu hanya di dalam cara mengambil keputusan, bukan dalam melakukan hasil atas pilihan. Jika demikian, kacau dunia persilatan, eh dunia demokrasi karena bisa seenak udelnya atas nama demokrasi berbuat seenaknya sendiri. Merasa tidak memilih sesuai suara terbanyak kemudian bisa berjalan menurut tafsirannya sendiri. Repot juga jika demokrasi model demikian.

Keempat, demokratis itu siap menang dan siap kalah, konsekuensi uara terbanyak adalah ini. Bisa saja yang banyak itu karena intrik, intimidasi, dan sejenisnya. Suka atau tidak ya harus mengakui suara terbanyak menjadi keputusan akhir yang harus diterima. Rela atau berat hati.

Kelima, jiwa sportif perlu ada agar mau mengakui pihak lain yang berbeda sebagai pemenang. Tidak bisa mau memang keduanya. Suara yang tidak dominan harus menerima itu sebagai bagian utuh atas proses hidup bersama.

Keenam, kedewasaan, model memaksakan kehendak, tidak mau taat azas dan knsensus itu jiwa kanak-kanak dan abg labil. Maunya menang sendiri, sekehendaknya sendiri. Sudah diputuskan karena merasa tidak terima ngambeg dan berlaku seturut maunya saja.

Ketujuh, AHY itu bisa berbicara demikian, jika mau mengatakan bagi kader mau mendukung siapa itu bebas, bukan dalam arti elit partai baik pusat atau daerah. Jika kader, misalnya SI Agung itu sah-sah saja, namun jika itu adalah pimpinan daerah, ketua sayap, apalagi jika pengurus pusat, memiliki implikasi yang sangat besar. Tidak bisa demikian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun