Di sini jadwal saja bisa dalam hari H pertandingan tiba-tiba batal. Ini juga berpengaruh bagi proses pembinaan dan pembentukan tim nasional. Seolah sepele hanya jadwal, namun dampak jangka panjangnya luar biasa.
Berkaitan dengan jadwal, antara musim pertandingan dna musim libur sering kacau dan tidak mendukung untuk bisa menjadi profesional. Otot dan psikologis pertandingan sedang bagus, eh tiba-tiba libur karena aktivitas daerah atau negara. Hal ini perlu pembenahan mendesak.
Liga di sini sebenarnya sangat menjanjikan. Klub ada ratusan, bahkan Piala Indonesia kemarin kalau tidak salah ada 128 besar, artinya ada 256 klub yang bertanding. Apalagi jika bicara liga yang berderet itu. Potensi itu ada, tetapi ya itu pembinaan yang tidak terencana dengan baik malah membuat potensi tidak berkembang.
Penonton, suporter jangan diremehkan lho, dukungan mereka luar biasa. Kalah menang tetap memenuhi stadion. Ini perlu adanya sebentuk "imbal-balik" dalam rupa pretasi. Dan itu nampaknya belum sepenuhnya terealisasi.
Pembinaan terukur, teratur, dan terencana dengan baik, apalagi jika melibatkan kalangan profesional, pakar, dan teknologi, bakat-bakat alam yang tidak pernah kering itu siapa tahu bisa menjadi bintang piala dunia. Selama ini hanya copas, sana baik ikut, hanya soal nama saja lebih heboh bukan esensi.
Apa yang terjadi selama ini  gonta-ganti pelatih dan nama, namun bukan sistem baik yang dikembangkan. Ya wajar ketika awal-awal menjanjikan dan kemudian melempem dna hilang. Kasihan  pemain yang bekerja keras namun hasil tidak memuaskan bukan karena mereka tidak giat, namun salah dalam pengelolaan.
Kasihan juga penonton sudah keluar uang, eh dikadalin mafia, pertandingan bagusnya "dijual" demi rating atau entah apa pun itu. Biarkan  bola ya bola.
Membiarkan sepak bola pada ranahnya. Jauhln dari kepentingan politik, SARA, dan sejenisnya. Ekonomi dan bisnis itu konsekuensi logis, jadi jika pembinaan berhasil, jangan kaget liga di sini sehebat La Liga, potensi melimpah lho. J-League, yang dijadikan masa pensiun pemenang La Liga berkali-kali, piala dunia, piala Eropa, itu dulu belajar dari Galatama lho. Di sini pun iya, sih hanya saja pemain yang sudah "habis" hanya menyisakan nama bukan  kualitas.
Terima kasih dan salam