Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Jangan Rusak Lagi Timnas U-16!

13 Agustus 2018   15:02 Diperbarui: 13 Agustus 2018   15:06 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menarik melihat tingkah polah permainan U16, komplit permainan, bukan main-main, menyenangkan, menghibur, akhirnya juara. Kerinduan sekian lama, bahkan bagi negara lain tidak ada apa-apanya, hanya U-16. Mau mengupas model permainan tim ini sudah dikupas Kompasianer Felix Tani. Ya sudah mencari sisi lain yang cukup menarik bagi saya.

Sebenarnya sering memiliki tim yang menjanjikan, memiliki pelatih memberikan harapan, tetapi sisi lain nonteknis, campur tangan pihak-pihak yang mengatasnamakan ungkapan terima kasih, atau media dan peran pihak yang malah mengambil keuntungan, sejatinya merusak. 

U-19 era Evan Dimas dkk tidak kalah menjanjikan dengan Indra Safrinya, toh mengulangi hal yang sama susah. Pernah juga Alfred Riedle dengan Zulkifli Syukur, aroma pertandingan dijual membuat semua berantakan, Primavera pun demikian.

U-19  era Evan Dimas yang sangat heroik dengan memainkan permainan atraktif dan indah itu, kini hadir lagi dalam U-16 Fahri Husaeni, mesin gol yang luar biasa oleh Bagus, permainan tak kenal lelah dan menyerah dalam 80 menit pertandingan, di final plus adu pinalti pun keren, mental juara yang sangat susah ditemui.  Itu semua fakta dan bisa hancur jika tidak disikapi dengan proporsi yang semestinya.

Atas nama syukur dan perhatian pimpinan daerah memang wajar mengundang dan memberikan tali asih, namun apakah semua kepala daerah memiliki kepedulian, dana, atau perhatian yang sama? Ini bisa menjadi kendala bagi pelatih di pelatnas jika tidak disikapi dengan arif dan bijaksana. Hal baik malah menjadi buruk karena bentu perhatian yang tidak tepat. Apalagi usia dini dan masih panjang jalan ke depan sana.

Pihak-pihak yang merasa ikut berjasa,  susah ketika nanti ada yang mengungkit jasa masa lalu, dan kemudian menjadi benalu bagi pemain, memang belum pernah, sepanjang pengetahuan saya, untuk mengganggu konsentrasi pemain. 

Hal ini termasuk media, televisi misalnya, yang mau mendulang iklan atas nama pembinaan, kemudian mempertandingkan anak-anak ini secara berlebih-lebihan. Apalagi jam tayangnya seperti apa yang menguntungkan televisi bukan demi perkembangan pemain.

Klub, pelatih klub, dan pengurus, perlu diberi batasan jelas agar pemain ini "dipagari" untuk tidak menjadi milik klub  karena pasti akan diparkir di bangku cadangan. Kalah dengan para senior. Hanya kebanggaan klub memiliki aset muda yang bisa disia-siakan. 

Jika main, belum tentu tidak disikat para seniornya yang kalah teknik ataupun iri bisa berbuat apa saja, dan ini bisa merusak aset yang menjanjikan tersebut. Begitu banyak pengalaman dan itu mosok mau diulang-ulang terus.

Pembinaan berjenjang dan bertanding rutin dalam kelompok umurnya sangat bagus, sayang bahwa hal ini seolah belum dikelola dengan baik. Hingar bingar Liga-1 saja yang selalu terdengar sedang prestasi belum bisa diharapkan. Konsentrasi pengurus yang cenderung instan yang membuat bibit-bibit muda ini sering layu ketika mulai berkembang belum jadi buah apalagi panen.

Tim ini sudah sangat bagus, tentu bahwa tim pelatih bisa melakukan promosi degradasi bagi perkembangan lebih baik, jelas bukan karena suka atau tidak suka. Stik itu melimpah. Masalah ketika anak-anak ini sudah diiming-imingi uang oleh klub.  Ini tantangan yang sangat besar bagi PSSI dan tim pelatih untuk membuat formula bagi mereka agar tidak tergoda dengan hal tersebut.

Masih ada lagi penyakit yang cukup meresahkan, bintang iklan. Pelaku bisnis melihat ketenaran sesaat yang sangat menjanjikan, dijadikan bintang iklan, dan kembali mental bertanding dan kualitas permainannya pelan-pelan meredup dan hilang. Kesadaran bersama sebagai satu bangsa bukan sektarian yang penting jualanku, mau mainmu jelek bukan bidangku.

Harapan baik itu selalu ada. Potensi itu sangat jelas mulai terlihat dengan jelas. Mengekang nafsu ikut tenar, membonceng tenar, atas nama syukur, atas nama perbaikan nasib, atau apapun, serahkan keputusan bukan pada pemain, namun tim pelatih. Mengapa demikian? Jika pemain yang memutuskan belum banyak makan asam garam, bisa salah jalan. Tim pelatih itu melihat secara menyeluruh, laikknya drone yang menonton dari atas sehingga nampak lebih jelas dan luas, kemungkinan yang tidak diinginkan bisa terdeteksi sejak dini.  Pengalaman-pengalaman yang dulu-dulu tidak perlu diulang lagi.

Penggunaan pelatih juga diharapkan bukan bongkar pasang lagi. Target tidak rasional, kalah dipecat, mana ada bisa demikian. mengapa terjadi? Karena pengurusnya tidak tahu sepak bola. 

Target itu realistis, terukur, dan jelas, bukan asal bicara hanya melihat satu pertandingan dan mematok sangat tinggi. Kasihan pemain dan pelatih jika demikian. Pengurus bukan  menonton dari jauh dengan dalih kesibukan, pas mau juara datang, kalau kalah menyalahkan ini dan itu, ngeloyor begitu saja. Sikap yang perlu dikurangi.

Bonus itu baik, namun apakah perhatian ketika kalah juga tidak ada? Hal ini sering menjadikan putus asa. Tentu bukan memberikan bonus kekalahan, namun perhatian agar bisa bangkit, bukan malah dihujat dan dipecat. Berlomba-lomba memberi hadiah dan ndompleng kalau menang, pas kalah, semua diam seolah tidak  ada apa-apa.

Hasil bagus di luar target ini menjadi modal baik, bukan untuk bermegah diri, untuk menjadi bekal lolos piala dunia U-17, olimpiade, dan bahkan piala dunia di kemudian hari. 

Kerangka tim yang bagus ini bukan untuk dirusak namun dibangun menjadi lebih baik lagi. Selamat untuk Pelatih Fahri Husaeni dan tim serta para pemain yang bermain dengan luar biasa.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun