Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pak SBY, Dengarkan Saja Elpamas, Jangan Mbah Surip, Itu Berat!

19 Juli 2018   16:25 Diperbarui: 19 Juli 2018   16:29 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perpolitikan agak bingung menyikapinya, mau dingin apa panas, dengan gerahnya Pak Beye, dua kandidat paling santer dalam pilpres sudah membezuk, padahal katanya gak boleh ada pembezuk untuk beberapa hari. Wajarlah siapa yang bisa menolak kedatangan presiden dan calon presiden yang membezuk presiden. Lagu yang bisa membuat Pak Beye lebih nyaman, karena memang kata Pak Jokowi kelelahan, sebagai presiden, musisi, dan penyuka musik, tentu paham banyak lagu yang era 90-an tenar itu. Nasihat bijak untuk beristirahat, masa untuk generasi penerus yang menggantikan, sebagaimana kata Pak Prabowo, bukan lagi komandan batalyon, santi dikitlah, kisaran usia danyon pada pertengahan hingga akhir 40-an, itu memang puncak orang untuk bisa berkeliling Nusantara dan tidak membebani badan.

Lebih bijak mendengarkan Elpamas, meskipun tidak salah juga Mbah Surip yang menggendong ke mana...mana...enak to...yo enak. Enak yang digendong, yang menggendong kecapekan.

Usai membetot AHY dari kursi militer, yang nampaknya akan dengan mudah menjadi gubernur DKI, dengan trik dan intrik yang ternyata di luar kendali, atau kendali yang terputus, Pak Beye menemui kegagalan. Nasihat minor dari orang terdekat yang tidak didengar justru benar. Dan kalah sejak awal dengan suara sangat kecil. 

Jelas pelipur lara dengan mengatakan kalau Jakarta hanya taraf pengenalan, ada yang lebih besar goal itu pada pilpres mendatang. Jaminan tenar sudah ada ditangan dengan pengalaman pilkada DKI. Jalan ditempuh, rancangan langkah demi langkah disusun, the Yudhoyono Institute didirikan. Jelas maksudnya untuk apa. Mulus.  

Safari politik ke mana-mana, merapat ke sana merapat ke sini. Perjumpaan dengan presiden sebagai sebuah langkah awal, dan diplomasi bubur lemu, itu sebuah tanda, kode, dan simbol yang harus dimaknai dengan kepala dingin, jangan emosional.

Pilpres sudah mulai menaikan suhu perpolitikan, trik dan intrik mulai menggeliat, eh yang digendong ke mana-mana, itu tidak mendapatkan respons sebagaimana mestinya. Menekan istana pun tidak ditanggapi, menempel kubu Prabowo, pun seolah setengah hati. Tidak ada kepastian, militer lepas, eh harapan besar itu pun melambung seperti balon udara.

Pertemuan demi pertemuan dengan ketua umum atau elit partai dilakukan, tekanan dilancarkan, kritik keras yang sering offside pun dilontarkan, keduanya tetap tak bergeming, paling senyum kecil, kepala Kodim saja belum pernah.

Tentu bahwa artikel ini bukan hendak menertawakan sakit seseorang, Presiden gerah itu sebuah keadaan yang membuat negara juga tidak nyaman. Keadaan yang sama sama tidak diinginkan, apalagi di tengah kancah perpolitikan yang sedang memerlukan pemikiran, kerja, dan langkah cerdas, dan itu perlu energi besar. Jika ada yang sakit, tentu sangat tidak enak roda itu bergerak.

Politik itu tidak semudah membuat lagu. Iya membuat lagu, membuat lagunya mudah, untuk menjadi lagu yang bisa menyenangkan, menghibur, selalu menjadi kenangan, dan melegenda, itu yang tidak mudah. Berbagai faktor bisa terjadi dan tidak bisa memaksakan lagunya pasti laku, atau pasti semua orang senang. Di sinilah namanya seni. Politik adalah seni. Meskipun menyandang Yudoyono, AHY tidak semelesat bapaknya. Mengapa?

Kondisi berbeda. 2004, kondisi bangsa berbeda. Peta perpolitikan pun jauh berbeda. Keadaan ini yang ternyata lepas dari amatan Pak SBY, aneh jika melesat sebagai seorang politikus yang matang dan mremet jika berhitung. Kemungkinan dengan nama besar Y bisa mengatrol keadaan  AHY yang masih muda.

Keadaan Demokrat sedang compang-camping, hingga empat tahun usai menjadi penguasa dua periode, getah keadaan korup itu belum bersih betul. Elit Demokrat silih berganti disebut, dipanggil, diperiksa KPK. Hal ini jelas terbaca oleh masyarakat, kalau keadaan itu bisa menyasar ke lingkaran utama Demokrat. Susah melepaskan Hambalang, KTP-el dari lingkaran utama Demokrat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun