Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fenomena "Celup", Pelanggar Hukum dan Pelanggar Etika

29 Desember 2017   07:25 Diperbarui: 29 Desember 2017   08:19 1294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pelecehan seksual di tempat umum, beberapa waktu lalu heboh lagi soal adanya "predator" seksual yang memangsa korbannya di tempat umum, ini tentu jelas lebih sahih karena ada pelaku yang sekaligus penjahat dan korban. 

Beda ketika itu orang berpacaran, ranah rasa yang dikedepankan bisa beda persepsi dan beda batasan, yang berpotensi konflik. Jika ada korban, pelaku adalah kriminal, artinya jelas mereka pelanggar hukum, tidak akan bisa menuntut dengan pencemaran nama baik dan sejenisnya.

Tuh korupsi alias maling berdasi, perilaku sangat buruk yang banyak terjadi namun sama sekali tidak ada yang peduli. Suap di sekitar kita sangat banyak kog. Tentu sangat tidak mudah ketika sudah masuk gembong ber M M yang main.

 Namun recehan pasti satu dua bisa mendapatkan photo seperti ini. gampang banget, ada seragam PNS masih di jalan atau warung kopi pada jam kerja, memang masih ada konflik kepentingan, toh tidak sefatal kalau soal susila. Arogansi oknum  berseragam sangat sering ditemui bukan? Dan ranah ini lebih menjanjikan.

Sekali lagi, sepakat dan apresiasi atas ide kreatifnya, namun penggagas "celup" abai dalam beberapa hal, bukan soal "pelanggaran hukumnya" lho, soal ranah yang diambil. Setuju memang gaya berpacaran beberapa pihak memang memprihatinkan, namun bisa menjadi bumerang karena "nafsu" untuk viralmalah salah makna dan maksud. 

Misalnya contoh, ada gadis yang mudah bingung, dia kecopetan dan kemudian menangis meraung-raung, dan langsung mendekap orang di depannya, lawan jenis pula, eh yang direkam hanya berpelukannya dan menjadi heboh. Bagaimana pertanggungjawaban secara moralnya coba? Sebagian benar ada pelukan, toh bukan soal nafsu, namun soal empati, dan apa yang menjadi latar belakang tidak kena bukan. 

Atau pemuda yang lari karena pacarnya diperkosa kemudian pingsan dalam pelukan pemuda lain, diphoto soal homoseksual, padahal tindakn simpatik dan perlu bantuan. Padahal pemerkosanya lari karena malah heboh di sisi korban yang salah paham dan paham salah tadi. Coba korban lebih banyak pelaku kejahatan bisa bebas.

Ranah susila itu perlu pendidikan dan keteladanan.Pendidikan bukan soal kognisi semata, namun juga soal rasa, hati, humaniora. Eh malah hal-hal ini sering dikalahkan dan dinomorsekiankan. Lebih suka matematika, IPA, fisika, kimia, dan seterusnya. Pendidikan agama dan budi pekerti seolah jauh dari kebutuhan generasi bangsa ini. Hapalan dan memenuhi target kurikulum menjadi masalah berkepanjangan.

Keteladanan jelas saja sangat minim. Perilaku jahat malah mendapat pembelaan, bahkan level menteri dan pejabat tinggi saja dengan mudah ngeles dan becanda mengenai moralitas mereka. Mana bisa seorang menteri dengan enteng mengatakan salah klik menyukai pornografi. Bagaimana yang bukan pejabat kalau pejabatnya saja "bejat" seperti itu?

Keterlibatan semua pihak baik. Hukum sosial dan sanksi sosial memang perlu, namun ada hal-hal yang jauh lebih mendesak dan lebih penting juga perlu dipertimbangkan. Perbaikan mutu pendidikan dan karakter sangat mendesak dan itu kerja semua pihak.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun