Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo Mendapat Panggung, SBY Membuang Panggung

2 November 2016   11:11 Diperbarui: 2 November 2016   11:32 2542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Prabowo Mendapat Panggung, SBY Membuang Panggung

Menyaksikan konpres Pak Beye menjadi jelas dan gamblang apa yang ada dalam pola pikir Pak Beye dan akhirnya Demokrat. Dalam pengantar, jelas banyak soal bahasa abgbaper, berkali-kali mengatakan sepuluh tahun, dua periode, masa lalu, dan sejenisnya, dan itulah sang presiden ke enam ini.

Beberapa hal menampakkan merasa lebih daripada siapa saja:

Memantau, saya memantau, seluruh Indonesia, bukan hanya Jakarta, panas, menarik adalah, mengapa seolah jadi presiden dan yang lain itu rakyat. Beliau ini sekarang sama rakyat yang dulu adalah presiden. Sama rakyatnya. Mengorek dari penyelenggara negara dan baru mengatakan konpres kali ini. artinya lebih dari pada presiden sekarang ini.

Intelijen jangan ngawur, apalagi, salah dan bengkok. Seperti masa saya, tidak bisa seperti itu. Seolah bahwa intelijen kini salah, bengkok, dan ngawur, masa beliaulah benar, tidak ada masalah. Boleh merasa ini itu, namun rakyat juga tidak lupa kog.

Tidak perlu banyak ribut dan banyak seolah kerja, namun masalah tidak selesai. Pantes dulu bisa membuat album dan kini malah ngurusi negara. Lha bagaimana hal ini? Pak ngaso rumiyin. Seolah bahwa presiden sekarang terlalu banyak kerja dan tidak ada hasil. Boleh lah kalau memang seperti itu, sekali lagi, rakyat masih ingat kog, data juga masih ada.


Mengajari mengatasi  demo, batasi agar Jakarta aman dan tidak ada massa masuk, tidak salah, namun perlu menyelesaikan masalah tanpa ada demo baru A+, 100. Lha memang dulu gak pernah ada demo kah? Bukan soal menggembosi, menghalangi demo.

Panggung yang sempat dimiliki malah terbuang karena baper, Pak Prabowo mendapatkan panggung, apalagi jika mampu meredam aksi massa 4 November mendatang, sikapnya adem bersama dengan Pak Jokowi berbeda jauh dengan sikap yang kelihatan (subyektif memang) marah, emosional, ketersinggungan yang berat. Apalagi diikuti soal hasil TPF, kekayaannya, dan soal rumah yang diterimanya.

Mengapa panggung itu hilang dan Pak Prabowo mendapatkan tempat.

Sikap adem dan penuh senyum bersama dengan presiden di mana sedang keadaan genting, panas, dan cenderung lebih panas, namun yang dipertontonkan tenang, santai, penuh tawa. Tidak heran usai itu banyak dan menuai panen pujian sebagai negarawan, apalagi melihat rekam jejak dan keriuahan yang dilakukan oleh para staf dan kolega Pak Prabowo.

Pak Beye bereaksi atas pemberitaan media, medsos, dan soal Pak Ahok cenderung “menyerang” pemerintah, tidak jarang menggunakan kata keadilan bukan hanya milik penguasa saja. Artinya, Pak Beye lupa orang semakin tinggi, semakin banyak angin menerpa.

Menjawab harta kekayaan mengapa harus meradang, gampang saja, laporkan  dan minta KPK mengumumkan hartanya dan asal-usulnya, tidak perlu sensi ketika awak media ada yang tertawa langsung direspon. Hal yang sepele tidak perlu berlebihan seperti itu. Bagaimana Nazar itu sebagai petinggi partainya, juga Jero W, dan yang lain-lain, dan mereka toh juga ada di bui karena korupsi, buktikan jangan hanya “marah.”

Menjawab soal penistaan agama pun kental kog nuansanya ke mana. Gak perlu saya masuk ke sana. Sedikit saja ketika mengatakan ada di tangan penegak hukum, bukan parpol, presiden, namun mengapa lambat, sudah baca belum salah satu saksinya minta ditunda?

Pak Beye, selain baper, reaktifnya masih besar yang sering menjadi blunder karena mudahnya bereaksi atas sentilan kecil saja, dan reaksinya tidak proporsional. Hal ini tentu menjadi masalah apalagi dalam dunia politik yang masih akal-akalan dan okol-okolan seperti ini.

Diam itu bukan berarti salah. Sikap yang demikian malah menambah soal suhu politik. Tentu bukan nilai tambah bagi Pak Beye. Apalagi dilanjutkan apalagi ketika Agus mencalonkan dan itu hak konstitusional. Ini bukan menjual malah menjadi blunder yang memberatkan Agus.

Sayang sekali Pak Beye sebagai presiden harus bersikap seperti itu, sedang Pak Prabowo pun saya yakin mendapatkan serangan yang tidak kurang banyaknya. Reaksi yang berbeda dan justru pada keadaan seperti ini tentu bisa berbeda penilaian rakyat.

Sayang keadaan kondusif yang tercipta kemarin malah dibuat panas lagi dengan konpres yang panjang lebar. Beda tampilan bahasa simbol adem Prabowo Jokowi. Negarawan itu bukan klaim, mengingatkan terus menerus soal jasa dan kuasanya, namun ada di hati rakyatnya.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun