Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kali Ini Setuju Pak Amien Rais, Dajjal Telah Datang, Apa itu Ahok, Belum Tentu

21 September 2016   15:58 Diperbarui: 21 September 2016   16:10 2744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kali ini Setuju Pak Amien Rais, Dajjal Telah Datang, Apa itu Ahok, Belum Tentu

menangi zaman édan,

éwuhaya ing pambudi,

mélu ngédan nora tahan,

yén tan mélu anglakoni,

boya keduman mélik,

kaliren wekasanipun,

ndilalah kersa Allah,

begja-begjaning kang lali,

luwih begja kang éling klawan waspada.

yang terjemahannya sebagai berikut:

menyaksikan zaman gila,

serba susah dalam bertindak,

ikut gila tidak akan tahan,

tapi kalau tidak mengikuti (gila),

tidak akan mendapat bagian,

kelaparan pada akhirnya,

namun telah menjadi kehendak Allah,

sebahagia-bahagianya orang yang lalai,

akan lebih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada.(Wikipedia.Com)

Pak Amien mengatakan Ahok dengan kata-kata dajjal, songgong, ingusan,konon rekan K-ners mengatakan itu hak prerogatif beliau, kalau orang lain akan diedit di media massa. Yang lain tidak perlu dikomentari, namun soal dajjal saya separuh setuju, soal siapa sosoknya, apakah Pak Ahok, bisa dirunut kemudian.

Dajjal, itu bukti akhir zaman atau khiamat sudah makin dekat, lha ini yang saya setujui, soal siapa sosok itu masih bisa dikupas lebih lanjut. Salah satu cirinya adalah membawa perecahan karena fitnah yang diwartakannya (terjemahan bebas saya).

Konsep budaya Jawa ternyata ada juga dalam olah pikir Pujangga Besar Rangga Warsita dalam Zaman Edan-nya. Bagaimana gambaran Rangga Warsita, orang itu gila, kalau tidak gila itu akan rugi, namun jangan lupa pada akhirnya ada ungkapan lebih berbahagia yang tidak lupa.

Ciri-ciri baik dajjal ataupun zaman edan,itu memang sedang terjadi. Lihat bagaimana kekinian kia melihat hal-hal berikut:

Satu, perseteruan lebih menarik daripada persatuan. Ada saja ulah orang untuk memprovokasi pihak lain untuk membuat kerusuhan, perselisihan, dan damai itu menjadi barang mahal dan makin antik suatu saat nanti, yang ada hanya di museum dan buku sekolah anak SD saja.

Dua, kebenaran bisa dibalik-balik sekehendak wudel-nya sendiri, ini kan ciri orang gila dan dajjal. Jika manusia beriman dan memiliki Pancasila tidak akan demikian. Hampir semua    lapian masyarakat juga tahu dan paham hal ini, siapa saja yang suka dan berbahagia dengan cara-cara ini.

Tiga, yang seharusnya malu malah bangga, dan kebanggaan menjadi malu karena iri hati, dengki, dan benci tanpa alasan. Lihat saja banyak kebanggaan yang dihancurkan karena perbedaan pilihan politik, agama, atau beda warna kulit saja.

Empat, apa yang harusnya ditonton malah dicela, dan yang harusnya dicela malah ditonton dengan semangat. Lihat saja orang gila itu, apa yang dilakukan? Yang bukan umumnya orang waras, bagi orang waras itu jelek bagi dia baik dan sebaliknya. Dan itu banyak bukan?

Lima, orang benar dianggap salah, orang salah dinyatakan benar. Hal ini melimpah di sekitar kita. Lihat saja berseliweran kesalahan itu menjadi ajang puja puji, sedang prestasi malah dihujat karena bukan dukungannya. Contoh konkret KPK dan maling yang ditangkap itu.

Orang merasa sudah cukup puas dengan mengikuti arus yang dinilai sebagai wajar karena banyak teman, arus utama dan umum yang banyak yang mendukung, jangan lupa nasihat ada pada penutup dari Rangga Warsita, berbahagialah yang ingat dan waspada.

Ingat, sadar, tidak pikun,   bangun istilah Antony de Mello, dan melakukan tindakannya bukan karena ikut besarnya dukungan, kepercayaan umum, dan banyaknya orang yang mengelu-elukan. Bahasa Gereja Katolik, aspek kenabian, di mana berani menyerukan kebenaran meskipun di padang gurun sekalipun dan sendirian. Ingat mana yang benar dan salah, bukan karena sentimen, beda kepentingan, atau karena merasa kalah banyak.

Waspada, lebih banyak orang yang curiga daripada waspada, artinya, ada sikap menuduh atau minimal berjaga-jaga orang lain itu akan membuat hal yang merugikan. Waspada itu sikap hati-hati dan tidak mencurigai, namun perhatian bahwa bisa saja ada hal yang merugikan. Ada unsur bijaksana dan mendengarkan.

Melihat hal-hal tersebut, apa yang Pak Amien dan Eyang Rangga Warsita telah terjadi dan mendekati kenyataan, soal siapa sosoknya, jelas saja ada di semua orang yang sudah dirasuki dajjal,di mana lebih memilih perselisihan dan permasalahan, daripada persaudaraan dan perdamaian.  Kalimat hujatan dan kebencian daripada pujian dan dukungan. Celaan daripada kritik yang membangun, dan sikap curiga dan memperbesar perbedaan dari pada sikap saling menghargai dan membudayakan persamaan.

Ungkapan, kata-kata orang sepuh, pinisepuh itu perlu didengarkan, namun juga perlu kebijaksanaan agar tidak malah salah paham apalagi pahamnya salah karena pikun. Pikun hanya ada pada orang yang tidak menggunakan pikiran (otak/rasio) dengan baik dan hati yang tidak dihidupi dengan spiritualitas yang cukup.

Waspada bukan curiga, hati-hati bukan berarti paranoid, dan bijaksana melebihi banyak kata. Berbahagilah yang ingat, sadar, terjaga, dan masih memegang teguh tata krama dan kebersamaan.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun